Saya mempunyai Klien, sebut saja bunda Dahlia (Nama samaran) , saat itu Bunda Dahlia hamil ke tiga dengan umur kehamilan 20 minggu. Riwayat persalinan yang lalau adalah keduanya melalui operasi caesar, jarak antara kehamilan ini dengan kehamilan sebelumnya adalah sekitar 4 tahun. Bunda Dahlia ingin sekali melahirkan dengan cara normal karena cita citanya adalah mempunyai anak yang banyak tanpa di batasi, sedangkan jika dia operasi caesar lagi otomatis dia hanya bisa mempunyai anak tiga saja.
Dan akhirnya bunda Dahlia , mengikuti workshop gentle birth balance saya dan berharap bisa melahirkan normal nantinya. Nah saat di kelas workshop saya sudah wanti wanti untuk mau berkomitmen melatih dan melatih tubuh, pikiran dan mentalnya untuk mempersiapkan diri agar kesempatan/peluang untuk melahirkan normal menjadi lebih besar, dan saat itu (saat workshop) dengan menggebu gebu, bunda Dahlia berjanji bahwa dia akan mempraktekkan segala ilmu yang sudah di dapatkan di workshop saat itu. Dan saat itu saya berpesan kepada beliau untuk memperdalam ilmunya lagi di kelas privat, mengingat banyak sekali trauma yang harus di selesaikan dan di sembuhkan.
Namun, minggu berganti minggu bahkan bulan berganti bulan, bunda Dahlia tidak pernah datang ke Bidan Kita untuk mengikuti kelas Privat, sempat saya menyuruh bidan saya unruk mengingatkan beliau namun, dengan berbagai alasan, bunda Dahlia menghindar. Saat itu doa saya adalah semoga persalinan bunda Dahlia lancar.
Nah tiba tiba suatu hari bunda dahlia datang ke Bidan Kita dalam usia kandungan sudah 39minggu +5 hari, sambil menangis dan galau karena sudah hampir HPL (Hari Perkiraan Lahir) dan belum juga ada tanda persalinan, sedangkan dokter yang merawat beliau sudah mengultimatum nya agar segera melakukan operasi caesar lagi jika hingga HPL belum ada tanda persalinan. Setelah menenangkannya, saya bertanya kepada beliau tentang apa saja yang sudah di latihnya setelah mengikuti workshop saya dulu saat usia kandungannya masih 20 minggu? Dan betapa terkejutnya saya karena ternyata setelah pulang dari mengikuti workshop, ternyata tas dan buku serta dvd dan cd yang saya bekalkan kepadanya BELUM PERNAH DIBUKA. Saat saya bertanya alasannya, beliau berkata, saya sibuk sekali bu bidan. …saya tak sempat…Oh My God!!! Lalu saya bertanya lagi kepada beliau, tapi ibu tetap belajar nafas kan?jawabnya…tidak bu bid…hhh..hehehe…saya lupa, dan tidak sempat latihan nafas. …saat itu dalam hati saya seolah menjerit…bukankah latihan nafas bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja? Wong udara masih belum bayar dan dikasih gratis sama Tuhan?, Cuma melatih saja kok ya tidak mau?… namun kalimat itu hanya bisa saya udapkan dalam hati, sambil mengelus dada. Dalam hati saya berfikir, ini ibu, ingin bersalin normal, tapi hanya sebatas ingin saja, tanpa mau berupaya. akhirnya bunda Dahlia saya lakukan pemeriksaan, dan betapa terkejutnya saya setelah mengukur tafsiran berat janinnya adalah 3,6 kg, padahal kedua nakanya terdahulu lahir dengan berat badan 2,8 dan 3 kg saja. Sambil tersenyum saya bertanya ibu gak diet ya kemaren? dan jawabannya adalah Tidak, karena bawaannya laper melulu bu bidan. ….ya…ya…ya….akhirnya saya hanya berusaha menenangkan dan menguatkan sang ibu saja, tanpa bisa berbuat banyak. Dan saya akhirnya 4 hari kemudian saya mendengar kabar bahwa akhirnya bunda Dahlia melakukan operasi Caesar kembali, karena tidak ada tanda tanda persalinan hingga HPL tiba dan bunda Dahlia mengalami post partum blues parah setelah proses operasi Caesar yang ketiga ini.
