Bidan Kita

Home Baby care MY ECSTATIC BIRTH : Melahirkan Maulana Yusuf Ghifa

MY ECSTATIC BIRTH : Melahirkan Maulana Yusuf Ghifa

0

Usia kehamilan saya menginjak 41 minggu 2 hari saat Yusuf lahir ke dunia, Rabu 24 Agustus 2011 jam setengah 4 sore. Dua hari sebelumnya saya benar-benar masih ragu, bisakah segala upaya yang saya kerahkan selama ini membuahkan hasil yang manis?  Akankah Yusuf lahir sendiri alami tanpa obat-obatan? Bagaimana bila kontraksi alami itu tak kunjung terjadi juga? Mulai berani membuat visualisasi kepasrahan diri bila kami harus menjalani induksi atau bahkan operasi Caesar. Apapun yang menjadi kehendakMu, tetap akan terjadi Ya Allah… Saya menutup diri dan lebih berfokus ke dalam. Sambil berjalan atau melakukan sesuatu, sesekali saya coba masuk ke dalam tubuh janin saya, mencoba meresapi apa pesannya, apa yang dirasakannya, dan apa yang diinginkannya. Kerja sama kami berempat selama ini sudah bagus sekali. Selalu berusaha melewatkan waktu dengan hal-hal menyenagkan seperti nonton, makan, ngemall. Minggu lalu saya katakan pada suami bahwa yuk kita puas-puasin untuk sedikit hedonis selama 3 hari ini, kan nanti dedek datang kita sudah nggak bisa kemana-mana lagi.

Pada hari Senin saya dan bidan saya berkomunikasi via Blackberry Messanger, dia sudah sampai dari event pelatihan di Bali dan sekarang siap untuk menunggu komando dari saya. Saya pesankan supaya dia istirahat dulu biar staminanya pulih kembali. Dia juga berpesan kalau bisa saya buat campuran jus jeruk, telur kampung dan castor oil untuk diminum supaya bereaksi sebagai induksi alami. Wah sayang sekali castor oil susah didapat kalau mendadak begini. Cari alternatif lain dulu deh, saya dan mama memutuskan untuk pergi berbelanja bekal makanan selama pembantu pulang mudik nanti. Masih semangat jalan kaki seputaran Plaza Pondok Gede dan sesekali terasa dorongan dan perasan ringan dari rahim saya. Ayo…ayo lanjutin terus, ini yang aku tunggu-tunggu… Tapi ternyata hari itu memang belum saatnya. Malam harinya saat suami pergi keluar, saya minta supaya beli jeruk Sunkist yang banyak untuk dibuat jus. Castor oil tidak punya, jus jeruk saja bolehlah dicoba, yang penting efek cuci perutnya sama. Setibanya di rumah suami tidak saja membawa jeruk, tapi juga durian setengah buah. Buat saya semua ujarnya, ckckck.

Selasa pagi pesan BBM dari Bidan Yesie mengatakan bahwa dia akan berangkat ke Jakarta keesokan harinya, dia ada feeling kalau tidak besok ya lusa adik Yusuf bakal lahir. Wah saya dibilang seperti itu malah jadi panik sendiri, apa iya? Saya kok belum merasakan apa-apa? Sementara dalam hati saya juga sangat mengidamkan persalinan itu untuk segera tiba. Agak takut bila Selasa berganti menjadi Rabu, pihak Rumah Sakit X akan menelpon ke rumah atau ke HP untuk menagih janjiku datang untuk induksi. Ya Allah…saya takut beneran.. Tapi rasa takut itu malah memacu saya untuk semangat mencari castor oil di segenap penjuru seller online dan menelpon semua swalayan yang menjual bahan-bahan organic seperti Ranch Market, Food Hall, Total Buah Segar dan lain-lain. Hasil nihil, tapi harapan masih ada. Padahal ternyata manfaat castor oil untuk persalinan memang bagus sekali setelah saya cek di internet. Masyarakat Bali rata-rata akrab dengan manfaat castor oil untuk para ibu hamil yang sudah masuk bulannya. Penggunaan di saat yang tepat akan memberikan efek yang cepat namun alami, tidak seperti rumput Fatima yang lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Baiklah, saya belum berjodoh untuk minum castor oil…semoga Tuhan memberikan jalan lain.

