Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth KETUBAN PECAH DINI

KETUBAN PECAH DINI

0
KETUBAN PECAH DINI
  • Cek suhu tubuh setiap 4–6 jam

  • Hitung gerakan janin minimal 3x sehari

  • Ganti pembalut tiap 2 jam dan amati warna/tekstur cairan

  • Tetap tenang, tidur cukup, dan hindari VT atau kontak vagina

Studi dari Hannah et al. dan WHO 2018 menyatakan bahwa dalam kasus PROM cukup bulan tanpa komplikasi, 95% ibu akan masuk persalinan dalam 24–72 jam secara alami.

Artinya PROM tidak otomatis berarti intervensi. Tapi juga bukan sesuatu yang bisa diabaikan. Intinya adalah: dengarkan tubuh Anda, perhatikan tanda-tanda yang muncul, dan ambil keputusan dengan informasi yang lengkap. Tubuh Anda bijak, tapi tetap perlu didampingi oleh sistem yang juga bijak dan suportif.

PANDANGAN RACHEL REED: VARIASI NORMAL, BUKAN KEDARURATAN

Rachel Reed, seorang bidan dan akademisi dengan pendekatan fisiologis, menyatakan bahwa:

“Prelabour rupture of membranes is a variation of normal.”

Maknanya: Pecah ketuban sebelum kontraksi bukan secara otomatis berarti ada masalah. Ini bisa menjadi bagian dari variasi fisiologis alami tubuh ibu saat bersiap melahirkan. Yang harus diperhatikan adalah konteks: kondisi ibu, janin, dan respons tubuh setelah ketuban pecah.

Namun, di banyak sistem medis modern, ketuban pecah tanpa kontraksi langsung dianggap sebagai kondisi yang harus “diintervensi”—biasanya dengan induksi.

Respons Medis Umum:

Respons rumah sakit saat ini umumnya:

  • Melakukan induksi persalinan segera dengan prostaglandin dan/atau oksitosin sintetis (Syntocinon/Pitocin).
  • Kata “augmentasi” (augmenting labour) sering digunakan alih-alih “induksi” untuk membuatnya terdengar lebih ringan.
  • Ibu yang memilih menunggu akan diperingatkan tentang risiko infeksi dan dianjurkan untuk menggunakan antibiotik IV selama persalinan.

Sejarah Perubahan Protokol Rumah Sakit:

Menurut Rachel, saat ia pertama kali praktik di UK (2001), jika ibu mengalami PROM dan kondisi lainnya baik, petugas akan berkata:

“Kalau belum mulai kontraksi dalam 3 hari, telepon kami kembali.”

Namun sekarang:

  • Protokolnya berubah dari 72 jam → 48 → 24 → 18 → 12 → langsung 0 jam (induksi segera).
  • Perubahan ini bukan didasarkan pada bukti ilmiah terbaru, melainkan lebih karena standar institusional yang berubah tanpa dasar kuat.

Jenis-Jenis Pecah Ketuban:

  1. Forewater Leak (Air Ketuban Depan)
    • Pecahnya membran di antara kepala bayi dan serviks.
    • Terjadi semburan besar, lalu kepala bayi turun dan menyumbat serviks, tapi cairan tetap menetes.
    • Dapat terjadi semburan ulang jika kepala bayi bergerak.
  2. Hindwater Leak (Air Ketuban Belakang)
    • Lubang ada di belakang kepala bayi, menyebabkan tetesan lambat dan terus-menerus.
    • Bagian depan kantung (forewaters) masih utuh, tetap berfungsi normal.
  3. Kebocoran Chorion/Amnion
    • Bukan PROM sebenarnya.
    • Cairan yang keluar berasal dari antara lapisan chorion dan amnion (sekitar 200 ml).
    • Kebocoran berhenti dengan sendirinya karena cairan ini tidak diregenerasi, tidak membahayakan janin.

Amnion masih utuh, jadi tidak perlu diperlakukan seperti PROM.

MENGAPA INDUKSI SERING DIREKOMENDASIKAN?

Paradigma Medis:

  • Kekhawatiran utama: risiko infeksi seperti chorioamnionitis.
  • Asumsi umum: semakin lama ketuban pecah, semakin tinggi risiko infeksi, terutama setelah >18 jam.
  • Oleh karena itu, banyak protokol medis merekomendasikan induksi dalam 12–24 jam pasca PROM.

Namun…

Rachel Reed dan juga para tokoh fisiologis seperti Penny Simkin, Ina May Gaskin, dan Michel Odent justru mengkritisi pendekatan ini, karena:

  • Banyak intervensi dilakukan tanpa tanda infeksi nyata.
  • Risiko infeksi justru meningkat akibat intervensi medis seperti pemeriksaan vagina berulang (VT), bukan karena waktu semata.