Kasus B
Saya mempunyai klien yang berhasil melahirkan dengan nyaman dan lancar, sebut saja bunda Ester (Nama samaran), kebetulan bunda Ester memiliki saudara yang sedang hamil anak kedua, namanya Bunda Melati (Nama samaran), riwayat persalinan yang lalu bunda Melati adalah operasi Caesar karena tidak merasakan kontraksi saat HPL sudah tiba. Padahal sebenarnya HPL bukalah harga mati namun karena dahulu dia ketakutan terjadi “apa-apa†pada kehamilannya maka bunda Melati memilih untuk menyutujui saran dokter untuk dilakukan operasi caesar. Nah karena bunda Melati ingin melahirkan normal di anak kedua ini, maka bunda Ester merekomendasikan dan menyarankan bunda Melati untuk belajar dan memberdayakan diri sambil mengikuti program gentle birth balance di Bidan Kita. Akhirnya bunda Melati datang dan konsul ke Bidan Kita mengungkapkan keinginannya untuk melahirkan normal, banyak hal yang saya ungkapkan dan anjurkan kepada bunda Melati, namun kelihatannya tidak ada greget dari diri beliau untuk memberdayakan diri, berbagai alasan beliau kemukakan mulai dari alasan jarak yang terlalu jauh baginya (Solo – Klaten), bahkan ketika saya mengungkapkan bahwa pemberdayaan diri bisa saja dengan berlatih dan belajar di rumah, namun tetap saja, raut mukana menunjukkan rasa ogah-ogahan.
Nah kemarin malam bunda Melati datang ke Bidan kita sambil menangis karena dia sudah pembukaan 1 cm sejak kemaren dan belum nambah pembukaannya hingga hari itu, namun belum ada kontraksi dan dokter sudah mengultimatumnya untuk segera operasi caesar kembali segera. Beliau bercerita tentang bagaimana kasarnya sang dokter ketika melakukan periksa dalam kepadanya dan itu membuatnya trauma, beliau juga bercerita tentang bidan dan perawat jaga yang menyangsikan keinginan nya untuk bersalin normal dengan mengungkapkan beberapa statment yang membuatnya langsung down saat itu juga. Begini kalimatnya = ibu kenapa ingin normal? Tipe seperti ibu biasanya tetep operasi caesar lagi lho, ini aja masih tebal serviks nya dan ngapain harus susah susah normal, sakit lho kontraksi itu, mending operasi caesar aja daripada sakitnya dobel atas bawah toh akhirnya caesar lagi?
Kemudian saya bertanya kembali kepada bunda Melati, tentang apa saja yang sudah disiapkan? Dan beliau menyatakan bahwa belum mempersiapkan apapun hanya membaca saja. Saya jadi teringat akan cerita klien yang diungkapkan dalam artikelnya :
dan akhirnya saya berusaha mensupport dan mendukungnya dengan apa yang kami bisa lakukan, mulai melakukan relaksasi, dan induksi alami di sela sela kesempatan yang begitu sedikit ini, semoga semua berjalan lancar.
(** Noted: saat ini bunda Melati masih dalam proses persalinan, masih pembukaan 2 cm di RS)
Kasus C
Bunda Lita, adalah klien saya yang ingin sekali melahirkan normal setelah sebelumnya operasi Caesar karena kasus KPD (Ketuban Pecah Dini). Setelah menyadari dirinya hamil dan mengetahui bahwa sebenarnya ada kesempatan baginya untuk melahirkan normal, asal benar benar dipersiapkan segalanya, maka bunda Lita dengan semangat 45 berusaha belajar dan memberdayakan diri, mulai dari banyak membaca baik buku buku saya, maupun web bidankita.com serta saling sharing dengan ibu ibu yang berhasil melakukan VBAC, bunda Lita juga akhirnya memutuskan untuk mengikuti kelas persiapan VBAC di Bidan Kita. Sekitar lima kali pertemuan saya jadwalkan untuknya.
Selain rutin memeriksakan diri di Bidan Kita, sayapun menganjurkannya untuk mencari dokter yang support rencana VBAC-nya, dan itu adalah dr Nurhadi Rahman SPOG yang saya rekomendasikan untuknya saat itu.
Nah akhirnya birth plan beliau adalah VBAC di Bidan Kita atau di RS tempat dr Adi bekerja. Nah HPL beliau adalah tgl 31 Desember 2013, sekitar tgl 28-12-2013, pukul 18.00 WIB. Bunda Lita datang ke Bidan Kita dengan kegalauannya karena belum juga ada tanda persalinan, padahal terakhir saat USG, Tafsiran Berat Janinnya sudah 3,5 kg. Dan itu adalah batas tertinggi untuk syarat bisa VBAC. Namun untuk kondisi janinnya sendiri semua sehat dan bagus saat itu. Dokter menyarankan untuk Operasi tgl 31 Desember 2013 jika memang saat tanggal itu belum ada tanda persalinan, mengingat berat janinnya sudah besar sekali dan kepala janin belum masuk panggul. Dan akhirnya bunda Lita mencoba untuk periksa ulang ke Bidan Kita, dan hasilnyapun sama, 3,5kg. Saat itu saya hanya mencoba meyakinkannya bahwa bunda Lita bisa dan mampu, karena pada dasarnya sang bayi sudah berusaha juga di dalam sana, mengingat menurut bunda Lita, di kehamilan kedua ini, sangat berbeda dengan kehamilan pertamanya dulu, dimana sejak menginjak 36 minggu bayinya seolah olah “ngebor†dan mendesak ke bawah, tidak seperti kakaknya yang pasif saja. Artinya bahwa bunda Lita merasakan bahwa sang bayi yang sudah diberi nama dek KENES, berusaha menurunkan kepalanya ke panggul.