Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth Apa yang bisa pengaruhi Fase MENGEJAN?

Apa yang bisa pengaruhi Fase MENGEJAN?

0
Apa yang bisa pengaruhi Fase MENGEJAN?

2. Lelah Fisik dan Mental

Bayangkan ibu sudah kontraksi 12–18 jam, belum makan enak, belum tidur, dan langsung disuruh “Ngejan ya, Buuun!”
Tubuhnya mungkin masih bisa diajak kerja. Tapi jiwanya?
Mungkin dia cuma pengen bilang:

“Boleh gak aku rebahan 5 menit aja dulu?”

Menurut Penny Simkin (2020), kala II akan jauh lebih efektif jika ibu masih memiliki cadangan energi, istirahat yang cukup, dan tidak merasa terburu-buru.
Tapi sayangnya, banyak ibu tidak diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak sebelum mengejan, padahal istirahat sebentar bisa memperbaiki kualitas dorongan.

Gentle birth mengajarkan bahwa “pause bukan berarti gagal.” Tapi justru memberi tubuh kesempatan untuk terkoneksi kembali dengan iramanya sendiri.

3. Merasa Diabaikan

Mungkin terdengar aneh: ada suami, bidan, bahkan dokter — tapi kenapa ibu tetap merasa “sendirian di tengah keramaian”?

Karena sering kali semua orang terlalu sibuk dengan:

  • Monitoring CTG

  • Jam dinding

  • Ukuran pembukaan

  • Instruksi-instruksi teknis

Tidak ada yang betul-betul menatap matanya, memegang tangannya, atau memaknai napas berat dan air mata yang turun di pipinya.

Di sinilah gentle birth hadir — bukan dengan alat-alat canggih, tapi dengan kehadiran utuh dan empatik. dan kehadiran yang empatik lebih penting dari sekadar instruksi teknis.

Terkadang, satu kalimat lembut dari suami seperti “Aku di sini” lebih ampuh daripada 10 menit penuh dengan menginstruksikan mengejan.

4. Tekanan Sosial dan Harapan yang Tidak Realistis

“Kamu kan udah ikut kelas gentle birth, masa gak bisa tenang?”
“Kamu kan bidan, harusnya tahu dong cara napas yang benar.”
“Kamu anak kedua lho, masa kayak baru pertama?”

Kalimat-kalimat ini terdengar ringan, tapi dampaknya bisa besar.
Dalam jurnal Midwifery Today (2019) disebutkan bahwa tekanan psikologis saat persalinan dapat menyebabkan ketegangan otot dasar panggul dan memperlambat keluarnya bayi.

Dan yang lebih menyedihkan, banyak ibu akhirnya memendam rasa malu dan merasa gagal — bukan karena prosesnya tidak berhasil, tapi karena harapan orang lain yang tidak realistis.

Gentle birth mengajarkan: setiap kelahiran itu unik. Dan yang paling penting adalah bukan seberapa cepat bayi keluar, tapi seberapa utuh ibu setelah proses itu selesai.

Jadi, kalau kamu merasa kontraksi tiba-tiba melambat atau dorongan mengejan tidak terasa kuat, bukan berarti tubuhmu salah.
Bisa jadi tubuhmu hanya sedang menunggu:

  • Rasa aman

  • Kalimat yang menguatkan

  • Napas yang selaras

  • Sentuhan yang membumi

  • Atau… izin untuk menangis dulu

Karena yang dilahirkan bukan cuma bayi, tapi juga kamu, sebagai seorang ibu baru.
Dan kamu layak untuk hadir sepenuhnya — bukan hanya sebagai tubuh yang mengejan, tapi jiwa yang didukung dan dimuliakan.

Apa yang Bisa Dilakukan Suami dan Bidan Saat Kala II?

Kala II sering kali digambarkan sebagai “momen aksi” — saat ibu mengejan, bayi turun, dan semua orang bersiap menyambut kelahiran. Tapi justru di titik inilah, ibu paling membutuhkan dukungan emosional dan kehadiran psikologis yang utuh.

Suami atau bidan tidak perlu menjadi superhero, pelatih, apalagi komentator pertandingan.
Yang ibu butuhkan hanyalah:
manusia yang hadir sepenuhnya
tanpa tekanan, tanpa penilaian, tanpa agenda

✅ 1. Kata-Kata Lembut dan Validatif

“Tubuhmu tahu caranya.”
“Kamu sudah luar biasa sejauh ini.”
“Napas, Sayang… Aku di sini.”

Mungkin terdengar sederhana. Tapi kalimat seperti ini bisa menjadi jangkar di tengah badai. Ketika ibu mulai kehilangan kepercayaan diri, kata-kata yang lembut dan validatif bisa menyambungkannya kembali dengan tubuh dan jiwanya.

Dalam studi oleh Hodnett et al. (2013), ditemukan bahwa dukungan emosional dari orang terdekat selama persalinan dapat mempercepat proses kala II, menurunkan kebutuhan intervensi, dan meningkatkan pengalaman kelahiran yang positif.

Bayangkan perbedaannya:

  • Dibanding “Ayo dong ngejan!” → lebih baik, “Kalau kamu sudah siap, tubuhmu akan kasih sinyal.”

  • Dibanding “Jangan nangis, bikin bayinya stres!” → lebih baik, “It’s okay, keluarkan aja semua rasa, kamu aman.”

Karena dalam gentle birth, kata-kata bukan cuma bunyi — mereka adalah energi dan sinyal hormonal. Kata-kata penuh kasih akan menyalakan sistem saraf parasimpatis ibu → membuat otot dasar panggul melembut, serviks terbuka, dan tubuh bisa bekerja seperti yang Tuhan desain.