“Pemeriksaan dalam (vaginal exam) berulang lebih meningkatkan risiko infeksi dibandingkan lamanya ketuban pecah.” – Rachel Reed

PANDANGAN WHO: MENDUKUNG EXPECTANT MANAGEMENT

WHO (2020) memberikan rekomendasi:

“For women with term PROM without signs of infection, induction of labour is not necessarily required immediately, and expectant management is an option.”

WHO menekankan pendekatan berbasis informed choice dan expectant management (menunggu dan memantau). Ini mencerminkan perubahan paradigma ke arah yang lebih hormat pada proses tubuh ibu dan pengambilan keputusan bersama.

PERSPEKTIF TOKOH NATURAL CHILDBIRTH:

Ina May Gaskin (The Farm Midwifery):

  • Banyak kasus ketuban pecah di The Farm yang tidak segera diinduksi, dan ibu melahirkan dengan tenang dalam 24–72 jam.
  • Faktor utama keberhasilan: lingkungan yang aman, minim stres, tidak ada intervensi berlebihan, serta dukungan psikologis dan spiritual.
  • Ia menekankan bahwa tubuh perempuan tidak bodoh atau rusak—kadang tubuh hanya butuh waktu, ruang, dan kepercayaan.

‍♂️ Michel Odent:

  • Menekankan peran oksitosin alami dan rasa aman. Jika ketuban pecah lalu ibu cemas, takut, atau mendapat tekanan dari sistem medis, produksi oksitosin menurun, sehingga kontraksi tak kunjung muncul.
  • Ia percaya bahwa kepercayaan penuh pada tubuh perempuan adalah dasar utama dari kelahiran fisiologis.

Terlalu cepat mengintervensi dapat merusak ritme alami persalinan.

APA KATA PENELITIAN?

Sebuah studi oleh Hannah et al. (1996) menunjukkan bahwa induksi dini pada PROM tidak signifikan mengurangi angka infeksi, dibanding dengan menunggu (expectant management), asalkan tidak dilakukan pemeriksaan dalam berulang.

Sekitar 95% ibu dengan ketuban pecah akan mulai mengalami kontraksi dalam waktu 72 jam, tanpa intervensi apa pun (di lingkungan yang mendukung dan tanpa stres).

KRITIK TERHADAP SISTEM KONVENSIONAL

Paradigma intervensi aktif atas nama “keselamatan” seringkali berakar dari asumsi ketidakmampuan tubuh perempuan.

Padahal:

  • Waktu bukan satu-satunya indikator risiko.
  • Intervensi justru menciptakan rantai intervensi: Ketuban pecah → Induksi → Kontraksi palsu → CTG bermasalah → Epidural → Kemungkinan SC.

Penny Simkin menyebut ini sebagai “cascade of intervention”, di mana satu intervensi menciptakan kebutuhan akan intervensi lainnya.

✅ MAKA APA YANG HARUS DILAKUKAN SAAT PROM?

Jika tidak ada tanda infeksi:

  • Pantau suhu tubuh ibu
  • Perhatikan warna, bau, dan jumlah cairan
  • Pantau gerakan janin
  • Jaga area vagina tetap bersih, hindari hubungan seksual & berendam
  • Kurangi atau hindari pemeriksaan vagina
  • Berikan afirmasi positif dan rasa tenang

Jika dalam 24–72 jam belum muncul kontraksi:

  • Lihat kondisi keseluruhan (tidak hanya waktu)
  • Evaluasi bersama: apakah induksi memang dibutuhkan atau tidak?

Hasil Induksi vs Menunggu (Expectant Management)

Untuk Bayi:

  • Risiko infeksi neonatal setelah PROM: 1%, dibanding 0.5% tanpa PROM.
  • Artinya: 99% bayi tidak mengalami infeksi setelah PROM.
  • Tapi… Apakah induksi menurunkan risiko infeksi?

Cochrane Review:

  • Menunjukkan bahwa induksi “mungkin” menurunkan infeksi, tapi…
  • Hanya 3 studi dalam review ini yang memiliki risiko bias rendah.
  • Mayoritas bukti dianggap kualitas rendah.
  • Bukti paling kuat justru menyatakan tidak ada perbedaan angka kematian bayi antara induksi dan menunggu.

Sepsis:

  • Peningkatan sepsis neonatal <2%.
  • Ketika hanya kasus “pasti” yang dihitung, perbedaannya tidak signifikan.
  • Banyak “dugaan sepsis” muncul dari reaksi berlebihan provider, bukan infeksi nyata.

Misalnya, epidural bisa menaikkan suhu tubuh → dicurigai infeksi → antibiotik.