o Atau dapat juga bayi menolak menyusu
Karena itu, untuk menghindari bayi bingung putting, perlu dilakukan :
Ø jangan menggunakan susu formula tanpa indikasi yang sangat kuat.
Ø kalau terpaksa harus memberikan susu formula, berikan dengan sendok atau pipet, jangan sekali-kali menggunakan botol atau kempengan.
c. Bayi sering menangis
Menangis adalah cara bayi berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya. Karena itu bila bayi sering menangis, perlu dicari sebabnya, yaitu dengan :
o perhatikan, mengapa bayi menangis, apakah karena laktasi belum berjalan dengan baik, atau karena sebab lain, seperti ngompol, sakit, merasa jemu, ingin digendong atau disayang ibu.
o keadaan-keadaan itu merupakan hal yang biasa, ibu tidak perlu cemas, karena kecemasan ibu dapat mengganggu proses laktasi karena produksi ASI berkurang.
o cobalah mengatasi dengan memeriksa pakaian bayi, mungkin perlu diganti karena basah, coba mengganti posisi bayi menjadi tengkurap, atau bayi digendong dan dibelai.
o mungkin bayi belum puas menyusu karena posisi bayi tidak benar waktu menyusu, akibatnya ASI tidak keluar dengan baik.
o Bayi menangis mempunyai maksud menarik orang lain (terutama ibunya) karena sesuatu hal : lapar, ingin digendong dan sebagainya. Oleh sebab itu jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama. Bayi akan menjadi lelah, menyusu tidak sempurna, dan jika ibu cemas atau kesal, produksi ASI juga akan terganggu. Jika bayi menangis, ibu harus segera memeriksa keadaan bayi. Secara psikologis ini penting, karena bayi akan mempunyai kesan bahwa ibunya memperhatikannya.
d. Bayi tidak cukup kenaikan berat badannya
ASI adalah makanan pokok bayi sampai usia 4-6 bulan. Karena itu bayi usia 4-6 bulan yang hanya mendapat ASI saja perlu dipantau berat badannya paling tidak sebulan sekali. Bila ASI cukup, berat badan anak akan bertambah (anak tumbuh) dengan baik. Untuk memantau kecukupan ASI dengan memantau berat badan, dapat digunakan Kartu Menuju Sehat untuk anak. Untuk mencegah berat badan yang tidak cukup naik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
– perhatikan apakah bayi termasuk bayi yang menyusu lama, atau cepat.
– ibu jangan segera menghentikan memberi ASI hanya karena merasa bayi sudah cukup lama menyusu, karena sebenarnya mungkin bayi masih mau terus menyusu.
– setelah bayi menyusu dan kemudian berhenti atau tidur, cobalah menyusukan kembali dengan menidurkan bayi telentang, gosok pelan perutnya atau gerakkan kaki atau tangannya, seringkali bayi akan bangun kembali dan menyusu lagi.
– perhatikan teknik menyusui ibu, apakah sudah benar, bila masih salah harus diperbaiki.
– Bila berat badan anak tidak naik, konsultasikan ke dokter / dokter spesialis anak untuk mendapatkan saran selanjutnya.
Ibu bekerja Sekarang banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian menghentikan menyusui dengan alasan pekerjaan. Sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk ibu yang bekerja, sebagai berikut : – sebelum berangkat kerja, susuilah bayi. – ASI yang berlebihan dapat diperas atau dipompa, kemudian disimpan di lemari pendingin untuk diberikan pada bayi saat ibu bekerja. – selama ibu bekerja, ASI dapat diperas atau dipompa dan disimpan di lemari pendingin di tempat kerja, atau diantar pulang. – beberapa kantor atau instansi ada yang menyediakan tempat penitipan bayi dan anak. Ibu dapat memanfaatkannya untuk kelestarian menyusui. – setelah ibu di rumah, perbanyak menyusui, termasuk pada malam hari. – kalau anak sudah mendapatkan makanan pendamping ASI, saat ibu tidak ada di rumah dapat dimanfaatkan untuk memberikan makanan pendamping, sehingga kemungkinan menggunakan susu formula lebih kecil. – perawat bayi dapat membawa bayi ke tempat ibu bekerja bila memungkinkan – hendaknya ibu banyak beristirahat, minum cukup, makan gizi cukup, untuk menambah produksi ASI. Petugas rumah sakit yang menitipkan anaknya di tempat penitipan tidak perlu kuatir menyusui bayinya, dengan alasan takut menularkan penyakit pada anaknya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : – tidak semua penyakit ditularkan melalui kontak langsung – ibu yang sakit pun tetap dianjurkan untuk menyusui bayinya, apalagi ibu yang masih sehat dan bekerja sebagai petugas kesehatan. – seharusnya ibu yang bekerja di bidang kesehatan mengerti tentang kebersihan diri setelah merawat pasien, untuk pencegahan infeksi / penularan.
