** saat di RB tersebut terus terang Ny A sangat stres karena beliau tidak suka dengan bau Rumah bersalin/Rumah Sakit, bidan dan perawat yang melayaninya pun sangat tidak ramah dan Ny A merasa diperlakukan seperti orang sakit. Jadi saat itu secara psikologis Ny A sudah merasa tidak nyaman dengan situasi dan keadaannya. Ditambah lagi dengan kontraksinya yang semakin lama semakin terasa sakit dan tubuhnya semakin merasa kurang nyaman.
– 4 jam kemudian bidan jaga melakukan pemeriksaan dalam ulang dan hasilnya ternyata masih pembukaan 3 cm yang artinya tidak ada penambahan pembukaan serviks
– Atas dasar hasil pemeriksaan tersebut pihak RB memutuskan untuk melakukan induksi. Namun Ny A menolaknya karena Ny A takut merasakan sakit
– Akhirnya Ny A dibawa ke ruang bersalin dan dilakukan CTG untuk melakukan penentuan kesejahteraan janin.
** Ny A semakin stres karena ruang persalinannya sangat asing baginya dimana hanya ada tembok warna putih dengan berbagai peralatan canggih di ruangan dan almari-almarinya dan merasa seolah-olah terintimidasi oleh lingkungan. Takut dan panik itu yang dirasakan oleh Ny A.
Setelah dilakukan CTG ternyata detak jantung janin meningkat 160 x/menit. Dengan lugasnya bidan jaga mengatakan bahwa bayi mengalami stres dan sang ibu harus dipasang infus untuk dilakukan induksi. Karena panik akan keselamatan janinnya mau tidak mau Ny A menyetujui tindakan Induksi tersebut.
– Setelah di pasang Infus, Ny A dilarang untuk mobilisasi, hanya boleh tidur terlentang karena CTG dipasang menetap.
** Akibat efek Induksi, (tentang induksi bisa dilihat di : https://www.bidankita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=167:pitocin-induksi-dalam-persalinan&catid=44:natural-childbirth&Itemid=56), maka kontraksi terasa semakin kuat dan Ny A merasa semakin kesakitan dan panik, apalagi dengan posisi tubuhnya yang tidak boleh mobilisasi membuatnya merasa sangat tersiksa. Selain itu selama masa kehamilan nya, Ny A tidak pernah berlatih tehnik nafas sehingga dia tidak mampu melakukan koping atau pengalihan perhatian terhadap rasa nyeri akibat kontraksinya.
– Setelah beberapa saat tiba-tiba alarm di CTG berbunyi dan ini mengindikasikan bahwa janin tidak sejahtera, dan ternyata detak jantung janin melemah < 120 x/menit. Menyadari hal ini Ny A semakin panik dan takut.
– Bidan jaga saat itu menyarankan untuk dipasang oksigen dan Ny A harus tidur miring kiri untuk memperbaiki sirkulasi darah ke janin dan harapannya janin tidak stres. Namun yang terjadi Alarm CTG tetap saja berbunyi dan Ny A semakin panik serta putus Asa.
– Setelah kondisi Ny A di konsulkan ke dr SpOG “D”, beliau menyarankan untuk segera dilakukan tindakan Operasi. Dengan alasan Detak jantung janin menunjukkan gejala Distress.
– Dan tanpa pertimbangan lainnya saat itu juga disipkanlah kamar operasi dan akhirnya Ny A melahirkan secara SC.
– Selama proses operasi Ny A menangis dan sangat kecewa dengan kondisinya dan merasa tidak berdaya. Ny C yang mendampingi jalannya operasi saat itu mengira bahwa kondisi janin sudah kritis (atas informasi dokter sebelum diputuskan SC), sehingga dalam bayangan Ny C bayi begitu lahir tidak menangis atau Asfiksia, dan harus dilakukan treatment khusus, namun ternyata saat lahir kondisi bayi baik-baik saja, menangis kencang, air ketuban juga sangat jernih dan bayipun sangat sehat. Ada banyak pertanyaan di benak Ny C saat itu “kok bisa ya? Mengapa begini? Mengapa begitu? dll”.
– Alhasil Ny A pun mengalami post partum blues karena proses persalinan yang dia alami sangat traumatik tidak sesuai dengan kondisi yang dia harapkan selama masa kehamilan.
Kasus ke-2:
2. Ny W, seorang ibu muda, hamil pertama. Umur kehamilannya saat itu adalah 39 minggu. Selama hamil Ny W tidak pernah ada keluhan yang berarti sehingga dia merasa kehamilannya sehat-sehat saja dan Ny W tidak pernah membekali dirinya dengan senam hamil, yoga apalagi hypnobirthing. Ketika sahabatnya Ny N menyarankan Ny W untuk mengambil kursus kelas persiapan melahirkan, langsung di tolak mentah-mentah oleh Ny W karena beliau menganggap hal itu membuang-buang uang. Bagi Ny W proses persalinan adalah proses yang biasa dan semua orang pasti mengalami. Sehingga bagi Ny W yang penting percaya dnegan dokter nya maka semuanya akan baik-baik saja.
