Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth Pentingnya Posisi Ibu dan Biomekanika Panggul untuk Persalinan Lancar

Pentingnya Posisi Ibu dan Biomekanika Panggul untuk Persalinan Lancar

0
Pentingnya Posisi Ibu dan Biomekanika Panggul untuk Persalinan Lancar
  1. Diameter interspinous → jarak antara kedua ischial spines.

  2. Diameter anteroposterior → jarak dari tengah tulang kemaluan (pubic symphysis) ke sambungan sacrococcygeal di belakang.

Bagaimana Membuka Panggul Tengah

  • Gerakan pinggul secara diagonal atau tidak simetris dapat memperlebar diameter interspinous.

  • Gerakan menyamping (lateral movement) juga membantu, karena dasar panggul cenderung lebih mudah membuka ke arah samping dibanding ke depan atau belakang.

Jalur Turun Kepala Bayi

  • Diameter terlebar dari panggul tengah adalah diagonal, yaitu dari tulang kemaluan menuju area antara ischial spines dan sakrum di sisi seberangnya.

  • Karena itu, kepala bayi biasanya turun secara diagonal, dalam posisi left occiput anterior (LOA) atau right occiput anterior (ROA).

  • Saat mencapai dasar panggul, kepala bayi perlu berotasi agar bisa melewati dasar panggul, yang lebih banyak membuka arah depan-belakang.

  • Akhirnya, kepala bayi akan berputar menjadi occiput anterior (OA) untuk bisa turun melewati dasar panggul dengan lancar.

Pintu bawah panggul (pelvic outlet) terdiri dari:

  • lengkung kemaluan (pubic arch),

  • tonjolan duduk (ischial tuberosities),

  • sambungan antara sakrum dan tulang ekor (sacrococcygeal symphysis),

  • tulang ekor (coccyx),

  • dan dasar panggul (pelvic floor).

Ukuran pintu bawah panggul diukur dengan dua cara:

  1. Diameter intertuberous → jarak antara kedua tonjolan duduk (ischial tuberosities).

  2. Diameter anteroposterior → jarak dari tengah tulang kemaluan (pubic symphysis) ke sambungan sacrococcygeal.

Diameter Terlebar

  • Diameter terlebar dari pintu bawah panggul adalah anteroposterior.

  • Saat ibu mengejan, sakrum dan tulang ekor bisa terdorong ke belakang, sehingga ruang panggul bertambah luas.

  • Karena itu, kepala bayi biasanya berputar ke posisi occiput anterior (OA) agar bisa lewat di bawah lengkung tulang kemaluan (pubic arch) dan turun melewati pintu bawah panggul serta dasar pan

Cara Membuka Pintu Bawah Panggul

  1. Rotasi dalam paha (internal rotation of femur): memperlebar diameter intertuberous (jarak antara tonjolan duduk).

  2. Tilt panggul ke depan (anterior pelvic tilt): membantu sakrum dan tulang ekor bergerak ke belakang sehingga diameter anteroposterior lebih panjang.

  3. Memberi ruang bagi sakrum untuk bergerak: jangan menekan atau menghambat sakrum saat bayi turun.

  4. Hindari posisi telentang (supine) saat mengejan: posisi telentang membuat sakrum dan ekor tidak bisa bebas bergerak ke belakang, sehingga ruang jadi lebih sempit.

dari penjelasan di atas kita jadi semakin tahu bahwa, Dengan mengambil posisi tubuh tertentu, ibu dapat membantu memperluas ruang pada tiap level ini. Contohnya, jongkok dengan lutut lebar bisa membuka diameter transversal inlet, sementara duduk merunduk atau bersila membantu bayi berputar ke depan di midpelvis. Posisi di mana pinggul lebih tinggi dari lutut (seperti merangkak) memungkinkan tulang ekor (sakrum) terdorong ke belakang, membuka outlet. Sebaliknya, posisi berbaring terlentang (supine/lithotomy) sering membatasi gerakan sakrum sehingga mempersempit outlet dan cenderung memperlama proses bersalin.

WHO bahkan menganjurkan agar ibu memilih posisi tegak atau nyaman sesuai keinginan untuk memfasilitasi proses lahir

Secara fisiologis, hormon kehamilan (misalnya relaxin) melonggarkan sendi panggul: simfisis pubis dapat melebar beberapa milimeter hingga lebih dari 1 cm selama kehamilan. Perubahan ini memang mendukung penyesuaian kepala bayi masuk panggul. Namun jika ibu hanya berbaring, peluang melekukannya tidak optimal. Gerakan aktif seperti squat, lunges, merangkak, atau jongkok dapat secara nyata memperluas diameter panggul sesuai kebutuhannya. Misalnya, squat lebar memperbesar inlet, sedangkan gerakan merentangkan panggul ke samping (seperti posisi “knees-chest” atau merangkak) melebarkan midpelvis dan outlet. Riset menunjukkan posisi tegak (jongkok, berdiri, duduk merendah) sering memperpendek fase kedua persalinan, mengurangi komplikasi, dan meningkatkan hasil ibu-bayi.

Sebaliknya, posisi lithotomy atau terlentang sebaiknya dihindari karena berisiko memperlambat kontraksi, meningkatkan nyeri, serta memperbesar perdarahan dan robekan.

Posisi Janin: Kunci lainnya adalah posisi bayi di rahim. Posisi ideal (occiput anterior) adalah kepala bayi menghadap belakang ibu (misalnya Left Occiput Anterior, LOA). Di posisi ini dahi bayi mengarah ke rahim ibu, memudahkan kepala pas masuk pelebaran panggul anterior-posterial yang lebih besar.

Sebaliknya, kalau kepala bayi menghadap perut ibu (occiput posterior, OP atau “sunny-side up”), persalinan masih bisa berlangsung tetapi biasanya lebih lama dan nyeri. Posisi OP menekan sakrum ibu sehingga sering menimbulkan sakit punggung. Data klinis menunjukkan OP persistent sangat berpengaruh: hanya sekitar 30–55% ibu dengan OP berhasil lahir spontan pubmed.ncbi.nlm.nih.gov. Malposisi OP ini menyumbang sekitar 12% semua operasi caesar karena distosia (persalinan macet)pubmed.ncbi.nlm.nih.gov. Dengan kata lain, bayi yang dapat berputar ke LOA/ROA secara otomatis sesuai anatomi panggul, persalinan cenderung lebih cepat dan efisienbritannica.commotifmedical.com. Oleh karena itu, banyak latihan prenatal yoga yang menekankan gerakan yang mendorong bayi ke posisi anterior (misalnya pelvic tilts, merangkak, lunges ke depan) sekaligus menguatkan fleksibilitas pinggul ibu.

Hubungan dengan Operasi Caesar: “Persalinan macet” atau obstructed labour kini menjadi salah satu penyebab utama operasi caesar. Peningkatan angka caesar global sebagian besar dikaitkan dengan faktor seperti persalinan berkepanjangan, distress janin, atau posisi janin yang abnorma lwho.int. Misalnya, studi di India melaporkan 46,5% kasus caesar pada ibu yang diinduksi disebabkan oleh persalinan macet ijrcog.org. WHO menegaskan bahwa operasi caesar sering diperlukan bila terjadi persalinan lama/terhalang atau posisi janin bermasalah who.int. Padahal banyak faktor pemicu distosia dapat diminimalkan dengan postur dan gerakan ibu yang tepat. Pelatihan posisi pelvis (baik melalui senam, latihan kelahiran, atau yoga hamil) bisa membantu menurunkan kebutuhan intervensi bedah.

Ibu hamil sangat disarankan rutin berlatih Prenatal Gentle Yoga (PGY) sejak masa kehamilan. Latihan ini istimewa karena dirancang dengan formula SPACE (Stability, Postural Alignment, Awareness of Breath, Creating Space, Empowerment through Adaptation), yang secara ilmiah dan praktis terbukti membantu:

  • Membuka panggul secara aman melalui gerakan jongkok lebar, lunges, pelvic tilts, cat-cow, serta posisi merangkak/hands-and-knees.

  • Memfasilitasi rotasi bayi dari posisi posterior ke anterior, sehingga mengurangi risiko persalinan macet (arrest of labour).

  • Melatih napas dan relaksasi untuk mendukung ketenangan mental dan emosional ibu.

  • Memberikan adaptasi personal sesuai kebutuhan tiap ibu, sehingga lebih efektif dibanding latihan umum yang tidak spesifik untuk kehamilan.

Saat persalinan, ibu yang terbiasa PGY akan lebih mudah bergerak sesuai instruksi bidan: berjalan, berjongkok saat kontraksi datang, atau bersandar pada partner. Dengan demikian, ibu menggunakan kekuatan tubuhnya sendiri untuk membantu “menggiring” kepala bayi turun lewat panggul yang terbuka.

Pendekatan ini didasarkan pada bukti ilmiah biomekanika panggul dan terbukti mengurangi risiko persalinan macet serta operasi sesar yang tidak perlu.

Posisi tubuh ibu dan posisi janin sangat erat kaitannya dengan kelancaran persalinan. Dengan memahami anatomi panggul (inlet, midplane, outlet) serta rotasi alami bayi, ibu dapat lebih aktif memilih postur dan gerakan yang membuka jalan lahir. Prenatal Gentle Yoga menjadi sarana edukasi sekaligus praktik nyata untuk mempersiapkan hal ini sejak masa kehamilan.

Semakin ibu teredukasi secara ilmiah, semakin besar rasa percaya diri dan peluang untuk mengalami persalinan normal yang lancar dan minim trauma.

Karena itu, tenaga kesehatan terutama bidan dan dokter sangat dianjurkan untuk mempelajari dan mengikuti pelatihan menjadi fasilitator Prenatal Gentle Yoga. Dengan pemahaman yang lebih dalam, mereka dapat mendampingi ibu hamil dengan cara yang lebih fisiologis, efektif, dan penuh empati – demi tercapainya luaran persalinan yang lebih baik, aman, dan penuh pengalaman positif.

Dengan kata lain: Prenatal Gentle Yoga bukan hanya olahraga hamil, melainkan investasi kesehatan ibu dan bayi, sekaligus jembatan kolaborasi antara ibu, bidan, dan dokter untuk persalinan yang lembut dan minim intervensi.