Pukul 2 siang saat saya nyaris tertidur melakukan relaksasi hypnobirthing, Bidan Yesie menelpon dan memastikan besok siang akan berangkat, dia akan mengupayakan induksi alami ke saya serta relaksasi juga untuk mempercepat proses. Sembari menunggu selama semalam ini, saya ditugaskan untuk menekan titik-titik akrupesur tertentu, kalau bisa (maaf) bercampur dengan suami, juga makan nanas atau durian (setelah menutup telpon saya langsung makan durian semalam tiga biji, kok ya feeling suami saya dapet sampai membelikan saya durian sebanyak ini). Selain itu Bidan Yesie juga bilang akan sangat bagus sekali kalau saya bisa datang ke Klinik Pro V di Permata Hijau untuk melakukan terapi NTS (Neuro Tendo Stimulation) dengan Suhu Haryanto, efek dan energi saya akan selaras setelahnya. Sayapun sebagai klien yang kooperatif langsung menghubungi Pro V saat itu juga untuk membuat janji di Rabu pagi keesokannya. Ternyata terapis NTS bapak Haryanto tidak berpraktek hari Rabu, hanya Selasa-Kamis.  Entah didorong oleh kekuatan apa, sayapun sore itu berangkat jam setengah 6 sore menuju Pro V, sendirian naik taksi. Nekat memang, tapi rasa cinta yang begitu besar kepada adik Yusuf memang bisa membuatku melakukan apa saja. Alhamdulillah suami tercintaku juga manut-manut saja saat saya pamit pergi dan minta tolong dia jaga Baim. Dia cuma Tanya balik jam berapa Bun? Saya bilang jam 8 Insya Allah.

Pukul setengah 7 malam sampai di Pro V, disambut ibu Lanny Kuswandi yang ramah dan baik luar biasa, saya mendaftar, menumpang Sholat Maghrib, lalu langsung diterapi NTS oleh Suhu Haryanto. Selama diterapi Ibu Lanny selalu mendampingi di dalam ruangan sambil mengecek perut saya, memancing Yusuf bergerak lalu mengelus-elusnya. Terapi selesai dalam 1 jam dan sayapun pulang. Tiba di rumah pukul 21.30 malam, lalu tidur seperti biasa dengan ayah dan Baim.

Rabu jam 01.00 dini hari sembari tidur mulai merasakan perasan-perasan rutin diperut. Hey…mantap sekali efek NTS nya…ayo lagi. Saya sungguh menikmatinya, ini yang sudah ditunggu sejak lama. Pingin sekali mengabari Bidan Yesie tapi ini kan dini hari, dan masih ringan kok rasanya, nanti saja deh… Jam 03.00 saya niatkan bangun untuk sholat Tahajud, lalu duduk di atas bola bersalin. Suami terbangun sebentar, saya bisikkan “udah berasa mules kontraksi Yah…tapi dikit-dikit, enak gak kaya dulu”. Dia tidur lagi, tapi ganti-ganti posisi terus sambil ngomong “ah…udah gak bisa tidur nyenyak kalo begini…”

Jam 03.45 alarm sahur berbunyi, Baim terbangun kaget dan manja minta nenen. Saya pikir biar lebih oke dan cepat kontraksinya saya kasih saja. Nggak tahunya setelah tiga atau 4 hisapan, gelombang rahim yang agak besar datang dan blessss….ketuban saya pecah. Sekarang saatnya bilang “Oow…!” dan mulai panik beneran. Saya lari ke kamar mendi dan mendapati daster saya basah, air ketuban keluar lumayan banyak, jernih tidak kelihatan warna apa-apa. OhTuhan….yang saya takutkan terjadi, saya pecah ketuban duluan, sudah tidak bisa waterbirth dengan optimal lagi deh… Saya langsung menghubungi para Bidan.. Karena panik saya juga menelpon Bu Lanny minta pendapat gimana ya kira-kira dengan Bidan Yesie yang berangkat siang ini apakah masih kekejar? Beliau menyarankan supaya tenang, bed rest dan banyak minum air putih atau Pocari. Beliau akan berusaha datang duluan supaya saya tenang.  Baim langsung diungsikan ke nanny nya. Alhamdulillah semua sangat baik dan menenangkan.