Tgl 20 Maret 2012, Ny W mengalami flek dan saat itu dia belum merasakan kontraksi. Lalu Ny W bersama suami pergi ke dr SpOG “I” untuk memeriksakan diri. Ternyata saat itu Ny W sudah pembukaan 1 cm dan saat itu juga dr SpOG “I” memberi memo dan langsung menyarankan Ny W untuk Mondok di RS tempat dr SpOG “I” praktek. Setelah mondok di RS, Ny W langsung di Infus dan diminta untuk meminum pil putih dengan merk “Gastrul”. ½ jam setelah di infus dan minum pil tersebut Ny W mengalami kontraksi yang sangat sakit.
4 jam kemudian dilakukan pemeriksaan dalam dan pembukaan baru 2 cm. Akhirnya dr SpOG memutuskan untuk menambah dosis Induksi, dan alhasil Ny W semakin merasakan kontraksi sangat tidak bisa di tolelir olehnya. 2 jam kemudian Ny W meminta untuk SC, dan akhirnya tgl 21 Maret 2012 jam 10.45 WIB dilakukan SC. Setelah bayi lahir tidak dilakukan IMD (Inisisasi menyusu Dini) namun bayi langsung dipisahkan dengan orang tuanya dan di letakkan di kamar bayi. Selama 3 hari ASI Ny W belum keluar dan bayiun belum di berikan ke Ny W, jadi jika ny W ingin melihat bayinya dia harus meminta bidan untuk membawakan bayinya sejenak ke kamarnya dan kemudian dibawa lagi ke ruang bersalin. Selama 3 hari bayi Ny W diberikan susu formula.
Hari ke 5 Ny W sudah diperbolehkan untuk pulang, namun bayi Ny W masih harus tinggal di RS karena mengalami jaundice (kuning) dan harus di lakukan Foto Therapi selama beberapa hari. Selama di rumah Ny W mengalami post partum blues dan mengalami mastitis (payudara bengkak dan meradang) karena produksi ASI sudah banyak namun tidak bisa keluar. Setelah diberikan pengobatan akhirnya ASI mulai keluar namun tidak lancar. Sedangkan bayinya masih kuning dan di rawat di RS dan sayangnya kondisi bayinya semakin hari justru semakin menurun. Tgl 30 Maret 2012, akhirnya kondisi bayinya semakin turun dan akhirnya sang bayi meninggal.
Ny W sangat Syok namun dia tidak bisa apa-apa lagi karena semuanya sudah terjadi. Dan saat ini Ny W akhirnya memutuskan untuk mengikuti Self Healing di Bidan Y atas saran Ny N sahabatnya.
Kasus ke 3
3. Ny S adalah ibu muda, hamil ke 3 dengan riwayat persalinan normal sebelumnya dan mengalami trauma karena anaknya yang ke-2 meninggal beberapa hari setelah lahir akibat kegagalan penutupan klep jantung (informasi dr dr Anak yang merawat saat itu). Sejak umur kehamilan 14 minggu Ny S selalu datang ke Bidan Y untuk melakukan relaksasi Hypnobirthing dengan tujuan untuk menghilangkan birth trauma yang pernah dia alami dan menyiapkan proses persalinan anaknya yang ke 3 dengan proses yang sealami mungkin tanpa intervensi.
Memasuki umur kehamilan 28 minggu Ny S rajin melakukan Yoga untuk ibu hamil dan tai chi untuk ibu hamil dan latihan teknik nafas.
Umur kehamilan memasuki 40 minggu, belum ada tanda persalinan yang dirasakan. Begitu juga ketika umur kehamilan memasuki 41 minggu. Nah ketika umur kehamilan menginjak 41 minggu lebih 2 hari Ny S mulai cemas dan khawatir, ketakutan dan kekhawatiran akan kehilangan buah hatinya seperti tahun lalu selalu menghantui pikirannya saat itu.
Meditasi, relaksasi, komunikasi dengan janin dilakukannya semakin intens. Dan puncaknya di suatu malam tgl 26 Maret 2012, Ny S mengatakan hendak ke RS J untuk dilakukan Induksi. Namun yang terjadi adalah sang kaka menangis sejadi-jadinya dan melarang sang ibu untuk pergi ke RS akhirnya malam itu mereka berdua menangis dan pasrah. Tgl 27 Maret 2012 pagi, akhirnya “tanda cinta” itu datang, ny S mengalami flek dan kontraksi. Akhirnya dnegan penuh sukacita Ny S sekeluarga datang ke Klinik Bidan Y. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata sudah mengalami pembukaan 4 cm.
Gelombang demi gelombang dinikmati Ny S dengan tenang dan nyaman. Dan akhirnya tgl 27 Maret 2012, Ny S melahirkan melalui waterbirth dan tanpa mengejan sama sekali dan ajaibnya bayinya lahir dengan berat badan 4,1 kg. Sebuah proses persalinan yang lancar dan sangat tenang. Dans emua keluarga pun bersukacita karena ini.