Bidan Kita

Home Childbirth Mengenal Lebih Dekat Dengan Air Ketuban: Ibu-ibu Jangan Sampai Salah!

Mengenal Lebih Dekat Dengan Air Ketuban: Ibu-ibu Jangan Sampai Salah!

0
Mengenal Lebih Dekat Dengan Air Ketuban: Ibu-ibu Jangan Sampai Salah!

Apa Itu Air Ketuban?

Beberapa bulan terakhir ini, yang saya amati adalah: banyak sekali kasus intervensi dalam proses persalinan yang disebabkan karena adanya issue atau masalah yang berkaitan dengan air ketuban.

Ada yang “di bilangin” ketuban kurang, ketuban kering, ketuban keruh, ketuban rembes, ketuban bocor. ada juga yang ketuban pecah.

nah apa sebenarnya ketuban dan apa pentingnya ketuban sehingga sebegitu paniknya Anda ketika Anda mengalami issue issue di atas.

Cairan Ketuban / Amniotic Fluid

Janin di dalam kandungan hidup di dalam air (jadi selama 40 minggu atau lebih, kita adalah makhluk air). 

Selama kehamilan, bayi ini dikelilingi oleh cairan yang disebut cairan ketuban. cairan ketuban membantu melindungi bayi dari trauma perut ibu. Ketuban bantal cairan tali pusar, melindungi bayi dari infeksi, dan menyediakan cairan, ruang, nutrisi, dan hormon untuk membantu bayi tumbuh (Brace 1997).

Selama paruh kedua kehamilan, cairan ketuban terdiri dari urin dan paru-paru sekresi bayi. Cairan ini awalnya berasal dari ibu, dan kemudian mengalir melalui plasenta, untuk bayi, dan keluar melalui kandung kemih dan paru-paru (Brace 1997) bayi.

cairan ketuban yang sama ini kemudian ditelan oleh bayi dan kembali diserap oleh lapisan plasenta. Karena tingkat cairan ibu adalah sumber asli dari cairan ketuban, perubahan status cairan ibu dapat mengakibatkan perubahan jumlah cairan ketuban. tingkat cairan ketuban meningkat hingga ibu mencapai sekitar 34-36 minggu, dan kemudian tingkat secara bertahap menurun sampai kelahiran (Brace 1997).

Nah apa tujuan dari adanya cairan ketuban itu sebenarnya?

    1. Manfaat air ketuban adalah sebagai cairan yang memberi perlindungan bagi janin yang masih berada dalam proses tumbuh dan berkembang. Sehingga, janin di dalam rahim tidak terlalu mendapatkan gangguan dari luar yang berupa benturan yang mungkin tidak sengaja terjadi. Sehingga dia berperan sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat benturan
    2. Air ketuban juga dapat menjadi sebuah bantalan bagi janin di dalam rahim dari berbagai bahaya infeksi yang dapat menyebabkan terganggunya tumbuh kembang janin juga menyebabkan adanya trauma dari luar.
    3. Fungsi air ketuban bagi janin adalah air ketuban dapat menstabilkan suhu di dalam rahim. Suhu yang stabil membuat janin akan merasa aman dan nyaman. Hal ini disebabkan karena air di dalam ketuban di daur ulang secara sistematis sehingga tetap menjaga kestabilan suhu di dalam rahim.
  1. Air ketuban juga berfungsi sebagai cairan yang dapat membuat janin di dalam rahim lebih leluasa dalam bergerak. Pada usia kehamilan 18 minggu janin sudah dapat melakukan gerakan-gerakan kecil. Untuk mempermudah janin melakukan gerakan diperlukan cairan ketuban.
  2. Fungsi air ketuban bagi janin adalah dalam proses pembentukan paru-paru. Air ketuban memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan tubuh janin terutama paru-paru yang memiliki fungsi sebagai alat pernafasan kelak.
  3. Janin yang aktif bergerak akan sangat bermanfaat bagi proses pembentukan tulang. Air ketuban ini adalah sebagai media bagi janin agar lebih mudah bergerak di dalam rahim ibunya. Semakin aktif janin bergerak maka janin tersebut menunjukkan kesehatan yang baik.
  4. Fungsi air ketuban bagi janin adalah sebagai media pelapis dari sisi membran timpanik, hal ini berdampak bagi pendengaran janin. Dengan adanya air ketuban maka janin akan dapat mendengarkan bunyi-bunyian dari luar tubuh ibunya. Air ketuban sebagai media perantara bunyi yang berasal dari luar sehingga bisa masuk ke bagian telinga dalam janin.
  5. Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat menyebabkannya mengerut sehingga menghambat penyaluran oksigen melalui darah ibu ke janin.
  6. Berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutrien bagi janin untuk sementara.
  7. Memungkinkan janin bergerak lebih bebas, membantu sistem pencernaan janin, sistem otot dan tulang rangka, serta sistem pernapasan janin agar berkembang dengan baik.
  8. Menjadi inkubator yang sangat istimewa dalam menjaga suhu dan lingkungan Rahim agar tetap ideal bagi janin
  9. Selaput ketuban dengan cairan ketuban di dalamnya merupakan penahan janin dan rahim terhadap kemungkinan infeksi.
  10. Pada waktu persalinan, air ketuban dapat meratakan tekanan atau kontraksi di dalam rahim, sehingga leher rahim membuka dengan mudah.
  11. Dan saat kantung ketuban pecah, air ketuban yang keluar sekaligus akan membersihkan jalan lahir.
  12. Pada saat kehamilan, air ketuban juga bisa digunakan untuk mendeteksi kelainan yang dialami janin, khususnya yang berhubungan dengan kelainan kromosom.
  13. Kandungan lemak dalam air ketuban dapat menjadi penanda janin sudah matang atau lewat waktu.

