Dengan berbekalkan pengalaman kehamilan pertama yang “baik-baik saja” dan proses kelahiran pertama yang menurut saya “lancar-lancar saja”, tiba-tiba saya divonis dengan keadaan yang “tidak baik” dan hal itu membuat saya shock. Walaupun sudah berusaha untuk tidak mengindahkan apa kata dokter, tokh janin umur enam bulan memang masih berputar di dalam rahim, pikiran saya mulai terganggu, dan saya putuskan untuk tidak kembali ke dokter yang sama bulan depan. Knee chest position pun menjadi aktifitas rutin di pagi dan malam hari sebelum tidur. Di trimester ketiga saya mencari dokter lain. Karena selalu merasa kurang sreg, saya mencoba periksa ke tiga dokter/bidan yang berbeda, sampai minggu ke-38 saya masih belum memutuskan akan melahirkan dengan dibantu oleh dokter/bidan yang mana.
Di minggu ke-40 bersamaan dengan hari raya idul fitri, ternyata jadwal semua dokter yang pernah saya kunjungi berubah, tersisa satu dokter di sebuah rumah sakit. Sampai HPL belum ada kontraksi sama sekali. Di minggu ke-41, berdasarkan pemeriksaan USG, ketuban saya dinyatakan tinggal sedikit walau masih cukup untuk bayi, detak jantung bayi masih normal, dan mulai ada pengapuran juga pada plasenta, hal-hal yang cukup membuat pikiran saya bertanya-tanya, “Kenapa ya kok tidak ada kontraksi sama sekali??”. Akhirnya dokter menawarkan untuk induksi, dan saya minta waktu untuk berpikir. Satu hal yang masih saya ingat, saya bertanya kenapa kok kontraksi alami saya tidak muncul, sedang pada anak pertama semua lancer-lancar saja. Dokter hanya bilang “itu karena hormonal bu … susah juga dijelasin kenapa kondisi hormon ibu tidak memunculkan kontraksi”
Saya Tanya lagi, “Apa yang bisa saya lakukan untuk menstabilkan hormon saya, sehingga bisa muncul kontraksi alami?”
Dokter menjawab “Setiap kehamilan itu berbeda-beda, walaupun terjadi pada ibu yang sama. Jadi kondisi hormone ibu saat ini dengan kehamilan pertama bisa berbeda”
Dan saya pun pulang dengan berbekal obat hormonal yang diresepkan dokter, dengan isi kepala yang runyam penuh pertanyaan dan ketidakpuasan atas jawaban dokter, dan segudang pertanyaan seputar hormone, mengapa ya …. ???.
Selama dua hari konsumsi obat hormonal, tidak ada perubahan sama sekali, tidak ada kontraksi. Akhirnya suami meminta saya untuk induksi karena khawatir dengan kondisi bayi kami. Perasaan saya kacau sekali saat itu, ingin rasanya menunda induksi, ingin menunggu 2-3 hari lagi, atau kalau boleh seminggu, rasanya masih bisa deh menunggu. Namun karena keluarga khawatir kalau ada apa-apa dengan bayi kami, akhirnya saya pun setuju .. walau dengan berat hati .. untuk melakukan induksi. Dan mulailah rentetan peristiwa itu terjadi …
Saya datang ke rumah sakit dengan keyakinan penuh bahwa induksi akan berhasil, dan saya pun mulai manjalani alur prosedur sebagai pasien rumah sakit. Setelah menandatangani surat pernyataan, perawat mulai mencukur rambut pubis, melakukan enema, dan memasang infuse, di bangsal yang Cuma bersekat kain, bersama dengan sesame wanita hamil lain dengan kondisi yang berbeda-beda, ada yang tenang, ada yang menangis menyalahkan suaminya, ada juga yang meringis-ringis (mungkin sedang menahan kontraksi). Walaupun tidak nyaman, saya cuek saja, yang penting induksi nanti berhasil. DI ruang bersalin saya dianjurkan untuk tidur saja, menurut perawat supaya nanti tidak kehabisan tenaga waktu mengejan. Setahu saya ada beberapa posisi yang baik dilakukan supaya bayi segera turun ke jalan lahir, kok malah diminta untuk tiduran? Dan saya pun semakin tidak nyaman …
