
Banyak ibu bertanya-tanya menjelang hari kelahiran:
“Saat kontraksi datang, apakah aku harus diam saja? Berbaring tenang di tempat tidur? Duduk manis sambil menahan sakit? Atau justru boleh bergerak? Ada nggak sih gerakan khusus yang bisa mempercepat prosesnya?”
Ini bukan pertanyaan sepele. Ini adalah pertanyaan yang sangat mendasar — dan sering kali tidak dijawab dengan benar oleh sistem yang terlalu sibuk menilai “pembukaan sudah berapa” atau “kontraksinya sudah kuat belum”.
Padahal, apa yang dilakukan ibu selama kontraksi sangat menentukan arah dan kualitas proses persalinan:
-
Apakah kontraksi akan menjadi semakin kuat dan teratur?
-
Apakah bayi akan turun dengan lancar ke rongga panggul?
-
Apakah pembukaan akan berjalan alami dan harmonis?
-
Atau justru akan stagnan, menyakitkan, dan berakhir dengan intervensi yang tidak perlu?
Gerakan ibu selama kontraksi bukan hanya soal “boleh atau tidak”, tapi soal memberi tubuh ruang untuk bekerja seperti yang Tuhan desain.
Kita hidup di budaya yang — secara tidak sadar — mengajarkan bahwa sakit harus ditahan, kontraksi harus diam, dan ibu harus “tidur manis” sampai saatnya disuruh mengejan.
Bahkan banyak rumah sakit masih menempatkan ibu terlentang diam dengan infus, terhubung ke monitor CTG, lalu bertanya-tanya mengapa persalinan tidak maju-maju.
Padahal, tubuh ibu itu tidak didesain untuk melahirkan sambil diam seperti itu.
Tubuh ibu didesain untuk bergerak.
Melalui gerakan — entah itu mengayun, menggoyang, membungkuk, merunduk, berjalan, bersandar — rahim, otot, tulang, hormon, dan bayi saling bekerja sama.
Mari kita renungkan bersama:
-
Ketika kita sedang kram perut saat haid, bukankah kita reflek menggoyangkan tubuh atau mencari posisi nyaman?
-
Saat mules atau sakit perut, bukankah kita menunduk atau memegang perut sambil berjalan pelan-pelan?
Maka saat kontraksi melahirkan — yang merupakan bentuk puncak dari kerja rahim dan sistem hormon — mengapa kita justru diminta diam dan tidak bergerak?
Dalam pendekatan gentle birth dan fisiologi kelahiran alami, gerakan tubuh bukanlah gangguan dalam proses persalinan. Justru gerakan adalah bagian dari proses itu sendiri.
Gerakan membantu bayi mencari jalan lahirnya.
Gerakan membantu panggul membuka.
Gerakan membantu pikiran tetap tenang dan napas tetap mengalir.
Dan yang lebih penting:
Gerakan memberi ibu rasa memiliki atas tubuh dan proses persalinannya. Bukan sekadar menjadi pasien yang “menunggu diperiksa dan disuruh”.
Jadi ya, ……
Jawaban dari pertanyaan “Apakah boleh bergerak saat kontraksi?” bukan hanya “boleh”. Tapi:
Harus. Gerak adalah kunci. Gerak adalah doa tubuh. Gerak adalah cara kita menyambut kelahiran dengan aktif dan berdaya.
karena sebenernya
Ibu TIDAK perlu diam. Bahkan sangat disarankan untuk tetap aktif, dengan gerakan dan posisi yang sesuai fase dan kenyamanan.
Gerakan bukan hanya membuat kontraksi terasa lebih nyaman, tapi juga membantu:
-
memfasilitasi penurunan dan rotasi kepala bayi
-
meningkatkan efektivitas kontraksi
-
mengurangi tekanan nyeri di area tertentu
-
mempercepat proses pembukaan serviks
Dalam fisiologi kelahiran, tubuh ibu tidak dirancang untuk diam dalam posisi tertentu terlalu lama — apalagi saat harus bekerja keras dalam proses membuka jalan bagi bayi.