Selain air ketuban, yang terpenting adalah selaput ketuban. atau disebut membran amnion. membran amnion membentuk lapisan lingkungan janin selama masa kehamilan. membaran ini yang mengisolasi janin sehingga dia hidup dalam  kantung membran yang mengelilingi bayi dari titik di mana itu berdekatan dengan plasenta pada lempeng korionik.

Membran amnion terdiri dari sejumlah lapisan yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Jadi, selaput atau membran amniotic tidak hanya satulapis saja. bahkan berlapis lapis. yang paling jelas adalah bahkan selaput itupun bisa kita pisahkan dengan mudah karena di antara lapisan itu ada semacam lapisan jelly yang sangat jelas sebagai pemisah antar lapisan.

Lapisan Membran

Nah..berapa lapis sebenarnya? silahkan lihat di gambar berikut:

773578-fig1

Jika Anda mengamati dan melihat gambarannya seperti ini:

 

SONY DSC
photo credit : @bidankita

Tipis…tapi berlapis lapis. dan tidak sedikit ibu yang mempunyai selaput ketuban yang unik, dimana antar lapisan sangat terpisah dengan jelas. sehingga saat persalinan dia bisa mengalami pecah ketuban beberapa kali. artinya ketuban pecah lalu saat persalinan ternyata selaputnya masih utuh.

Kasus yang sering terjadi yang seringkali membuat para ibu galau adalah, ketuban kurang dan ketuban pecah dini. nah bagaimana solusinya agar anda tidak terlalu galau? bisa Anda baca disini ya.

dan, pagi ini ada kisah persalinan yang sangat menarik dan sayapun sudah mendengar kisah ini beberapa kali dan sebenarnya cukup membuat saya geli. berikut ini kisahnya:

13653055_10206915212144869_7443045431425155623_o

 

“Bu Yessie….terimaksih yaa ilmu yoga balance dan gentle birth nya. Mau dicurhatin juga sebelum sy persalinan.. Ibu baik sekaliii, smg Tuhan selalu melindungi dan membalas kebaikan Ibu 😊😊

Jadi, sya sempat panik krna sdh mendkati HPL Jumat, 17.06.2016 blm ada tnda2 gelombang cinta, sesekali udah ada sejak 38-39w tp cm lemah. Akhirnya kamis tgl 16, dibuat havefun unt jln2 ke bidankita di Klaten ikut akupuntur dan moxa, sma terapis yg super baik2. Bikin lbih rilex..
Sabtu, 18.06.2016 jadwal kontrol di J**. Langsg shock dibilang ketuban tgl sedikit dan harus CS bsk pagi unt keselamatan baby, sempat curhat sma Bu Yessie disarnkan cri 2nd opinion dan minum kangen water. Langsg cri dokter yg prktek saat itu jg, dpt di RS** SI. Hasil periksa bkin lbh shock, ketuban kering! Hrus CS sore itu jg. Sambil trus coba tenang dan banyak minum, ttp afirmasi positif yakin tbuh dan debay baik2 aja. Krn 2 dr nyaanin CS akhirnya putusin unt balik J**. Masuk ruang periksa, di usg lagi. Langsung takjub, yg tdi pgi dan siang hasilnya bkin shock. Dokter bilang ketuban masih banyak dan lahir normal aja, tp disaranin dr langsg ambil kamar dn akan dibntu induksi dg dosis rendah 1/8. Tiba2 langsg sumringah!! Persiapan rwt inap minggu siang pembukaan 2, malam 4, masuk ruang bersalin..
Di ruang bersalin ttp bisa santai smbil terapin nafas yoganya Bu Yess, smbil lemesin ajaa saat kontraksi. Sempat keganggu, sebelah triak2 kesakitan. Sampe bidan heran say bisa ttp santai atur nafas dan gak bikin “berisik”. Alhamdulillah Senin pagi 20.06.2016 09.40 WIB si baby boy lahir normal dgn BB 3.09 kg , TB 50 cm. Masih gak percaya afirmasi dan saran Bu Yessie manjur semuaa. Afirmasi lahir normal dan BB 3kg. Dan saran unt minum bntu air ketuban dan tetep “lemesinnn tsaaayyyy” berhasil… 
Melhirkan itu menyenangkan, terimakasih Bu Yessie, Umi dan Aldric bisa kerjsama dan lahir gentle😚😚😚

Apa kasus menarik dan pelajaran yang di dapat dari kisah persalinan ibu X di atas?

  1. pagi dan siang hari 2 dokter menyatakan ketuban kurang dan ketuban kering
  2. Sore harinya ternyata ketuban normal dan cenderung banyak

Mungkinkah ketuban menghilang begitu saja?kemudian muncul lagi? (seperti sulapan yach?!)

atau mungkinkah sang dokter salah diagnosa? lalu apa jadinya jika salah diagnosa, dan sang ibu percaya, lalu langsung setuju untuk melakukan intervensi?

Okay, kita abaikan dulu kemungkinan tentang salah diagnosa, tapi saya akan mencoba untuk membahas tentang issue ketuban yang kurang.

selama ini, yang terjadi di lapangan adalah standart praktek kebidanan di Indonesia sangat berkiblat dengan standart praktek di AS. buktinya, Standar praktek di AS adalah untuk menginduksi persalinan aterm jika seorang ibu memiliki cairan ketuban yang rendah atau kurang dalam kehamilan yang sehat. Bahkan, 95% dari dokter menyatakan bahwa ini-merupakan indikasi untuk induksi persalinan pada 40 minggu (Schwartz, Sweeting et al. 2009).

Tapi apakah ada Evidance Based yang mendasari standart praktek kelahiran  ini? Mari kita lihat bukti bersama-sama.

Pertama-tama, apa yang di maksud ketuban kurang? oligohidramnion?

Oligohidramnion berarti jumlah cairan yang rendah dalam kantung ketuban.

(Oligo = sedikit, hydr = air, amnios = membran di sekitar janin, atau kantung ketuban).