KALA 1 PERSALINAN

Jam 05.00 Tante Pardjo datang, mengelus dan memijat saya. Background musik well being sudah dipasang, lilin aromaterapi sudah dinyalakan. Ruangan gelap, udara subuh segar masuk lewat jendela. Saya disarankan untuk berbaring miring ke kiri. Ruangan ini telah menjadi tenang seperti kuil.

Jam 06.00 Reza Gunawan guru Trauma Healing dan Self healing saya menelpon, berpesan kalau KPD itu standar Rumah Sakitnya adalah bisa bertahan selama 12 jam. Namun bila kondisi kita di rumah, bed rest, minum banyak, dan tenang, ada yang bertahan hingga 3×24 jam. So tenang saja dan selamat ya, ujarnya. Hebat dan positif sekali orang-orang ini, belum lahir saja sudah kasih selamat. Saya beruntung deh pernah belajar sebentar dan memetik ilmu dari mereka.

Jam 07.30 Bidan Yesie mengabari sudah ada di pesawat menuju kesini. Alhamdulillah bisa berangkat dengan jadwal yang lebih cepat, semoga berjodoh dengan Yusuf. Dia menyuruh saya untuk mensterilkan kolam lalu dipompa. “Lho saya bingung, bukannya kalau KPD sudah tidak disarankan waterbirth mba?” Tanya saya. “Kita lihat nanti bagaimana ya, disiapkan saja dulu semuanya”.

Jam 08.00 Ibu Lanny datang, membuat saya jauh lebih percaya diri lagi. Kondisi tenang dan damai sehingga rembesan akhirnya mulai stagnan berhenti, kontraksi juga kembali jarang. Adik Yusuf lagi nungguin bidannya. Ibu Lanny dan Tante Pardjo asyik mengobrol sendiri dengan suara rendah. Suasana kamar saya yang akrab, tenang, membuat definisi waktu jadi bias. Inilah ruang bersalin terbaik di dunia, pikirku. Saya terus rajin melakukan siklus minum-berkemih-minum-berkemih demi terjaganya kuantitas air ketuban yang sudah pecah ini.

Jam 10.00 Bidan Yesie dan asistennya tiba di rumah. Background musik sedang memutar CD Katahati Institute nya Bapak Erbe Sentanu berisi Dzikir Istighfar. Setelah kami bersalaman dan cium pipi, dengan sigap mereka menyiapkan peralatan. Kemudian Bidan Yesie melakukan cek dalam dengan lembut. Alhamdulillah tidak sakit seperti dulu persalinan Baim, saya hanya merasa terdesak. Serviks saya sudah lunak, pembukaan 4, namun kepala Yusuf masih jauh di atas nih… Harus diupayakan induksi alami, mobilisasi dan homeopati. Sayapun disuruh jalan-jalan meski perlahan, duduk di bola bersalin melakukan gerakan pusaran, dan menggoyangkan pinggul (pelvic rocking). Senangnya bisa keluar kamar juga, berjalan-jalan mengitari rumah, bisa melihat keluar jendela, bunga-bunga dan tanaman di luar, nikmat sekali bisa mengambil energi dari alam. Karena merasa saya sudah aman bersama bidan saya, Ibu Lanny minta pamit karena ada urusan lain.

Jam 12 siang saya makan sambil tiduran. Kemudian dilakukan relaksasi hypnobirthing. Saya membujuk Yusuf supaya mau turun dan segera bertemu kita semua, saya puji dia anak pintar dan jenius, dia tahu apa yang harus dilakukan tanpa ada yang mengajari. Kontraksi saya terasa menguat saat saya berada dalam kondisi hypnosis itu, namun dengan otomatis saya bisa menyalurkannya lewat nafas panjang dan dalam, lalu dihembuskan keluar dengan panjang diiringi suara, kadang “aaaah” kadang “omm”, apapun yang saya rasa benar. Saya memilih untuk menikmati setiap kontraksi yang datang daripada harus melawannya. Mama yang sempat mampir untuk melihat kondisi saya jadi bingung, tiap kali kontraksi kok saya malah mendesah J. Bidan bilang cara itu bagus sekali untuk menyimpan energi dengan efisien dibandingkan kalau kita teriak-teriak, tangan mengepal dan nafas memburu. Saat kontraksi berakhir, saya bernafas seperti biasa, bisa mengobrol, mendengarkan para bidan saya bergosip ria, pokoknya terasa seperti di rumah…karena memang saya berada di rumah

Waktu terus berjalan, cek rutin Doppler terus dilakukan, Alhamdulillah detak jantung Yusuf selalu stabil dan kuat, arjuna ku sedang berjuang turun menuju dunia. Namun sepertinya ada sesuatu yang salah, baik saya maupun para bidan menyadarinya. Kontraksi saya ringan sekali, tidak sampai 30 detik durasinya. Sayapun yang mengalami itu merasa aneh, ini rasanya jauh sekali dengan melahirkan anak pertama dulu dengan induksi. Enak, enak sekali, tidak sakit, hanya mulas. Skala 5 dari rentang 1-10. Sedangkan nyeri induksi waktu dulu bisa mencapai 9,5 skalanya. Bidan saya mulai khawatir kontraksi ringan ini tidak cukup efektif membawa bayi saya turun lebih jauh. Saya juga mulai jadi ragu, beneran nggak sih ini sudah benar kontraksinya… Merekapun melakukan induksi alami lebih giat lagi dengan sentuhan-sentuhan dan tekanan di titik tertentu untuk merangsang keluarnya endorphin.

Jam 13.30 saya tidak bisa menahan kantuk, badan sudah mulai lelah terjaga dari dini hari tadi. Sambil duduk di bola bersalin sambil dielus-elus di sana sini oleh 3 orang membuat kepala saya kadang-kadang terjatuh karena ngantuk, persis seperti ketiduran di angkot. Saya minta tidur sebentar, dan bisa! Sambil sesekali kontraksi tetap datang sehingga saya terbangun lagi untuk menggenggam tangan bidan. Baru kali ini saya tahu bahwa kita bisa tertidur di tengah-tengah proses persalinan. Bu Lanny yang sudah selesai urusannya tiba kembali di rumah untuk mendampingi saya, sambil saya tidur itu beliau mengelus tangan saya sambil mensugestikan bahwa bayi akan tetap turun ke bawah, semakin tertidur pulas, tidur yang sehat, bayi terus menuju ke bawah. Lalu kontraksipun datang. Begitu seterusnya.

Entah ada berapa menit atau jam yang terlewatkan, yang saya kurang bisa mengingat ada kejadian apa saja waktu itu. Yang penting saya sungguh mengalami distorsi waktu secara otomatis. Bidan saya secara bergiliran juga beristirahat. Bidan Yesie malah menyempatkan diri untuk meditasi di ruang tamu. Intinya selama itu saya selalu menerima limpahan kasih sayang, diperlakukan layaknya permaisuri, segala bentuk usapan dan belaian dikeluarkan untuk memicu endorfin. Terngianglah kembali suara Michel Odent di kepala saya, lalu saya katakan dengan jelas “yang penting dalam persalinan adalah keluarnya endorfin hingga menekan adrenalin…”

Jam 15.00 saat semua sudah mulai merasa sedikit kepayahan, penuh ketidaktahuan kapan bayi ini lahir, tercetuslah ide dari ibu Lanny untuk melakukan posisi berjongkok sambil bersandar ke bola, lalu melakukan ayunan rutin ke atas dan ke bawah. Saat beliau mencontohkan posisi tersebut, hmm terasa seperti akrobat. Namun setelah saya coba, saya bisa melakukannya, dan enak sekali. Saat pinggang dan bokong mulai pegal saya istirahat sebentar di kursi dingklik untuk kemudian mulai lagi. Tidak disangka ternyata posisi dan gerakan tersebut menurunkan kepala bayi saya jauh lebih cepat dari yang dikira. Saat dilakukan cek dalam ternyata saya sudah bukaan 8 dan kepala sudah tersentuh saat dua ruas jari masuk. “Wow, ini adeknya pintar sekali” kata bidan Yesie. Langsunglah suami saya dikomando untuk segera memasukkan air panas ke dalam kolam yang sebagian sudah diisi air dingin itu. Semua sudah mulai sibuk, sibuk-sibuk bahagia. Bidan Yesie keluar mencari bunga-bungaan untuk dimasukkan ke dalam kolam. Perut saya yang merasakan kondisi bersemangat itu juga turut intens meningkatkan kekuatan perasan dan tekanannya, desahan sayapun semakin kuat hingga suamiku malah tertawa mendengarnya. Jadinya saya akan tetap mengeluarkan bayi di dalam air. Ketuban pecah dini bukan halangan untuk melakukan waterbirth, hanya saja memang tidak bisa masuk air semenjak bukaan 6 seperti kasus-kasus normal. Saya hanya boleh menumpang mengeluarkan bayi saat bukaan lengkap. Selama menunggu pembukaan, saya harus mengelola rasa nyeri kontraksi dengan cara lain di luar kolam. Lagipula nyeri yang saya rasakanpun tidak seberapa ternyata, sungguh. Hanya mulas-mulas seperti ingin buang air. Meski tidak bisa lama-lama di air; proses kelahiran Yusuf akan tetap gentle, bayi akan menyentuh air terlebih dahulu sebelum berkontak dengan udara, transisi yang sungguh lembut. Setelah kolam dan air siap, saya disuruh untuk buang air kecil terlebih dahulu. Buang air kecil sangat penting sebelum kala 2 kelahiran bayi. Kandung kemih yang kosong menghasilkan chakra dasar yang kuat untuk mengeluarkan bayi. Sayapun ke kamar mandi untuk berkemih, saya coba dengan posisi berdiri, namun tidak berhasil mengeluarkan apapun dari kandung kemih ini. Sayapun bertanya dari dalam “Mbaak, kok nggak bisa keluar?”. Bidan Yesie melongok ke dalam sambil menyuruh supaya sambil duduk di kloset. Saya coba, berhasil keluar sedikit. Lalu ketika saya bangit dari kloset, detik itupun datang…

KALA 2 PERSALINAN

Saat saya bangkit dari kloset, ada rasa nyeri hebat yang sebenar-benarnya. Inilah nyeri sesungguhnya. Nyeri karena dorongan sesuatu dengan kekuatan yang begitu besar. Tak kuasa saya mulai berteriak panik karena reflek. Sensasi campur aduk ini sungguh tidak bisa dijelaskan. Bidan Yesie serta merta datang memegang dan memeluk saya. Lagi-lagi, sama saja seperti kejadian saat saya melahirkan anak pertama, kata-kata tidak senonoh itu spontan terlontar dengan keras “Mbak Yesiieee!! FESESNYA MAU KELUAAAARR!!! FESESNYA MAU KELUAAAARRRRR!” Sambil saya menangis. Sekian mili detik saya kembali ke kejadian dua tahun lalu.

“DOKTEEEER SAYA MAU E”*G!!!!”

Lalu kembali ke saat ini dua tahun kemudian, dengan teriakan yang sama nyaringnya, terdengar jelas ke telinga semua orang di ruangan itu.

“MBAAAK  FESESKU MAU KELUAAARRR!”

Melahirkan sungguh tak pernah terasa sopan buatku.

“Nggak apa-apa, biarin keluarkan aja”

Saya mohon maaf kepada segenap pembaca yang budiman, yang terjadi berikutnya seiring satu gelombang besar kala 2 persalinanku adalah : pluk, pluk, di lantai, lalu tetesan darah. Yakin isi colonku sudah bersih, aku berjalan pelan dipapah menuju kolam, kepala Yusuf sudah benar-benar di ujung. Saat panggul sudah terendam dalam air, cesss….rasanya seperti bokong kebakar yang disiram, legaaa sekali. Aku menggerung berulang-ulang seperti mamalia, dalam posisi setengah berjongkok, tangan menyandar ke dinding kolam, mengumpulkan energi untuk aksi berikutnya. Saya bingung sekali karena tubuh saya bekerja sendiri mendorong kepala bayi, tidak ada istilah mengejan apalagi di bawah instruksi. Tak berapa lama kemudian, gelombang pasang berikutnya tiba, dan saya tahu inilah saatnya, saya ikuti gelombang itu dengan raungan panjang dan nyaring “AAAAAAARRRRRRRGH!” seperti ingin menyampaikan kepada dunia bahwa inilah kelahiran anakku. Ada satu titik dimana segenap tubuh ini menyerah dalam otak reptil saya, saya hanya ingin bangkit dan mengaum seperti singa. Kedua bidan saya masih berada di depan saya sebelum akhirnya Mbak Ulya sang asisten yang menjaga di belakang saya berujar keras sambil menunjuk-nunjuk “ibu! Kepala! Kepala!”. Semua bidan beralih ke belakang tubuh saya, menangkap kepala, lalu mengecek posisi bayi, dan mengatakan dia perlu bantuan saya untuk mengejan sekali saja. Saya lakukan itu sekali dengan kuat dan beberapa saat sesudahnya saya dengar tangisan Yusuf dibelakang sana. Wah syahdu sekali, suamiku yang dari tadi selalu ada namun hanya berani mengamati, langsung memegang tangan saya dan mencium saya “Good job, bun”. Saya menangis bahagia. Maulana Yusuf Ghifari lahir pukul setengah empat sore, tepat 30 menit setelah kami semua nyaris resah dan putus asa. That”s exactly how the greatness of Allah SWT works.

