Bidan Kita

Home Baby care MY ECSTATIC BIRTH : Melahirkan Maulana Yusuf Ghifa

MY ECSTATIC BIRTH : Melahirkan Maulana Yusuf Ghifa

0

Usia kehamilan saya menginjak 41 minggu 2 hari saat Yusuf lahir ke dunia, Rabu 24 Agustus 2011 jam setengah 4 sore. Dua hari sebelumnya saya benar-benar masih ragu, bisakah segala upaya yang saya kerahkan selama ini membuahkan hasil yang manis?  Akankah Yusuf lahir sendiri alami tanpa obat-obatan? Bagaimana bila kontraksi alami itu tak kunjung terjadi juga? Mulai berani membuat visualisasi kepasrahan diri bila kami harus menjalani induksi atau bahkan operasi Caesar. Apapun yang menjadi kehendakMu, tetap akan terjadi Ya Allah… Saya menutup diri dan lebih berfokus ke dalam. Sambil berjalan atau melakukan sesuatu, sesekali saya coba masuk ke dalam tubuh janin saya, mencoba meresapi apa pesannya, apa yang dirasakannya, dan apa yang diinginkannya. Kerja sama kami berempat selama ini sudah bagus sekali. Selalu berusaha melewatkan waktu dengan hal-hal menyenagkan seperti nonton, makan, ngemall. Minggu lalu saya katakan pada suami bahwa yuk kita puas-puasin untuk sedikit hedonis selama 3 hari ini, kan nanti dedek datang kita sudah nggak bisa kemana-mana lagi.

Pada hari Senin saya dan bidan saya berkomunikasi via Blackberry Messanger, dia sudah sampai dari event pelatihan di Bali dan sekarang siap untuk menunggu komando dari saya. Saya pesankan supaya dia istirahat dulu biar staminanya pulih kembali. Dia juga berpesan kalau bisa saya buat campuran jus jeruk, telur kampung dan castor oil untuk diminum supaya bereaksi sebagai induksi alami. Wah sayang sekali castor oil susah didapat kalau mendadak begini. Cari alternatif lain dulu deh, saya dan mama memutuskan untuk pergi berbelanja bekal makanan selama pembantu pulang mudik nanti. Masih semangat jalan kaki seputaran Plaza Pondok Gede dan sesekali terasa dorongan dan perasan ringan dari rahim saya. Ayo…ayo lanjutin terus, ini yang aku tunggu-tunggu… Tapi ternyata hari itu memang belum saatnya. Malam harinya saat suami pergi keluar, saya minta supaya beli jeruk Sunkist yang banyak untuk dibuat jus. Castor oil tidak punya, jus jeruk saja bolehlah dicoba, yang penting efek cuci perutnya sama. Setibanya di rumah suami tidak saja membawa jeruk, tapi juga durian setengah buah. Buat saya semua ujarnya, ckckck.

Selasa pagi pesan BBM dari Bidan Yesie mengatakan bahwa dia akan berangkat ke Jakarta keesokan harinya, dia ada feeling kalau tidak besok ya lusa adik Yusuf bakal lahir. Wah saya dibilang seperti itu malah jadi panik sendiri, apa iya? Saya kok belum merasakan apa-apa? Sementara dalam hati saya juga sangat mengidamkan persalinan itu untuk segera tiba. Agak takut bila Selasa berganti menjadi Rabu, pihak Rumah Sakit X akan menelpon ke rumah atau ke HP untuk menagih janjiku datang untuk induksi. Ya Allah…saya takut beneran.. Tapi rasa takut itu malah memacu saya untuk semangat mencari castor oil di segenap penjuru seller online dan menelpon semua swalayan yang menjual bahan-bahan organic seperti Ranch Market, Food Hall, Total Buah Segar dan lain-lain. Hasil nihil, tapi harapan masih ada. Padahal ternyata manfaat castor oil untuk persalinan memang bagus sekali setelah saya cek di internet. Masyarakat Bali rata-rata akrab dengan manfaat castor oil untuk para ibu hamil yang sudah masuk bulannya. Penggunaan di saat yang tepat akan memberikan efek yang cepat namun alami, tidak seperti rumput Fatima yang lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Baiklah, saya belum berjodoh untuk minum castor oil…semoga Tuhan memberikan jalan lain.