Tidak yakin bagaimana cara mengucapkan oligohidramnion? Klik disini.
Apa yang bisa menyebabkan cairan ketuban rendah /berkurang?

ada banyak faktor yang bisa berkontribusi mengakibatkan jumlah air ketuban menjadi kurang, dan faktor tersebut bisa dari Ibu maupun bayi

Faktor ibu:

  1. ibu yang mengalami dehidrasi, ini dapat menurunkan kadar cairan ketuban. (Patrelli, Gizzo et al. 2012) itulah kenapa ibu hamil harus minum banyak air putih, bahkan saat proses persalinan.
  2. Jika seorang ibu hamil dengan kadar cairan ketuban rendah mau minum  minimal 2,5 Liter cairan per hari, kemungkinan iadapat meningkatkan volume cairan ketuban dan akan kembali normal pada saatpersalinan. (Patrelli, Gizzo et al. 2012)
  3. Jika selaput ketuban pecah, ini akan menyebabkan penurunan cairan ketuban. (Brace 1997)
  4. Jika plasenta ibu tidak berfungsi dengan baik, ini dapat menyebabkan penurunan cairan ketuban. Ketika ini terjadi, mungkin karena ibu memiliki kondisi serius seperti pre-eklampsia atau pembatasan pertumbuhan intrauterin. (Beloosesky dan Ross 2012)

Faktor Bayi

  1. Jika bayi memiliki masalah dengan saluran kemih atau ginjal, ini dapat menurunkan aliran urin. (Brace 1997). Dalam 14 hari sebelum dimulainya persalinan spontan, urin bayi mulai menurun. (Stigter, Mulder et al. 2011)
    bayi juga menelan cairan  ketuban lebih banyak, sehingga mengarah ke penurunan kadar cairan. (Brace 1997)
  2. Jika bayi post mature (setelah 42 minggu), dia mulai menelan secara signifikan lebih banyak cairan, memberikan kontribusi untuk penurunan cairan ketuban. (Brace 1997)
  3. Jika bayi memiliki cacat lahir, ia mungkin menelan air ketuban secara signifikan lebih banyak lagi, yang bisa memngarahkan ke diagnosa ketuban kurang. (Beloosesky dan Ross 2012)

Apa cara terbaik untuk mengukur tingkat cairan ketuban?

Metode standar emas adalah dengan menyuntikkan kantung ketuban dengan pewarna dan kemudian mengambil sampel cairan ketuban untuk memeriksa pengenceran. Namun, metode ini sangat invasif. Jadi metode yang paling umum digunakan sebagai pengganti adalah dengan dua teknik ultrasound:  amniotic fluid index (AFI) dan thesingle deepest pocket  (Gilbert 2012).

Untuk menghitung AFI, dokter akan membagi uterus/rahim menjadi 4 daerah/bagian. kandungan cairan di masing-masing daerah/bagian diukur, kemudian 4 angka-angka ini ditambahkan membentuk AFI. Nilai AFI 5 cm atau kurang dianggap oligohidramnion. Dengan metode ini, dokter mencari daerah atau bagian yang cairan ketubannya di dalam rahim. Jika bagian terbesar kurang dari 2 cm dengan 1 cm, maka yang dianggap diagnosis oligohidramnion (Nabhan dan Abdelmoula 2009).

Yang penting untuk dipahami bahwa tingkat cairan ketuban ada pada kontinum dan bahwa tidak ada kesepakatan di antara para peneliti tentang cut-off value yang memprediksi hasil-tingkat AFI yang rendah sehingga angka 5  dipilih untuk menentukan oligohidramnion (Nabhan dan Abdelmoula 2009).

Selain itu, beberapa penelitian terbaru menyatakan bahwa pemeriksaan AFI dengan metode thesingle deepest pocket  adalah prediktor yang buruk dari volume cairan ketuban yang benar. Sebagai contoh, AFI menangkap hanya 10% dari semua kasus oligohidramnion benar (10% sensitivitas) (Gilbert 2012).

Ada beberapa faktor yang membuat sulit untuk mendapatkan pengukuran ultrasound akurat. karena ketika cairan ketuban jumlahnya menurun, maka hasil USG menjadi kurang akurat. Pengalaman pemeriksa juga dapat mengurangi keakuratan hasil tes, serta jumlah tekanan pemeriksa saat menempatkan  probe ultrasound.

Posisi bayi juga dapat mempengaruhi keakuratan hasil. (Nabhan dan Abdelmoula 2009; Gilbert 2012). artinya hampir sama seperti tehnik dalam fotografi, ketika sang photografer memotret dengan “angle” yang berbeda, tentu hasil foto juga akan berbeda.

Jadi apa cara terbaik untuk mengukur cairan ketuban?

Dalam review Cochrane, peneliti menggabungkan hasil dari 5 percobaan terkontrol acak dengan lebih dari 3.200 wanita. Dalam studi ini, ibu hamil secara acak baik dengan metode AFI atau metode thesingle deepest pocket.

Para peneliti menemukan bahwa ketika AFI digunakan untuk mengukur cairan ketuban, perempuan 2,4 kali lebih mungkin didiagnosis dengan oligohidramnion, 1,9 kali lebih mungkin untuk diinduksi, dan 1,5 kali lebih mungkin untuk dilakukan caesar untuk diagnosa gawat janin tanpa perbaikan yang sesuai pada hasil bayi.

Para peneliti menyimpulkan bahwa pengukuran thesingle deepest pocket, memiliki risiko yang lebih sedikit dan harus menjadi cara yang lebih disukai untuk mengukur cairan ketuban (Nabhan dan Abdelmoula 2009).

Apa arti klinis nya apabila seorang ibu mengalami atau terdiagnosa ketuban kurang atau ketubannya sedikit di usia  37 minggu atau lebih?

Pada tahun 2009, 91% dari dokter percaya bahwa oligohidramnion , atau cairan ketuban rendah di kehamilan sehat, merupakan faktor risiko untuk hasil yang buruk dan 95% akan merekomendasikan induksi persalinan.(Schwartz, Sweeting et al. 2009).

  1. Locatelli et al. (2003) mempelajari 3.049 wanita hamil sehat yang antara 40 dan 41,6 minggu . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah rendah cairan ketuban (didefinisikan sebagai AFI ≤ 5) menyebabkan hasil yang buruk. Sebelas persen wanita memiliki cairan ketuban rendah, dan wanita memiliki tingkat induksi yang lebih tinggi  (83% vs 25%), caesar lebih tinggi (15% vs 11%). Bayi yang lahir dari ibu dengan cairan amnion rendah lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan berat lahir di bawah rata rata (13% vs 6%). Tidak ada perbedaan antara kelompok dengan pewarnaan mekonium, aspirasi mekonium, pH arteri umbilikalis <7, atau skor Apgar. Hanya ada satu yang lahir mati (dalam kelompok cairan normal) karena terdapat simpul dalam tali pusat.
    Setelah melakukan kontrol,  fakta yang terjadi bahwa beberapa ibu yang diinduksi dan beberapa ibu yang melahirkan pertama kali, para peneliti tidak menemukan hubungan antara sesar  dan cairan ketuban. Ini berarti bahwa induksi mungkin bertanggung jawab untuk tingkat caesar lebih tinggi pada kelompok cairan ketuban rendah. Namun, ketika para peneliti melakukan kontrol pada usia kehamilan, mereka menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir rendah dan cairan ketuban yang rendah. Ini berarti bahwa ibu hamil dengan cairan amnion rendah adalah 2 kali lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah.
  2. Manzaneres et al. (2006) membandingkan hasil dari 206 wanita hamil yang sehat yang diinduksi karena didiagnosa ketuban kurang dan 206 wanita hamil yang sehat dengan tingkat cairan ketuban yang normal yang melahirkan spontan. Para wanita di kedua kelompok melahirkan antara 37 dan 42 minggu. Para peneliti menemukan bahwa kelompok dengan cairan ketuban rendah lebih mungkin untuk memerlukan forceps atau  vakum saat melahirkan (26% vs 17%), bedah caesar (16% vs 6%), dan status janin tidak baik selama persalinan (8% vs 2%). status janin tidak baik (DJJ meningkat/ mengarah ke fetal destres) mungkin telah disebabkan oleh obat induksi, tapi penjelasan ini tidak diusulkan oleh penulis. Tidak ada perbedaan antara kelompok dengan berat lahir, skor Apgar, pewarnaan mekonium, atau pH tali pusat. Singkatnya, penulis menemukan ibu yang ketubannya kurang dan dilakukan induksi cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi untuk operasi Sesar.
  3. Ada satu studi percontohan kecil dilakukan di mana peneliti secara acak meneliti ibu dengan ketuban kurang namun tidak dilakukan induksi. ternyata Tidak ada perbedaan antara kelompok dalam hasil apapun, termasuk berat lahir, persalinan caesar, maupun skor Apgar.(Ek, Andersson et al. 2005).

Jadi apa bukti untuk melakukan  induksi dengan alasan cairan ketuban rendah (tanpa komplikasi lain)?

Tidak ada bukti bahwa menginduksi persalinan pada ibu dengan ketuban yang kurang dapat memiliki dampak menguntungkan pada hasil ibu atau bayi. Berdasarkan kurangnya bukti, maka setiap rekomendasi untuk dilakukan induksi untuk kasus ketuban yang kurang sebenarnya akan menjadi rekomendasi yang lemah berdasarkan pendapat klinis saja.

semoga bisa menjadi bahan perenungan

salam hangat

Referensi:

  1. http://www.medscape.com/viewarticle/773578_8
  2. https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002220.htm
  3. http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/pregnancy-week-by-week/expert-answers/low-amniotic-fluid/faq-20057964
  4. Ross MG, Ervin MG, Novak D. Placental and fetal physiology. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, at al, eds. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 6th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012:chap 2.
  5. Schwartz, N., R. Sweeting, et al. (2009). “Practice patterns in the management of isolated oligohydramnios: a survey of perinatologists.” J Matern Fetal Neonatal Med 22(4): 357-361.
  6. Beloosesky, R. and M. G. Ross. (2012). “Oligohydramnios.”   Retrieved 8/20/12, 2012, from www.UpToDate.com
  7. Brace, R. A. (1997). “Physiology of amniotic fluid volume regulation.” Clin Obstet Gynecol40(2): 280-289
  8. Chamberlain, P. F., F. A. Manning, et al. (1984). “Ultrasound evaluation of amniotic fluid volume. I. The relationship of marginal and decreased amniotic fluid volumes to perinatal outcome.” Am J Obstet Gynecol 150(3): 245-249.
  9. Chauhan, S. P., M. Sanderson, et al. (1999). “Perinatal outcome and amniotic fluid index in the antepartum and intrapartum periods: A meta-analysis.” Am J Obstet Gynecol 181(6): 1473-1478.
  10. Ek, S., A. Andersson, et al. (2005). “Oligohydramnios in uncomplicated pregnancies beyond 40 completed weeks. A prospective, randomised, pilot study on maternal and neonatal outcomes.” Fetal Diagn Ther 20(3): 182-185.
  11. Feldman, I., M. Friger, et al. (2009). “Is oligohydramnios more common during the summer season?” Arch Gynecol Obstet 280(1): 3-6
  12. Gilbert, W. M. (2012). Amniotic Fluid Disorders. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. S. G. Gabbe. Philadelphia, PA, Elsevier. 6.
  13. Locatelli, A., P. Vergani, et al. (2004). “Perinatal outcome associated with oligohydramnios in uncomplicated term pregnancies.” Arch Gynecol Obstet 269(2): 130-133.
  14. Nabhan, A. F. and Y. A. Abdelmoula (2009). “Amniotic fluid index versus single deepest vertical pocket: a meta-analysis of randomized controlled trials.” International journal of gynaecology and obstetrics: the official organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics 104(3): 184-188.
  15. Patrelli, T. S., S. Gizzo, et al. (2012). “Maternal hydration therapy improves the quantity of amniotic fluid and the pregnancy outcome in third-trimester isolated oligohydramnios: a controlled randomized institutional trial.” J Ultrasound Med 31(2): 239-244.
  16. Schwartz, N., R. Sweeting, et al. (2009). “Practice patterns in the management of isolated oligohydramnios: a survey of perinatologists.” J Matern Fetal Neonatal Med 22(4): 357-361.
  17. Stigter, R. H., E. J. Mulder, et al. (2011). “Fetal urine production in late pregnancy.” ISRN Obstet Gynecol 2011: 345431.
  18. Ulker, K., I. Temur, et al. (2012). “Effects of maternal left lateral position and rest on amniotic fluid index: a prospective clinical study.” J Reprod Med 57(5-6): 270-276.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here