Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth HAMIL & MELAHIRKAN itu BUKAN PENYAKIT

HAMIL & MELAHIRKAN itu BUKAN PENYAKIT

0

Kalimat ini sangatlah tidak sopan dan menyakitkan namun sayangnya masih saja banyak bidan-bidan yang bersikap seperti itu kepada kliennya. Padahal kita tahu bahwa proses persalinan sangat dipengaruhi oleh produksi hormone oksitosin dan hormone oksitosin adalah hormone cinta, dimana dia bisa saja turun ketika si ibu erasa marah, sakit hati, kesal, panic, cemas dan merasakan emosi negative lainnya.

Di setiap pelatihan saya selalu menghimbau kepada para bidan dan dokter untuk belajar memanusiakan manusia terutama ibu bersalin seperti mbah dukun. Mengapa di desa proses persalinan bisa berlangsung secara lancar dan nyaman? Bisa jadi ini disebabkan salah satunya karena si ibu merasa aman, tenang dan nyaman selama proses persalinan, dimana si mbah dukun selalu memberikan pijitan dan sentuhan halus serta mengucapkan sugesti-sugesti yang menenangkan. Alhasil hormone oksitosin di produksi sangat banyak sehingga merangsang kontraksi berjalan dengan sangat efektif selama proses persalinan.

Tidak ada salahnya kita belajar dari mbah dukun. Belajar untuk menghormati kesakralan proses persalinan, belajar untuk lebih sabar dalam melayani.

3. Informasi tentang praktek melahirkan di rumah sakit (tingkat atau angka kejadian bedah sesar, vaccum, forceps, induksi dll) harus diberikan atau diinformasikan kepada masyarakat yang dilayani oleh rumah sakit. Tidak ada pembenaran dalam setiap wilayah geografis tertentu untuk memiliki kelahiran SC lebih dari 10-15% dari kelahiran di seluruh RS di setiap bulannya.

Saat ini kejadian SC di RS-RS di Indonesia apalagi di kota besar sangatlah tinggi.

Angka kejadian SC yang harusnya hanya 10 hingga 15% beranjak semakin naik bahkan hingga 90% dari total kelahiran. Ini sangatlah memprihatinkan. Dan lebih memprihatinkan lagi ketika indikasi SC yang diberikan bukan atas indikasi medis yang jelas.

4. Tidak ada bukti bahwa operasi caesar harus di lakukan lagi setelah melahirkan sesar dengan metode penyayatan transversal rendah sebelumnya di segmen bawah rahim. Klien harus di motivasi untuk melakukan kelahiran per vagina setelah bedah caesar namun dilakukan dimana tersedia alat untuk bedah darurat.

Teori menyatakan bahwa VBAC (Vaginal Birth After Caesarea) atau melahirkan pervagina setelah operasi SC sebelumnya lebih aman dibandingkan SC berulang. Namun kenyataannya dimasyarakan Mitos dan dokma dimana setelah melahirkan SC HARUS SC lagi sudah sangat melekat. Tanpa di barengi edukasi yang tepat, dokma tersebut dibiarkan saja bahkan dijaga agar terus bergulir menjadi issue yang hangat dan akhirnya membentuk mind set masyarakat.

5. Tidak ada bukti bahwa pemantauan janin elektronik secara rutin selama persalinan memiliki efek positif pada hasil kehamilan.

Pemasangan alat pemantau janin elektronik apalagi yangmenetap sangatlah tidak di anjurkan karena dapat membatasi mobilisasi ibu selama proses persalinan.

6. Tidak ada indikasi untuk mencukur rambut di kemaluan atau enema pra-persalinan.

Enema adalah tindakan lavement atau huknah yaitu meberian cairan gliserin atau cairan sabun melalui dubur untuk merangsang adanya rasa ingin BAB sehingga ibu bisa BAB dan mengeluarkan kotorannya yang diduga bisa menghalangi kepala janin masuk dan turun ke panggul ibu

7. Wanita hamil tidak harus diletakkan dalam posisi (telentang) atau litotomi selama proses persalinan atau melahirkan. Mereka harus didorong untuk berjalan selama persalinan dan setiap wanita bebas memutuskan untuk mengadopsi posisi yang dirasa baginya paling nyaman selama melahirkan.

Nah kebebasan memilih posisi melahirkan inilah yang masih sangat sulit diterapkan di RS.

Pasien seolah-olah di HARUSKAN untuk berposisi terlentang, setengah duduk atau miring selama proses persalinan. Padahal jika di pikir atau dianalisa secara logika, sangatlah tidak logis ibu melahirkan disuruh mengejan dan mendorong bayinya sekuat tenaga dengan melawan gaya gravitasi bumi. Jelas tindakan ini bukan Asuhan Sayang ibu tetapi Asuhan sayang bidan /dokter karena dengan posisi ini memudahkan para bidan dan dokter untuk melakukan intervensi. Dengan posisi terlentang para bidan dan dokter tak harus berjongkok atau membungkukkan badan ketika “menangkap” sang bayi keluar. Dan ini sangat memudahkan mereka untuk melakukanj tindakan seperti episiotomy.

8. Penggunaan episiotomi secara rutin (sayatan untuk memperbesar lubang vagina) tidak dibenarkan.

Episiotomi sangat tidak di anjurkan bukan hanya dapat memperburuk derajat robekan namun juga dapat menyisakan trauma yang mendalam pada ibu.

9. Kelahiran sebaiknya tidak diinduksi untuk kenyamanan dan induksi persalinan harus dilakukan atas indikasi medis tertentu. Dan sebuah RS harus hanya memiliki tingkat induksi kurang dari 10%.

Selain SC kejadian Induksi sangatlah meningkat akhir-akhir ini. Bahkan semakin banyak intervensi Induksi yang dilakukan tanpa alasan medis yang kuat.

Contoh kasus real: