Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna, yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak, jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) ; mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa ; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mummifikasi : janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi ; kulit terkeluas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
Diagnosis dan penanganan
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat ; sering terdapat pula rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologik, bila hal itu dikerjakan. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan ; pembukaan serviks dan adanya jaringan kavum uteri atau vagina.
Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus difikirkan :
· Kehamilan ektopik yang terganggu
· Mola hidatidosa
· Kehamilan dengan kelainan pada serviks.
Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang-kadang agak sukar dibedakan dari abortus dengan uterus dalam posisi retroversi. Dalam kedua keadaan tersebut ditemukan amenorea disertai perdarahan pervaginam, rasa nyeri di perut bagian bawah, dan tumor di belakang uterus. Tapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik terganggu, dapat dilakukan kuldosintesis dan bila darah tua dapat dikeluarkan dengan tindakan ini, diagnosis kelainan dapat dipastikan. Pada mola hidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap mola hidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Karsinoma sevisis uteri, polius serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan tersebut dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis dengan pasti.
Secara klinik dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipien, abortus inkompletus dan abortus kompletus. Selanjutnya dikenal pula abortus servikalis, missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan abortus septik.
ABORTUSÂ IMMINENS
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka dan tes kehamilan positif.
Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini dapat disebabkan oleh penembusan villi koriales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules.
Penanganan abortus imminens terdiri atas :
Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan ber-kurangnya rangsang mekanik.
Tentang pemberian hormon progesteron pada abortus imminens belum ada persesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya dan mereka yang menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron. Apabila difikirkan bahwa sebagian besar abortus didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyakfaktor, maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, mules-mules yang disertai perdarahan serta pembukaan serviks.
ABORTUS INSIPIEN
Abortus insipien ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Prinsip penanganannya adalah :
· Melakukan penilaian yang tepat untuk menjaga kondisi umum pasien.
· Mempercepat proses ekspulsi.
· Memelihara tindakan asepsis selama persalinan.
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat dilakukan dilatasi dan kuretase kavum uteri dengan menggunakan sendok kuret tumpul dalam anestesi umum, ini merupakan prosedur yang aman dan efektif. Alternatif lainnya dapat dilakukan evakuasi dengan suction yang diikuti dengan kuretase.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
Apabila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, sebaiknya pengeluaran plasenta dikerjakan secara digital yang dapat disusul dengan kerokan bila masih ada sisa plasenta yang tertinggal. Bahaya perforasi pada hal yang terakhir tidak seberapa besar karena dinding uterus menjadi tebal disebabkan sebagian besar hasil konsepsi telah keluar.(
Bila perdarahan banyak dengan serviks yang tertutup (curiga plasenta yang berimplantasi rendah), evakuasi uterus dapat dilakukan dengan histerotomi abdominal.
ABORTUSÂ INKOMPLETUS
Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikaslis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Dalam penanganannya, apabila abortus inkompletus disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan NaCl fisiologik atau cairan Ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan. Pasca tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus
ABORTUSÂ KOMPLETUS
Pada abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap. Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfusi.
ABORTUSÂ SERVIKALIS
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
MISSEDÂ ABORTION
Missed abortion ialah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron. Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Dahulu diagnosis missed abortion tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya malahan mengecilnya uterus.
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.
Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, test kehamilan menjadi negatif. Dengan USG dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun.(1,2,3)
Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari satu bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.