Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth Mengapa Ketuban Pecah Dini (KPD) Lebih Sering Terjadi pada Ibu-Ibu VBAC (Vaginal Birth After Caesarean)?

Mengapa Ketuban Pecah Dini (KPD) Lebih Sering Terjadi pada Ibu-Ibu VBAC (Vaginal Birth After Caesarean)?

0
Mengapa Ketuban Pecah Dini (KPD) Lebih Sering Terjadi pada Ibu-Ibu VBAC (Vaginal Birth After Caesarean)?

Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan peningkatan signifikan kasus ketuban pecah dini (KPD), terutama pada ibu-ibu yang merencanakan kelahiran pervaginam setelah operasi sesar (VBAC). Fenomena ini tidak hanya terlihat dalam catatan medis, tetapi juga terasa nyata dalam praktik kebidanan sehari-hari. Banyak bidan dan provider mendapati klien-klien VBAC datang dengan kondisi ketuban sudah pecah, namun tanpa kontraksi atau kepala janin yang belum masuk panggul—sebuah kombinasi yang menantang secara klinis dan emosional.

Kejadian ini seringkali memicu tindakan medis lanjutan seperti induksi atau bahkan operasi sesar ulang, bukan karena kondisi ibu dan bayi yang memburuk, melainkan karena ketidaksiapan sistem menghadapi variasi fisiologis ini dengan bijak dan penuh pemahaman.

Meningkatnya angka KPD bukan hanya masalah kebetulan, melainkan cerminan dari kompleksitas tubuh pasca-operasi, kebiasaan intervensi yang terlalu dini, gaya hidup yang minim gerak, serta tekanan emosional yang dialami ibu hamil menjelang persalinan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita sebagai tenaga kesehatan, pendamping, dan juga calon ibu, untuk memahami lebih dalam mengapa kondisi ini bisa lebih sering terjadi pada ibu VBAC, dan apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya secara holistik dan fisiologis.

Artikel ini akan membedah faktor-faktor penyebab KPD secara sistematis, dimulai dari perubahan struktur rahim akibat operasi sebelumnya, hingga intervensi kebidanan modern dan pola hidup ibu hamil yang memengaruhi kekuatan kantung ketuban dan posisi janin. Dilengkapi dengan referensi ilmiah dan pengalaman praktik di lapangan, semoga artikel ini menjadi panduan yang informatif dan membumi bagi Anda yang sedang mempersiapkan kelahiran penuh kesadaran dan kendali, khususnya dalam konteks VBAC.

Berikut ini beberapa faktor yang bisa mempengaruhi dan diduga dapat meningkatkan pemicu kejadian KPD:

  1. Riwayat Operasi Sesar → Jaringan Parut yang Mengubah Dinamika Rahim

Salah satu faktor utama yang membedakan kehamilan VBAC (Vaginal Birth After Cesarean) dengan kehamilan tanpa riwayat operasi adalah keberadaan jaringan parut pada rahim. Meskipun tubuh perempuan memiliki kemampuan luar biasa untuk pulih dan menyesuaikan, struktur rahim pasca operasi tetap mengalami perubahan yang signifikan, baik secara mekanis, hormonal, maupun jaringan penunjangnya. Perubahan ini bukan hanya memengaruhi proses kontraksi saat persalinan, tetapi juga dapat meningkatkan risiko ketuban pecah dini (KPD), terutama ketika kepala janin belum masuk ke panggul. Untuk memahami akar dari tantangan ini, kita perlu menelaah lebih dalam bagaimana bekas operasi sesar mengubah dinamika fisiologis dan biomekanika rahim.

Operasi sesar (SC) meninggalkan jaringan parut (fibrotik) pada dinding rahim bagian bawah, tepatnya di segmen bawah uterus—area yang paling sering menahan tekanan air ketuban saat kehamilan lanjut.

Perubahan yang terjadi akibat jaringan parut ini meliputi:

  • Penurunan elastisitas: Jaringan parut tidak seelastis otot rahim normal, sehingga tidak mampu merespons peregangan dengan baik saat janin dan cairan ketuban bertambah.

  • Respons tekanan tidak merata: Saat tekanan cairan meningkat, jaringan sehat mampu meredam tekanan secara menyebar, sementara jaringan parut lebih kaku dan cenderung menjadi titik lemah yang menerima beban langsung.

  • Sirkulasi darah lokal lebih rendah: Jaringan parut memiliki vaskularisasi yang lebih sedikit, sehingga proses regenerasi dan adaptasi menjadi lebih lambat.

  • Sensitivitas hormon prostaglandin dan oksitosin menurun: Ini dapat membuat proses pematangan serviks lebih lambat, sehingga kontraksi tidak muncul tepat waktu, sementara tekanan cairan terus meningkat.

  • Tertundanya penurunan kepala janin ke panggul (engagement): Bekas luka kadang membuat segmen bawah uterus lebih “rata” atau tidak membentuk jalan masuk yang optimal, menyebabkan janin “floating” lebih lama.

  • Bila kepala janin belum turun ke panggul, cairan ketuban menekan langsung ke bagian bawah rahim dan leher rahim. Akibatnya, tekanan ini lebih mudah membuat selaput ketuban pecah, terutama bila bagian bawah rahim lebih rapuh karena bekas luka.

Jika kepala janin belum masuk ke panggul, maka tidak ada “segel alami” yang biasanya melindungi leher rahim dari tekanan langsung cairan ketuban. Dalam kondisi ini, cairan ketuban menekan langsung ke serviks dan area bekas luka, sehingga selaput ketuban lebih rentan terhadap robekan dini—terutama bila dipicu oleh aktivitas seperti VT, sweeping, atau kontraksi ringan yang belum terkoordinasi.

Konsekuensi Klinis: