
5. WHO & NICE Guidelines (UK):
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun National Institute for Health and Care Excellence (NICE) di Inggris tidak memasukkan derajat pengapuran plasenta sebagai indikator utama untuk menentukan intervensi persalinan. Fokusnya tetap pada:
-
Pertumbuhan janin yang adekuat
-
Respons janin terhadap kontraksi
-
Kondisi umum ibu
Jadi…
-
Pengapuran plasenta adalah bagian dari proses alami penuaan, terutama setelah usia 36 minggu.
-
Tidak ada cukup bukti ilmiah yang mendukung bahwa pengapuran Grade III secara mandiri menjadi dasar induksi atau sesar.
-
Evaluasi menyeluruh yang mencakup kesejahteraan janin jauh lebih penting daripada sekadar melihat hasil USG plasenta.
sekali lagi, Mendengar kata “pengapuran plasenta” sering kali membuat ibu hamil merasa cemas dan takut. Tapi penting untuk diingat: bukan semua pengapuran itu berbahaya, dan tidak semua perlu dilahirkan segera. Tubuhmu punya ritmenya sendiri. Maka sebelum mengambil keputusan besar seperti induksi atau SC, yuk lakukan langkah-langkah ini dengan tenang dan sadar:
✅ Yang Bisa Ibu Lakukan:
1. Tanyakan Detail pada Tenaga Medis
“Apakah pengapuran ini disertai kondisi lain yang bermasalah?”
“Bagaimana kondisi bayi saya secara keseluruhan?”
Jangan ragu bertanya. Ibu berhak tahu dasar dari setiap rekomendasi tindakan.
2. Pantau Gerakan Janin Setiap Hari
Gerakan janin adalah indikator kesejahteraan paling alami. Bila janin tetap aktif seperti biasa (minimal 10 gerakan dalam 2 jam saat bayi biasanya aktif), artinya tidak ada tanda gawat janin.
3. Lakukan USG Doppler (jika tersedia)
USG Doppler membantu melihat aliran darah dari ibu ke plasenta dan ke janin. Ini adalah cara yang lebih akurat untuk menilai apakah plasenta masih bekerja dengan baik meski ada pengapuran.
4. Cek DJJ (Detak Jantung Janin) atau CTG (Cardiotocography)
CTG akan merekam pola denyut jantung janin dan kontraksi rahim. Jika hasilnya normal dan respons janin baik, artinya janin tidak dalam kondisi stres.
5. Konsultasi Kedua (Second Opinion)
Jika ibu merasa didorong atau ditekan untuk segera induksi atau SC tanpa indikasi yang jelas, cari opini kedua dari bidan atau dokter yang lebih suportif dan woman-centered. Kadang, keputusan terbaik datang dari sudut pandang yang lebih menghormati fisiologi ibu.
6. Buat Birth Plan yang Memuat Keinginan dan Batasan Ibu
Tuliskan:
“Saya ingin menghindari intervensi dini seperti induksi atau SC hanya karena temuan pengapuran plasenta, kecuali jika disertai indikasi medis yang objektif dan jelas.”
7. Latih Diri untuk Tenang dan Percaya Diri
Gunakan afirmasi positif setiap hari, misalnya:
“Plasenta saya menua karena tubuh saya siap. Saya percaya pada desain Tuhan dan naluri saya.”
Ikuti kelas yang memberdayakan seperti hypnobirthing, prenatal yoga, atau gentle birth class.
8. Libatkan Suami atau Pendamping
Ajak pasangan berdiskusi dan belajar bersama, agar ibu tidak menanggung tekanan sendiri. Pendamping yang sadar dan paham kondisi akan lebih siap mendampingi proses pengambilan keputusan yang tenang dan rasional.
9. Siapkan Dukungan Emosional dan Spiritual
Percayakan bahwa tubuh perempuan diciptakan dengan kecerdasan alami. Bila ada rasa takut, bicarakan. Jika perlu, konsultasi juga ke konselor atau tenaga profesional yang mendukung kelahiran sadar.
Pengapuran itu bukan alarm bahaya otomatis. Itu adalah tanda bahwa tubuhmu bersiap menyelesaikan tugasnya dengan indah. Dengarkan tubuhmu, pahami informasinya, dan putuskan dengan hati yang damai.
Ketika ibu menyusun birth plan, penting untuk tidak hanya menuliskan keinginan tentang posisi lahir atau pendamping persalinan, tetapi juga menyertakan hal-hal yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan seperti pengapuran plasenta.
Sering kali, pengapuran menjadi alasan terburu-buru untuk melakukan induksi atau bahkan SC, padahal tidak disertai tanda-tanda gawat janin. Maka, untuk menjaga agar proses persalinan tetap menghormati fisiologi tubuh ibu, ibu bisa mencantumkan pernyataan ini dalam birth plan:
“Saya memahami bahwa pengapuran plasenta adalah bagian normal dari proses kehamilan akhir. Saya ingin dilibatkan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan terkait persalinan. Selama tidak ditemukan tanda-tanda gawat janin atau indikasi medis yang jelas dan obyektif, saya ingin diberikan waktu dan kesempatan untuk melahirkan secara alami.”
Pernyataan ini bukan sekadar kalimat formal—tetapi bentuk kesadaran, pengetahuan, dan cinta ibu terhadap proses persalinannya sendiri. Ini juga menjadi pengingat bagi tenaga medis bahwa ibu paham apa yang sedang terjadi, dan berhak mendapatkan penjelasan serta pilihan, bukan tekanan.
Rekomendasi Praktis Berdasar Literatur Terkini
-
Pantau secara intensif bila grade III muncul sebelum 36–37 minggu, karena berpotensi menjadi indikator insufisiensi plasenta.
-
Tetapi grade III setelah usia kehamilan cukup bulan (>37 minggu) dalam kehamilan normal tidak otomatis memerlukan induksi.
-
Untuk edukasi klien atau pembuatan konten profesional (misalnya cetak, audio, video edukatif), saya bisa bantu sediakan kutipan lengkap sesuai standar APA 7th Edition—mau saya lanjutkan?
jadi kesimpulan singkatnya, Pengapuran plasenta adalah bagian normal dari proses penuaan plasenta menjelang akhir kehamilan, bukan tanda bahaya otomatis. Selama janin tumbuh sehat, air ketuban cukup, dan tidak ada tanda gawat janin, pengapuran tidak perlu menjadi alasan untuk induksi atau operasi sesar.
Evaluasi kondisi ibu dan janin secara menyeluruh jauh lebih penting daripada sekadar melihat hasil USG. Ibu berhak bertanya, memahami, dan dilibatkan dalam setiap keputusan persalinan. Tetap tenang, percaya pada tubuh sendiri, dan buat keputusan berdasarkan informasi yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
-
Diagnostics. (2025). The Association of Placental Grading with Perinatal Outcomes: Meta-analysis on Premature Placental Calcification. Diagnostics, 15(10), 1264.
Studi ini menemukan bahwa grade III plasenta sebelum usia kehamilan ~37 minggu terkait peningkatan risiko SGA, preeklamsia, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, dan perawatan NICUjournals.lww.com+11mdpi.com+11pmc.ncbi.nlm.nih.gov+11. -
MDPI Biomolecules. (2023). Placental Tissue Calcification and Its Molecular Pathways in Female …
Menyoroti jalur molekuler (contoh: JNK, RUNX2, osteocalcin) pada plasenta dengan kalsifikasi dan asosiasinya dengan preeklamsia onset lambat pubmed.ncbi.nlm.nih.gov+2mdpi.com+2pmc.ncbi.nlm.nih.gov+2. -
ScienceDirect. (2012). The Role of Preterm Placental Calcification in High‑Risk Pregnancy as a Predictor of Poor Uteroplacental Blood Flow…
Menegaskan pemetaan awal grade III plasenta sebelum 32 minggu sebagai penanda risiko uteroplacentral insufisiensi ijrcog.org+10sciencedirect.com+10msjonline.org+10. -
Frontiers in Medicine. (2022). The Role of Inorganics in Preeclampsia Assessed by Multiscale Approaches
Menyebut bahwa kalsifikasi grade III plasenta berpotensi menjadi indikator awal preeklamsia frontiersin.org. -
International Journal of Reproduction, Medicine (MSJ‑Online). (2018). Determinants of Calcified Placenta and Its Association with Fetal …
Menunjukkan grade II atau III berhubungan dengan hipertensi, merokok, anemia, serta peningkatan risiko komplikasi perinatal pmc.ncbi.nlm.nih.gov+12msjonline.org+12ijrcog.org+12. -
IJRCOG. (2017). Analysis of Placental Pathology and Fetal Outcome
Kalkifikasi plasenta pada kehamilan cukup bulan tidak berkorelasi dengan hasil neonatal abnormalijrcog.org+1arxiv.org+1. -
ResearchGate Review. (2020). Placental Calcification: Long-standing Questions and New Biomedical Research Directions
Review ini menyoroti hubungan antara kalsifikasi plasenta dan hasil perinatal, mekanisme patologi, dan masa depan diagnostik berbasis AI pmc.ncbi.nlm.nih.gov+2researchgate.net+2mdpi.com+2.