KALA 3 PERSALINAN

Pelan-pelan saya membalikkan badan sembari melangkahi tali pusat yang masih terhubung ke dalam perut saya. Saya terima baby Yusuf di tangan, kemudian merasakan cocktail of love seperti yang dikatakan Michel Odent. Kini perang hormon telah usai, tinggal hormon-hormon cinta yang berpadu, entah berapa jenis hormon cinta, saya merasakan semuanya. Badannya begitu mungil, kulitnya masih setengah biru, matanya mengerjap-ngerjap. Mama datang memberi selamat, papa juga, semua larut dalam kebahagiaan di gua privat ini. Lalu saya diajak untuk melahirkan plasenta di luar kolam, saya langsung bisa berjalan keluar kolam menuju tempat tidur sambil mendekap Yusuf di dada saya. Plasenta saya lahir dengan lancar. Pertanyaan saya kepada bidan “Apakah panjang dan ukuran tali pusatku mencukupi syarat untuk dilakukannya Lotus Birth mbak?”. “Oke, bisa ini”. Alhamdulllah keinginanku untuk Lotus Birth terwujud. Selanjutnya, semua kegiatan orang-orang di kamar ini   tak ada artinya lagi. Hanya ada Yusuf dan saya. Bidan Yesie berujar saya perlu dijahit karena ada sedikit robek namun lurus dan rapi karena robeknya di dalam air, posisi kepala Yusuf tadi ternyata posterior, jadi manuver putaran paksi kepala Yusuf untuk mengeluarkan bahu dan seluruh tubuhnya merobek sedikit jalan lahirku. Kubilang silahkan dijahit saja, aku asyik sendiri dengan IMD sekaligus bonding pertama dengan Yusuf. Waktu semakin menjadi distortif. Selama pembukaan berjam-jam tadi aku merasakannya cepat, sedangkan setelah lahir, semuanya seakan berjalan dengan gerak lambat. Bu Lanny (sekarang aku memanggilnya Ibu Peri yang baik hati) berkata “Beneran ya bu Hanita, akhirnya kita sudah menjadi bukti”. Terlalu banyak hal yang menari-nari indah di kepala seperti kaleidoskop, segala usahaku, keteguhan belajarku, kemudian orang-orang hebat ini dengan sendirinya didekatkan oleh Allah kepadaku, lalu sekarang Yusuf lahir lembut dan selamat di dadaku, inilah ecstatic birth. Dengan mengalami sendiri cara Yusuf lahir ke dunia, maka semakin ingin dan semakin besarlah panggilanku. Aku bersedia melakukan apa saja agar wanita lain merasakan hal yang sama, pengalaman yang sama, air mata bahagia yang sama.

Terimakasih ibu Lanny Kuswandi sang ibu Peri, pendampingannya di saat-saat terakhir menjelang persalinan akan selalu saya ingat.

Terimakasih Bidan Yesie yang dari detik pertama sudah sangat sinergis dengan segala prinsip dan keinginan saya, kami mengagumi guru-guru yang sama, membaca artikel-artikel yang sama, kamulah soulmateku di bidang kebidanan, mbak..

Terimakasih Bidan Ulya sang asisten yang lucunya minta ampun, selalu memecah kesunyian dengan humor, namun segera hening kembali memegang erat tangan saya tiap saya memberi kode kontraksi sedang datang.

Terimakasih Tante Pardjo, yang sudah stand by dari sebelum semua muncul, dan stay sampai setelah semuanya pulang untuk mengobservasi perdarahan saya selama 2 jam.

Terimakasih mama papa yang sudah mau menerima konsep-konsep persalinan ini. Membantu menjaga Baim saat saya tidak bisa menjaganya. Rumah dan naungan kalian selama 2 bulan ini sudah membuat semua ini berhasil terjadi.

Terakhir, terimakasih yang sugguh besar untuk suamiku..yang sejak awal sudah sangat mendukung meski tanpa berperan aktif. Cukup dengan mengijinkan saya melahirkan dengan cara saya, pilihan saya, pandangan saya, itu saja sudah sangat besar tak terkira maknanya buat saya dan Yusuf. Dia menerima saya dengan segala keanehan saya, kehausan wawasan serta passion saya yang terkadang merepotkan dan tidak lumrah. Dia yang meski sangat logis dan konvensional namun tak banyak melarang saat saya mengikuti sekian pelatihan pembersihan trauma dan penyembuhan holistik. Dia yang rela kutinggalkan sendiri kesepian demi mengejar keinginanku. Dia yang melangsing karena terlalu sering makan apa adanya, seringkali hanya mie instan. Dia yang dulu terpekik ngeri melihat sekian gambar bayi lotus birth yang “sengaja” saya tayangkan di layar komputernya, kini akhirnya mengijinkan dan menyukai anaknya menjadi satu dari sedikit Lotus Baby yang ada di dunia. Terimakasih ayah, sungguh cintamu tak terkira adanya.

Yes I say it aloud…I will do anything, yes, anything to make other women have this experience, their own ecstatic birth…

PASCA PERSALINAN

Semua begitu mulus dan indah. Tidak ada kata begadang dalam kamus Maulana Yusuf Ghifari, anak ini lahir dengan sangat sadar dan minim trauma. Kondisi saya kuat, lebih baik dari pengalaman sebelumnya. Satu jam setelah bersalin saya BAK sendiri, tidak ada kateter, tidak ada perut diremas-remas paksa untuk mengosongkan urin. Di hari ketiga saya bisa BAB dengan lancar. Perdarahan saya berkurang dengan cepat. Hari keempat nyeri jahitan saya hilang, duduk-bangun-jalan sudah tidak kikuk lagi. Menyusui sama sekali bukan masalah, yusuf menggemuk dengan cepat di minggu pertama hidupnya. Satu-satunya alasan Yusuf bisa menangis kencang sekali setengah mengamuk adalah tak sabar ingin minta nenen. Minumnya Alhamdulillah banyak sekali sampai marah-marah tidak mau ditunda. Lotus Birth berjalan lancar dengan dukungan semuanya. Tidak ada istilah jaundice, karena selain kami melakukan Lotus Birth, cahaya matahari pagi Alhamdulillah juga lagi bagus sekali. Menjemur Yusuf adalah waktu paling favoritku sambil tafakur alam, menikmati hangat matahari, kicauan burung, udara bersih, berada di sini kini. Mama takjub sekali melihat pengaruh Lotus Birth terhadap ketenangan Yusuf, dia barulah memuji saya “Dek…kamu tuh aneh tapi ternyata anehnya bagus dan bermanfaat ya”. Akhirnyaa mamaku bangga punya anak setengah dukun . Baim juga mengerti bahwa sementara ini dia harus jarang bersama bundanya, karena bunbun sedang menyusui adiknya on demand tanpa henti. Rasa sedih sih pasti ada, saat ayah harus kembali ke Riau, kami harus berpisah sementara; atau saat saya sedang kangen sekali sama Baim, lalu dia datang dan memeluk saya kuat dan lama sekali, aah terharu… Nak, Bunbun yakin waktu akan berjalan cepat. Adikmu akan cepat besar dan kuat, kalian akan segera bermain bersama. Kalian akan tumbuh bersama menjadi dua perjaka tampan. Bayangan Bunbun sudah melayang-layang ke beberapa tahun ke depan di mana kita berempat akan melewatkan waktu indah bersama, liburan, petualangan, belajar dan bersenang-senang. Life is good, many sweet things are waiting in front of us…

Bunda sekalian yang selalu dekat di hatiku…hamil dan melahirkan tidak terjadi setiap hari dalam hidup kita. Seumur hidup mungkin hanya dua atau tiga kali. Berikanlah dan curahkanlah yang terbaik untuk diri anda sendiri dan bayi anda. Karena saya, anda, kita semua adalah permaisuri keluarga. Siapapun berhak mendapatkan Gentle Birth/Ecstatic Birth, raihlah dan usahakanlah sebisa mungkin. Saya telah menjadi bukti hidup, dan saya ingin anda semua juga…