Tempat tidur dan bantal yang keras tidak bisa membuat saya tidur barang sekejap , apalagi dengan tangan terpasang infuse, dan setiap 30-45 menit ada dokter magang yang memeriksa tekanan darah, temperature, dan kemajuan kontraksi (gimana mau tidur??). Setelah beberapa jam induksi dilakukan saya pun merasakan sedikit kontraksi, tapi kok rasanya berbeda ya dengan kontraksi yang pernah saya alami dulu? Di akhir induksi pertama, perawat melakukan VT, tidak ada pembukaan sama sekali, harapan saya akan keberhasilan induksi pun pupus sudah. Selanjutnya perawat pun menanyakan pada saya dan suami, apakah akan mengulang induksi atau melakukan SC? Menurut perawat, jika induksi pertama tidak menghasilkan pembukaan sama sekali, biasanya jika induksi diulang pun tidak memberikan hal yang berbeda. Saya dan suami pun menyetujui tindakan SC.
Akhirnya saya pun memasrahkan diri untuk melakukan SC, hal yang benar-benar di luar scenario rencana kelahiran anak saya. Prosedur untuk SC pun mulai dilakukan mulai dari puasa makan dan minum, pemasangan kateter, mengganti baju dengan baju operasi, bius setengah badan, dan operasi pun dimulai di ruang operasi yang dingin. Yang saya ingat adalah badan serasa bagaikan mobil yang sedang dibengkelkan untuk mengeluarkan si bayi, dan tangisan putra ke-2 saya pun terdengar. Tidak ada IMD saat itu, sama sekali tidak terpikir IMD karena semua di luar scenario. Saya pun hanya diijinkan mengecup putra saya sebelum dibawa ke ruang bayi, dan saya pun mulai tertidur (mata berat sekali, namun telinga masih bisa mendengar) karena hidung mulai mampet akibat ruang operasi yang dingin sekali, sembari dijahit bekas luka SCnya. Pasca operasi saya sempet menggigil walau sudah keluar dari ruang operasi.
Hari-hari pasca kelahiran cukup menyulitkan untuk saya karena pergerakan badan terbatas akibat luka bekas operasi, namun sangat bahagia karena si kecil mau dan cukup antusias menyusu. Alhamdulillah si kecil tidak mengalami kuning seperti pada kakaknya dulu.
Kehamilan dan Kelahiran Ketiga
Berbeda dengan kehamilan pertama dan kedua yang direncanakan waktunya, kehamilan ketiga hadir satu tahun lebih cepat dari rencana J ketika anak kedua saya berumur 1 tahun 4 bulan. Saya masih ingat betul, di bulan maret 2011 saya melihat foto-foto bayi temen saya Irwan/Uun, suami dari ibu Dyah/Prita. Saya terinspirasi untuk mempelajari home birth – water birth walaupun saat itu belum hamil (belum tahu kalau sudah hamil tepatnya :D), juga banyak membaca website, account facebook dan fan page bidan kita milik mbak Yesie Aprillia. Dan ups …. di bulan April saya sudah hamil 10 minggu.
Kehamilan ketiga ini saya menginginkan persalinan normal dengan alasan recovery yang lebih cepat, dan lebih nyaman untuk ibu dan bayi. Dari membaca artikel di website bidan kita, mengikuti posting di fb bidan kita, melihat dan membaca semua foto dan ulasan seputar foto di bidan kita, saya mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan yang tidak terjawab di kehamilan saya sebelumnya J Saya mengakui walaupun sudah dua kali melahirkan ternyata masih banyak yang perlu saya pelajari mengenai kehamilan, kelahiran, dan parenting. Tapi tidak ada kata terlambat untuk belajar, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.