4. Masalah menyusui pada keadaan khusus
Ibu melahirkan dengan sectio cesarea Pada beberapa keadaaan persalinan diperlukan tindakan sectio cesarea. Persalinan dengan cara ini dapat menimbulkan masalah menyusui, baik terhadap ibu maupun bayi. Ibu pasca sectio cesarea dengan anestesia umum tidak mungkin segera dapat menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat pembiusan. Bila keadaan ibu mulai membaik / sadar, penyusuan dini dapat segera dimulai dengan bantuan tenaga perawat. Bayi pun mengalami akibat yang serupa dengan ibu apabilatindakan tersebut menggunakan pembiusan umum, karena pembiusan yang diterima ibu dapat sampai ke bayi melalui plasenta, sehingga bayi yang masih lemah akibat pembiusan juga akan mendapat tambahan narkose yang terkandung dalam ASI, sementara ibu masih belum sadar. Jika ibu dan anak sudah sadar dan keadaan umumnya baik, dapat dilakukan perawatan gabung. Posisi menyusui yang dianjurkan adalah sebagai berikut : – ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal, sementara bayi disusukan dengan kakinya ke arah ibu. – apabila ibu dapat duduk, bayi dapat ditidurkan di bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu. – dengan posisi memegang bola (“football position”) yaitu ibu telentang, bayi berada di ketiak ibu dengan kaki ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi.
Ibu sakit Pada umumnya ibu sakit bukanlah alasan untuk menghentikan menyusui, karena bayi telah dihadapkan pada penyakit ibu sebelum gejala timbul dan dirasakan oleh ibu. Kecuali itu ASI justru akan melindungi bayi dari penyakit. Ibu memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus bayi dan keperluan rumah tangga, karena ibu juga memerlukan istirahat yang lebih banyak. Sebaiknya ibu mengatakan pada dokter yang mengobati penyakitnya, bahwa ibu sedang menyusui, karena banyak obat yang bisa terkandung dalam ASI dan dapat mempengaruhi bayi.
Ibu menderita penyakit Hepatitis (HBsAg+) atau AIDS (HIV+) Ibu yang menderita hepatitis atau AIDS tidak diperkenankan menyusui bayinya, karena dapat menularkan virus kepada bayinya melalui ASI. AIDS pada anak muncul bersama-sama seperti AIDS pada orang dewasa. Pada orang dewasa, penularan HIV umumnya melalui 3 cara, yaitu hubungan seksual dengan penderita, penularan parenteral seperti transfusi darah, jarum suntik yang dipakai bersama penderita, serta perinatal dari ibu yang menderita kepada bayinya. Pada anak, AIDS mempunyai hubungan spesifik dengan faktor-faktor risiko tertentu misalnya ibu yang kecanduan obat dan sering menggunakan suntikan, anak yang mendapat transfusi dari donor penderita, dan sebagainya. Apakah menyusui merupakan faktor risiko penularan AIDS pada anak masih merupakan hal kontroversial. Dugaan peranan menyusui sebagai faktor risiko penularan AIDS pada bayi dan anak dimulai dari adanya laporan dari berbagai negara tentang ibu yang mendapat transfusi yang mengandung HIV pascapersalinan. Ternyata kemudian ditemukan bayi ibu tersebut terinfeksi juga oleh HIV. Bahkan ada laporan juga bahwa HIV dapat diisolasi dari ASI. Meskipun demikian ada yang tidak sependapat terhadap pandangan ASI sebagai media penularan HIV. Masalahnya adalah pada laporan tersebut belum dapat dibuktikan bahwa ASI adalah memang satu-satunya kemungkinan penularan pada bayi atau anak tersebut. Juga ada laporan yang menyebutkan bahwa meskipun seorang ibu positif HIV, anaknya tidak. Pendapat ini didukung data epidemiologi, yaitu bahwa angka penularan perinatal yang dikumpulkan dari seluruh dunia sebesar 25-50%. Masalahnya adalah apakah ibu dengan HIV positif akan tetap diperbolehkan menyusui bayinya. Adanya dugaan bahwa kemungkinan virus AIDS dapat ditularkan melalui ASI menyebabkan Centers for Disease Control (Amerika Serikat) melarang ibu yang terinfeksi HIV untuk menyusui bayinya, sebaliknya World Health Organization (WHO) memperbolehkan. Pandangan berbeda kedua lembaga ini disebabkan latar belakang yang berbeda. Di kebanyakan bagian dunia, ASI mempunyai peranan yang sangat penting karena mengandung zat gizi yang baik, mengandung zat antiinfeksi / kekebalan, serta ekonomis. Hal ini menjadi dasar kebijakan WHO. Sebaliknya di negara maju, biaya dan keberadaan susu formula memberikan alternatif untuk dapat lebih mempertimbangkan masalah keselamatan dan pencegahan penularan. Meskipun demikian, ada juga pandangan yang memperbolehkan ibu tetap menyusui bayinya, yaitu bila penularan sudah terjadi saat persalinan atau bahkan in-utero, justru menyusui itu akan melindungi bayi dari infeksi lain yang menyertai AIDS. Pendapat lain yang meninjau dari segi praktis, bahwa jika larangan menyusui hanya ditujukan pada ibu yang benar-benar positif terinfeksi, maka tidak akan banyak mempengaruhi angka menyusui, tetapi sulit dapat dipastikan pada semua golongan ibu bahwa seorang ibu benar-benar terinfeksi, akibatnya larangan menyusui juga akan ditujukan kepada ibu-ibu yang termasuk kelompok risiko padahal belum tentu terinfeksi, sehingga menjadi berlebihan. Kontroversi ini menjadi dasar sikap untuk sementara melarang ibu yang terinfeksi HIV menyusui bayinya, sampai diperoleh pandangan yang sepaham tentang hal ini. Untuk penyakit hepatitis B, dasar pertimbangan yang dipakai serupa dengan pada penyakit AIDS. HBsAg ditemukan juga dalam ASI, tetapi belum pernah dilaporkan adanya penularan melalui ASI. Kolostrum dari ibu yang terinfeksi juga tidak mengandung virus hepatitis B. Penelitian yang dikerjakan pada pengidap virus hepatitis B, ternyata kadar HBsAg darah pada anak-anaknya tidak berbeda bermakna dibandingkan pada anak-anak dari ibu yang tidak mengandung HBsAg. Kecuali itu, dalam ASI terdapat zat protektif terutama limfosit yang menghasilkan IgA dan interferon yang dapat membunuh virus hepatitis B.
Bayi kembar Ibu bayi kembar harus diyakinkan bahwa ia akan sanggup menyusui bayi-bayinya. Mula-mula ibu dapat menyusui seorang demi seorang, tetapi sebenarnya ibu dapat menyusui sekaligus berdua. Salah satu posisi yang mudah untuk menyusui ialah dengan posisi memegang bola (“football position”). Jika ibu menyusui bersama-sama, bayi haruslah menyusu pada payudara secara berganti-ganti, jangan hanya menetap pada satu payudara saja. Alasannya ialah, kecuali memberikan variasi kepada bayi, juga kemampuan menyusu masing-masing bayi mungkin berbeda, sehingga harus dicapai perangsangan putting yang optimal. Meskipun football position merupakan cara yang baik, ibu sebaiknya mencoba posisi lain secara berganti-ganti. Susuilah bayi secara lebih sering, selama waktu yang diinginkan masing-masing bayi, umumnya 15-30 menit setiap kali menyusui. Kalau salah seorang bayi harus dirawat di rumah sakit, susukanlah bayi yang di rumah pada satu payudara, kemudian ASI diperas dari payudara lainnya untuk bayi yang dirawat itu. Ibu sebaiknya mempunyai pembantu, agar tidak lelah.
Bayi prematur dan bayi berat lahir rendah Bayi berat lahir rendah dan prematur mempunyai masalah menyusui karena refleks mengisapnya masih lemah, karena itu susuilah bayi lebih sering, meski waktu menyusunya tidak lama. Mula-mula sentuhlah langit-langit bayi dengan jari ibu yang bersih untuk merangsang mengisap. Jika bayi dirawat di rumah sakit, seringlah ibu mengunjungi, melihat, mengusap bayi dengan kasih sayang, jika mungkin susukan juga secara langsung, atau ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa kemudian diberikan menggunakan sendok atau cangkir.
Bayi sumbing Pendapat yang mengatakan bahwa bayi sumbing tidak dapat menyusu tidaklah benar. Bilamana bayi mengalami sumbing pada palatum molle, bayi dapat menyusu tanpa kesulitan dengan posisi khusus. Demikian pula bila bayi menderita sumbing pada bibir. Keadaan yang sulit adalah bila sumbing terjadi pada bibir, langit-langit keras dan lunak (palatum durum dan palatum molle) sehingga bayi sulit menyusu dengan baik. Ibu harus tetap mencoba menyusui bayinya, karena bayi masih mungkin bisa menyusu dengan kelainan seperti ini. Keuntungan khusus untuk keadaan ini ialah, bahwa menyusu melatih kekuatan otot rahang dan lidah, sehingga membantu perkembangan bicara. Kecuali itu menyusu mengurangi kemungkinan terjadinya otitis media, yang umumnya mudah terjadi pada bayi dengan palatoskisis. Posisi menyusui yang dianjurkan pada bayi sumbing adalah : – posisi bayi duduk – pegang putting susu dan areola selagi menyusui, untuk membantu bayi mendapat ASI yang cukup. – ibu jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah pada bibir bayi – bila bayi menderita sumbing pada bibir dan langit-langit (labiopalatoskisis), ASI dikeluarkan dengan manual / pompa, kemudian diberikan dengan sendok / pipet, atau botol dengan dot yang panjang sehingga ASI dapat masuk dengan sempurna. Dengan cara ini bayi akan belajar mengisap dan menelah ASI, menyesuaikan dengan irama pernapasannya.
Bayi sakit Bayi yang sakit mungkin tidak diperbolehkan mendapatkan makanan per oral dengan indikasi khusus, tetapi pada umumnya bayi masih diperbolehkan mendapatkan ASI. Dengan demikian, ASI harus tetap diberikan. Bahkan pada penyakit tertentu seperti diare, pemberian ASI justru penting. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita mencret. Bayi normal buang air besar 6 kali sehari, lembek, hal itu bukanlah mencret. Tidak ada alasan sama sekali untuk menghentikan ASI karena telah terbukti bahwa ASI tidak merugikan bagi bayi yang mencret, justru memberikan banyak keuntungan. Bayi yang mencret memerlukan cairan rehidrasi yang cukup, dan mungkin memerlukan tatalaksana khusus sesuai dengan keadaan anak. Telah dibuktikan, bahwa ASI dapat diterima dengan baik oleh anak yang muntah dan mencret. ASI mempunyai manfaat untuk anak dengan diare, karena : – ASI dapat digunakan untuk mengganti cairan yang hilang. – ASI mengandung zat-zat gizi yang berguna memenuhi kecukupan zat gizi selama diare yang dengan sendirinya diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan. – ASI mengandung zat kekebalan terhadap kuman penyebab diare. – ASI mengandung zat yang bermanfaat untuk pertumbuhan sel selaput lendir usus yang biasanya rusak akibat diare. Anak menderita diare yang mendapat ASI, lamanya diare lebih pendek serta lebih ringan dibanding anak yang tidak mendapat ASI. Kecuali diare, bayi seringkali menderita muntah. Muntah pada bayi dapat disebabkan berbagai hal. Tatalaksana khusus tergantung pada latar belakang penyebabnya. Menyusui bukanlah kontraindikasi untuk anak muntah, dan anak dengan muntah dapat menerima ASI dengan baik. Susuilah bayi dalam posisi duduk, sedikit-sedikit tetapi lebih sering. Buat bayi bersendawa seperti biasanya, tetapi jangan menggoyang-goyang badan bayi, karena dapat merangsang muntah kembali. Kalau ibu ingin menidurkan bayi, tidurkan dalam posisi tengkurap atau miring, karena posisi telentang memungkinkan bayi tersedak akibat muntah yang terjadi.
Bayi kuning / ikterik Ikterus adalah manifestasi hiperbilirubinemia yang bisa dilihat, yaitu pada kulit dan sklera. Pada orang dewasa ikterus terjadi bila kadar bilirubin serum mencapai 2 mg/dl atau lebih, sementara pada bayi baru lahir ikterus jarang timbul sebelum kadar bilirubin serum mencapai 7 mg/dl. Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, yang berasal dari hemoglobin, mioglobin, sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Sebagian besar berasal dari hemoglobin dalam eritrosit. Bayi baru lahir menghasilkan bilirubin kira-kira 8.5 mg/kgBB/hari, kira-kira 2 kali lipat produksi orang dewasa yang sekitar 3.6 mg/kgBB/hari. Perbedaan ini disebabkan jumlah eritrosit neonatus relatif per kgBB lebih banyak, umur eritrosit lebih pendek (2/3 umur eritrosit orang dewasa) dan produksi dari non-eritrosit juga lebih banyak. Untuk membedakan ikterus neonatus fisiologis atau bukan, ada patokan dari Maisels (1981), yaitu bila ada salah satu faktor berikut berarti bukan suatu ikterus fisiologis : – ikterus muncul pada 24 jam pertama. – konsentrasi bilirubin serum total meningkat lebih dari 5 mg/dl per hari. – konsentrasi bilirubin serum total lebih dari 12.9 mg/dl pada bayi cukup bulan dan di atas 15 mg/dl pada bayi prematur. – konsentrasi bilirubin indirek serum di atas 1.5 – 2 mg/dl. – ikterus berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi prematur. Publikasi terakhir di negara Barat menunjukkan kecenderungan peningkatan frekuensi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI dibandingkan bayi yang mendapat susu buatan. Kadar bilirubin serum apda hari 3-4 di atas 12 mg/dl dilaporkan antara 11% sampai 26%. Pada kelompok bayi yang mendapat ASI dengan hiperbilirubinemia ini, kadar bilirubin direk, kadar Hb, jumlah retikulosit, hemogram, keseluruhannya dalam batas normal. Juga tidak ditemukan kelainan fisik maupun aktifitas bayi ataupun inkompatibilitas golongan darah. Beberapa faktor penyebab dinyatakan berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi mendapat ASI yaitu : – aktifitas senyawa pregnane-3-a, 20-b-diol yang ditemukan dalam ASI. – kadar lipoprotein lipase yang tinggi pada ASI bayi hiperbilirubinemia, diduga sebagai penghambat aktifitas konjugasi bilirubin. – enzim glukoronil transferase diduga menghambat fungsi kandungan asam lemak rantai panjang non-ester dalam ASI – keadaan kekurangan cairan maupun kalori pada bayi mendapat ASI pada hari-hari pertama setelah lahir diduga sebagai faktor penyebab hiperbilirubinemia. – kandungan enzim b-glukoronidase dalam ASI, diduga memegang peranan dalam terjadinya hiperbilirubinemia. Enzim ini mengubah bilirubin indirek dalam intestinum menjadi bilirubin direk untuk diabsorpsi kembali. Faktor-faktor dugaan penyebab ini ternyata belum dapat dibuktikan. Dapat disimpulkan bahwa laporan kecenderungan kenaikan frekuensi hiperbilirubinemia pada bayi mendapat ASI dengan frekuensi yang bervariasi dan faktor penyebab belum dapat diketahui dengan pasti. Dalam masalah penanganan hiperbilirubinemia pada bayi yang cukup bulan yang mendapat ASI dengan kadar bilirubin total tinggi sedangkan klinis keadaan umum bayi normal, tidak diperlukan tindakan yang dapat mengganggu kelestarian menyusui. Protokol dapat lebih mendorong ibu untuk menyusui lebih sering tanpa memikirkan suplementasi atau penghentian laktasi. Penghentian pemberian ASI karena ketakutan kern-icterus tidak beralasan, karena akan memberi kesan bahwa ASI menyebabkan hiperbilirubinemia dan akan mempengaruhi keyakinan ibu dalam menyusui. Ada tiga hal yang sering dipermasalahkan oleh petugas kesehatan atau ibu pada pemberian ASI bayi cukup bulan, yaitu penurunan berat badan, ikterus dan kenaikan suhu badan yang diduga karena dehidrasi. Berdasarkan penelitian tidak terdapat hubungan antara penurunan berat badan, ikterus dan kenaikan suhu badan bayi. Ketiga keadaan ini bukan merupakan suatu masalah pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI.
Â
Â