Hamil dan melahirkan atau bersalin itu bukanlah penyakit, ya memang benar. Namun tanpa disadari kita seringkali memperlakukan ibu hamil dan ibu bersalin seperti orang sakit.
Contoh yang nyata saja.
– Ibu bersalin harus ke Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah “Rumahnya Orang Sakit”. Harusnya ibu hamil pergi untuk melahirkan di Rumah Sehat atau minimal ke Rumah Bersalin Bukan Rumah Sakit. Walaupun hanya istilah tentusaja tanpa disadari itu dapat mengubah mindset kita bahwa ibu yang melahirkan itu harus sakit.
– Di Rumah Sakit seringkali ibu datang mau bersalin disodori atau disuruh duduk di kursi roda. Padahal si ibu masih bisa dan masih kuat berjalan. Namun prosedur RS seolah-olah mengharuskan si ibu di “geledeg” menggunakan kursi roda atau brantcar untuk menuju ruang persalinan.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Â
Nah dalam artikel ini saya ingin berbagi tentang 15 point penting Rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) th 1997 – WHO/FRH/MSM/96.24
15 rekomendasi ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap wanita memiliki hak dasar untuk menerima perawatan prenatal yang tepat:
Bahwa wanita memiliki peran yang sangat penting bahkan utama dalam semua aspek perawatan ini, termasuk partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi perawatan: dan juga faktor-faktor sosial, emosional dan psikologis yang menentukan dalam pemahaman dan pelaksanaan perawatan prenatal yang tepat.
Dan saya rasa 15 point penting ini harus Anda ketahui. Yaitu:
1. Seluruh masyarakat harus diberitahu tentang berbagai prosedur dalam perawatan kelahiran & persalinan, untuk memungkinkan setiap wanita untuk memilih jenis perawatan persalinan yang dia suka atau dia inginkan.
*** Beberapa Rumah Sakit apalagi Rumah Sakit Pemerintah sepertinya masih sangat sulit untuk mengadopsi aturan dari WHO ini. Jangankan diberitahu tentang prosedur, kita bertanya saja seringkali mendapatkan jawaban yang kurang enak dan kurang nyaman.
Dari point pertama ini jelas bahwa setiap tindakan atau prosedur harusnya di beritahukan kepada klien dan dijelaskan sesuai metode BRAIN (Benefit/Keuntungan/Manfaat, Risk/Resiko, Alternatif. Intuition/Intuisi, dan No/jika tidak dilakukan bagaimana akibatnya)
Disinilah peran Informed Consent dimana klien dan keluarga harus diberikan penjelasn yang sangat detail tentang intervensi yang akan di lakukan dan penjelasan inipun di berikan dalam keadaan yang sehat bukan pada saat klien baik ibu maupun suaminya dalam keadaan panik atau emosi yang intens.
Contoh real di lapangan seperti ini:
– Ada seorang ibu bersalin di ruang bersalin yangmerasa kesakitan akibat kontraksi, dia merasa capek, haus dan terlihat sangat kelelahan. Kondisi detak jantung di janin saat itu masih baik artinya detak jantung janin normal. Dalam kondisi yang panic akhirnya di dokter langsung menginstruksikan untuk dilakukan SC, tanpa ada penjelasan yang detail baik kepada suami apalagi kepada si ibu. Dan tanpa pikir panjang akhirnya suami dan ibu dalam kondisi yang semakin panic menyetujui instruksi dokter tanpa tahu apa dan bagaimana serta resikonya nanti. Padahal sebenarnya jika di telaah lagi kondisi si ibu bisa lebih baik apabila diberikan rehidrasi cukup, diijinkan minum makan, dilakukan relaksasi hypnobirthing, di berikan dukungan yang baik, di massage bagian-bagian tertentu yang dapat merangsang kontraksi dan memperlancar persalinan. Hal yang serupa seperti ini sering kali terjadi di rumah sakit.
2. Pelatihan bidan profesional harus selalu ditingkatkan. Perawatan selama kehamilan dan kelahiran normal harus menjadi tugas dari profesi ini. Dan bidan harus bisa memberikan pelayanan yang berorientasi pada ibu dan bayi.
Pelayanan Sayang ibu dan bayi. Ini adalah inti dari point ke -2 ini. Seorang bidan harus benar-benar mampu mendukung dan memahami proses persalinan normal baik secara fisiologis, maupusn psikologis /mental spiritual sang ibu yang sedang melahirkan. Sangat tidak dianjurkan bidan bersikap kurang sopan atau sinis pada saat menghadapi ibu yang hendak bersalin. Karena hal ini bisa menghambat kelanncaran proses persalinan.
*** Namun masih saja ada bidan yang sering mengatakan seprti ini kepada kliennya:
“Ah ibu, waktu buatnya saja sambil tersenyum, begitu melahirkan kok teriak-teriak.”