Pukul 2 siang saat saya nyaris tertidur melakukan relaksasi hypnobirthing, Bidan Yesie menelpon dan memastikan besok siang akan berangkat, dia akan mengupayakan induksi alami ke saya serta relaksasi juga untuk mempercepat proses. Sembari menunggu selama semalam ini, saya ditugaskan untuk menekan titik-titik akrupesur tertentu, kalau bisa (maaf) bercampur dengan suami, juga makan nanas atau durian (setelah menutup telpon saya langsung makan durian semalam tiga biji, kok ya feeling suami saya dapet sampai membelikan saya durian sebanyak ini). Selain itu Bidan Yesie juga bilang akan sangat bagus sekali kalau saya bisa datang ke Klinik Pro V di Permata Hijau untuk melakukan terapi NTS (Neuro Tendo Stimulation) dengan Suhu Haryanto, efek dan energi saya akan selaras setelahnya. Sayapun sebagai klien yang kooperatif langsung menghubungi Pro V saat itu juga untuk membuat janji di Rabu pagi keesokannya. Ternyata terapis NTS bapak Haryanto tidak berpraktek hari Rabu, hanya Selasa-Kamis.  Entah didorong oleh kekuatan apa, sayapun sore itu berangkat jam setengah 6 sore menuju Pro V, sendirian naik taksi. Nekat memang, tapi rasa cinta yang begitu besar kepada adik Yusuf memang bisa membuatku melakukan apa saja. Alhamdulillah suami tercintaku juga manut-manut saja saat saya pamit pergi dan minta tolong dia jaga Baim. Dia cuma Tanya balik jam berapa Bun? Saya bilang jam 8 Insya Allah.

Pukul setengah 7 malam sampai di Pro V, disambut ibu Lanny Kuswandi yang ramah dan baik luar biasa, saya mendaftar, menumpang Sholat Maghrib, lalu langsung diterapi NTS oleh Suhu Haryanto. Selama diterapi Ibu Lanny selalu mendampingi di dalam ruangan sambil mengecek perut saya, memancing Yusuf bergerak lalu mengelus-elusnya. Terapi selesai dalam 1 jam dan sayapun pulang. Tiba di rumah pukul 21.30 malam, lalu tidur seperti biasa dengan ayah dan Baim.

Rabu jam 01.00 dini hari sembari tidur mulai merasakan perasan-perasan rutin diperut. Hey…mantap sekali efek NTS nya…ayo lagi. Saya sungguh menikmatinya, ini yang sudah ditunggu sejak lama. Pingin sekali mengabari Bidan Yesie tapi ini kan dini hari, dan masih ringan kok rasanya, nanti saja deh… Jam 03.00 saya niatkan bangun untuk sholat Tahajud, lalu duduk di atas bola bersalin. Suami terbangun sebentar, saya bisikkan “udah berasa mules kontraksi Yah…tapi dikit-dikit, enak gak kaya dulu”. Dia tidur lagi, tapi ganti-ganti posisi terus sambil ngomong “ah…udah gak bisa tidur nyenyak kalo begini…”

Jam 03.45 alarm sahur berbunyi, Baim terbangun kaget dan manja minta nenen. Saya pikir biar lebih oke dan cepat kontraksinya saya kasih saja. Nggak tahunya setelah tiga atau 4 hisapan, gelombang rahim yang agak besar datang dan blessss….ketuban saya pecah. Sekarang saatnya bilang “Oow…!” dan mulai panik beneran. Saya lari ke kamar mendi dan mendapati daster saya basah, air ketuban keluar lumayan banyak, jernih tidak kelihatan warna apa-apa. OhTuhan….yang saya takutkan terjadi, saya pecah ketuban duluan, sudah tidak bisa waterbirth dengan optimal lagi deh… Saya langsung menghubungi para Bidan.. Karena panik saya juga menelpon Bu Lanny minta pendapat gimana ya kira-kira dengan Bidan Yesie yang berangkat siang ini apakah masih kekejar? Beliau menyarankan supaya tenang, bed rest dan banyak minum air putih atau Pocari. Beliau akan berusaha datang duluan supaya saya tenang.  Baim langsung diungsikan ke nanny nya. Alhamdulillah semua sangat baik dan menenangkan.

KALA 1 PERSALINAN

Jam 05.00 Tante Pardjo datang, mengelus dan memijat saya. Background musik well being sudah dipasang, lilin aromaterapi sudah dinyalakan. Ruangan gelap, udara subuh segar masuk lewat jendela. Saya disarankan untuk berbaring miring ke kiri. Ruangan ini telah menjadi tenang seperti kuil.

Jam 06.00 Reza Gunawan guru Trauma Healing dan Self healing saya menelpon, berpesan kalau KPD itu standar Rumah Sakitnya adalah bisa bertahan selama 12 jam. Namun bila kondisi kita di rumah, bed rest, minum banyak, dan tenang, ada yang bertahan hingga 3×24 jam. So tenang saja dan selamat ya, ujarnya. Hebat dan positif sekali orang-orang ini, belum lahir saja sudah kasih selamat. Saya beruntung deh pernah belajar sebentar dan memetik ilmu dari mereka.

Jam 07.30 Bidan Yesie mengabari sudah ada di pesawat menuju kesini. Alhamdulillah bisa berangkat dengan jadwal yang lebih cepat, semoga berjodoh dengan Yusuf. Dia menyuruh saya untuk mensterilkan kolam lalu dipompa. “Lho saya bingung, bukannya kalau KPD sudah tidak disarankan waterbirth mba?” Tanya saya. “Kita lihat nanti bagaimana ya, disiapkan saja dulu semuanya”.

Jam 08.00 Ibu Lanny datang, membuat saya jauh lebih percaya diri lagi. Kondisi tenang dan damai sehingga rembesan akhirnya mulai stagnan berhenti, kontraksi juga kembali jarang. Adik Yusuf lagi nungguin bidannya. Ibu Lanny dan Tante Pardjo asyik mengobrol sendiri dengan suara rendah. Suasana kamar saya yang akrab, tenang, membuat definisi waktu jadi bias. Inilah ruang bersalin terbaik di dunia, pikirku. Saya terus rajin melakukan siklus minum-berkemih-minum-berkemih demi terjaganya kuantitas air ketuban yang sudah pecah ini.

Jam 10.00 Bidan Yesie dan asistennya tiba di rumah. Background musik sedang memutar CD Katahati Institute nya Bapak Erbe Sentanu berisi Dzikir Istighfar. Setelah kami bersalaman dan cium pipi, dengan sigap mereka menyiapkan peralatan. Kemudian Bidan Yesie melakukan cek dalam dengan lembut. Alhamdulillah tidak sakit seperti dulu persalinan Baim, saya hanya merasa terdesak. Serviks saya sudah lunak, pembukaan 4, namun kepala Yusuf masih jauh di atas nih… Harus diupayakan induksi alami, mobilisasi dan homeopati. Sayapun disuruh jalan-jalan meski perlahan, duduk di bola bersalin melakukan gerakan pusaran, dan menggoyangkan pinggul (pelvic rocking). Senangnya bisa keluar kamar juga, berjalan-jalan mengitari rumah, bisa melihat keluar jendela, bunga-bunga dan tanaman di luar, nikmat sekali bisa mengambil energi dari alam. Karena merasa saya sudah aman bersama bidan saya, Ibu Lanny minta pamit karena ada urusan lain.