Justru, gerakan adalah bagian alami dari kerja tubuh untuk melahirkan.
1. Gerakan Membantu Mengaktifkan Biomekanika Panggul
Menurut Blandine Calais-Germain dalam Preparing for a Gentle Birth, dan Gail Tully dari Spinning Babies®,* panggul bukanlah struktur kaku seperti mangkuk batu. Ia adalah sistem dinamis yang terdiri dari:
-
Tulang (iliaka, sakrum, tulang ekor)
-
Sendi (SI joint, simfisis pubis)
-
Otot dan ligamen (seperti ligamen uterosakral dan ligamen bulat)
-
Fascia yang menghubungkan semuanya
Ketika ibu bergerak, menggoyang panggul, merunduk, melangkah, atau memiringkan tubuh, maka terjadi:
-
Perubahan bentuk dan volume panggul: bagian inlet (pintu atas) dan outlet (pintu bawah) bisa melebar atau menyempit tergantung posisi tubuh.
-
Peregangan dan pelunakan ligamen yang memfasilitasi turun dan rotasi kepala bayi.
-
Reduksi tekanan statis pada satu titik → distribusi tekanan jadi merata, mengurangi nyeri.
Misalnya:
-
Saat ibu melakukan gerakan melingkar dengan panggul di atas birthing ball, ligamen bisa lebih lentur dan sakrum bisa “bergerak” ke belakang → ruang keluar bayi bertambah.
-
Saat ibu berdiri sambil melakukan lunges, satu sisi panggul membuka lebih lebar → memberi ruang bagi bayi untuk memutar.
2. Gerakan Mengaktifkan Sistem Saraf Sensorik dan Mengurangi Persepsi Nyeri
Dalam neurologi, dikenal prinsip gate control theory of pain (Melzack & Wall, 1965), yang menyatakan:
Ketika tubuh menerima stimulasi sensorik lain (misal: gerakan, sentuhan), maka sinyal nyeri bisa “tersaingi” atau bahkan “terblokir”.
Jadi ketika ibu:
-
Menggoyang pelan
-
Miring kanan-kiri saat berbaring
-
Berdiri sambil menumpu di dinding
-
Berjalan bolak-balik
→ Otak menerima input sensorik yang membuat persepsi nyeri berkurang.
Alih-alih fokus pada sakit kontraksi, otak terbagi perhatiannya pada gerakan tubuh.
Ini juga sebabnya mengapa prenatal yoga atau gerakan intuitif saat bersalin terasa menenangkan: karena kita sedang membantu sistem saraf untuk “mengalihkan” fokusnya.
3. Gerakan Mendukung Produksi Hormon Persalinan Alami
Persalinan fisiologis melibatkan kerja empat hormon utama:
-
Oksitosin (pemicu kontraksi dan bonding)
-
Endorfin (pengurang nyeri alami)
-
Adrenalin/Noradrenalin (respon fight or flight)
-
Prolaktin (penguat naluri keibuan & produksi ASI awal)
Gerakan dan rasa nyaman saat kontraksi akan:
-
Meningkatkan oksitosin → kontraksi makin efektif dan ritmis
-
Meningkatkan endorfin → nyeri terasa lebih ringan, ada perasaan “mengalir”
-
Menurunkan adrenalin → membuat ibu tidak tegang, lebih relaks
-
Memicu dorongan insting mengejan ketika bayi sudah turun
Dalam Hormonal Physiology of Childbearing (Buckley, 2015), disebutkan bahwa:
“Posisi bebas dan gerakan aktif selama persalinan mendukung kerja hormonal dan meningkatkan rasa percaya ibu terhadap tubuhnya.”
4. Gerakan = Rekomendasi Internasional WHO
Menurut WHO Recommendations on Intrapartum Care for a Positive Childbirth Experience (2018):
“Women should be encouraged to be mobile and adopt positions of their choice during labour… Imposing recumbent positions increases the risk of prolonged labour and maternal discomfort.”
Artinya: