TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
Sejarah TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
Teknik elektroanalgesia ini telah dikenal sejak 2500 SM di Mesir, dimana mereka telah menggunakan ikan listrik untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Pada tahun 46 SM, seorang dokter Romawi bernama Scribonius Largus mendokumentasikan pemakaian elektroanalgesia ini. Elektroanalgesia mengalami peningkatan popularitas seiring dengan perkembangan generator elektrostatik diabad 18 dan mengalami kemunduran pada abad 19 dan awal abad 20. TENS mulai dikembangkan lagi pada tahun 1965 oleh Melzack dan Wall dengan mengemukakan alasan fisiologis yang rasional mengenai efek elektroanalgesia. Mereka mnyatakan bahwa penyampaian transmisi sinyal nyeri dapat diinhibisi dengan aktifitas pada saraf aferen perifer (berdiameter besar) atau melalui aktifitas pada jaras inhibisi nyeri yang turun dari otak. Stimulasi elektris frekuensi tinggi secara perkutaneus digunakan untuk mengaktifkan saraf aferen perifer yang berdiameter besar dan stimulasi ini dapat meredakan nyeri kronik pada pasien. Shealy, Martiner dan Reswick menemukan bahwa stimulasi dari kolumna dorsalis yang membentuk jaras transmisi sentral dari saraf perifer yang berdiameter besar juga dapat meredakan rasa nyeri.
TENS merupakan salah satu teknik elektroanalgesia non-invasif yang telah digunakan secara luas diberbagai tempat praktek ahli fisioterapi, perawat dan bidan. TENS melibatkan aliran listrik lemah melalui elektroda yang ditempelkan pada permukaan kulit. Elektroda ditempatkan pada beberapa tempat ditubuh, kemudian arus dialirkan melalui kabel dengan frekuensi dan intensitas yang disesuaikan untuk mendapatkan efek optimal selama dan setelah stimulasi.
Mekanisme Analgesia TENS Mekanisme kerja TENS dalam menghilangkan nyeri diduga adalah melalui :
Inhibisi presinaptik pada kornu dorsal medula spinalis.
Pengontrolan nyeri secara endogen melalui endorphin, enkhepalin dan dynorphin.
Inhibisi langsung serabut saraf yang tereksitasi abnormal.
Restorasi input aferen.
Penelitian di laboratorium menunjukkan hasil bahwa stimulasi listrik oleh TENS mengurangi nyeri melalui hambatan nosiseptif pada tingkat presinaptik pada kornu bagian dorsal. Sehingga menghambat transmisi ke sentral. Rangsangan listrik pada kulit mengaktifasi ambang rendah serabut saraf bermyelin. Input aferen dari serabut ini menghambat propagasi nosiseptif yang dibawa oleh serabut-serabut C kecil tak bermyelin dengan menghambat transmisi sepanjang serabut saraf ini ke target sel (sel-T) yang terdapat pada substansia gelatinosa kornu dorsal.
Mekanisme analgesia yang dihasilkan oleh TENS dapat dijelaskan dengan teori pengontrolan gerbang (Gate Control Theory) oleh Melzack dan Wall. Teori ini menjelaskan bahwa serabut syaraf dengan diameter kecil yang membawa stimulus nyeri akan melaui pintu yang sama dengan serabut yang memiliki diameter lebih besar yang membawa impul raba (mekanoreseptor), apabila kedua serabut saraf tersebut secara bersama-sama melewati pintu yang sama, maka serabut yang lebih besar akan menghambat hantaran impuls dari serabut yang lebih kecil. Gerbang biasanya tertutup, menghalangi secara konstan transmisi nosiseptif melalui serabut C dari sel perifer ke sel-T. Jika timbul rangsangan nyeri perifer, informasi dibawa oleh serabut C mencapai sel-T dan gerbang akan terbuka, menyebabkan transmisi sentral ke Thalamus dan korteks dimana impuls akan diinterpretasikan sebagai nyeri. TENS berperan dalam mekanisme tertutupnya gerbang dengan menghambat nosiseptif serabut C dengan memberikan impuls pada serabut bermyelin yang teraktifasi.
TENS yang berfrekuensi rendah bekerja terutama dengan menghasilkan senyawa kimia opiod endogens dan efeknya dapat berkurang atau hilang dengan pemberian antagonis reseptor opioid. b endorfin akan meningkat konsentrasinya pada aliran dan cairan spinal setelah penggunaan TENS baik yang berfrekuensi rendah ataupun tinggi. Senyawa ini akan menginhibisi sinyal nyeri di medulla spinalis. Senyawa kimia ke 2 yang dikeluarkan susunan saraf pusat sebagai respon dari TENS adalah opioids endogens yang menghambat transmisi nyeri pada substansia gelatinosa di medulla spinalis.
Teknik dan Alat TENS TENS menggunakan alat elektrik berukuran kecil yang untuk menghantarkan impuls listrik ke kulit. Satu unit TENS terdiri dari pembangkit sinyal listrik, baterai danelektroda. Parameter stimulasi yang biasa dipakai adalah :
Amplitudo : Intensitas rendah, comfortable level dan diatas ambang. Luasnya denyut (durasi) : 10 – 1000 mikro detik. Laju denyut (frekuensi) : 80 – 100 impuls perdetik (Hz), 0,5 – 10 Hz jika intensitas disetel tinggi. Pada saat memakainya pasien diminta untuk mencoba berbagai frekuensi dan intensitas untuk mendapatkan kontrol nyeri yang terbaik bagi individu yang bersangkutan. Posisi elektroda dipasang pada daerah yang sakit (dapat juga pada daerah lain seperti titik akupunktur, trigger point, saraf kulit) untuk mendapatkan perbandingan hasil yang lebih baik.
Ada tiga pilihan metode terapi dengan TENS yaitu :
1. Konvensional TENS
Konvensional TENS menggunakan frekuensi tinggi (40-150 Hz) dan intensitas rendah, pengaturan arus antara 10-30 mA, durasinya pendek (diatas 50 mikrodetik). Onset analgesia pada metode ini bersifat sedang. Nyeri hilang bila alat dihidupkan dan biasanya kembali lagi bila alat dimatikan. Setiap harinya pasien memasang elektroda sepanjang hari, stimulus diberikan dengan interval 30 menit. Pada individu yang merespon baik, akan didapatkan efek analgetik sampai beberapa lama setelah penggunaan alat dihentikan.
2. Acupuncture Like TENS (AL-TENS)
Pada metode ini digunakan stimulus dengan frekuensi rendah dimulai dengan 1-10 Hz, intensitas tinggi, tetapi masih dapat ditoleransi pasien. Metode ini lebih efektif dari pada konvensional TENS, tetapi ada beberapa pasien yang merasa kurang nyaman. Metode ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap konvensional TENS.
3. Intense TENS
Menggunakan stimulus dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi. Cetusan arus dilepaskan 1-2 Hz, dengan frekuensi masing-masing cetusan 100 Hz. Tidak ada keuntungan khusus metode ini dibandingkan dengan konvensional TENS.
TENS digunakan untuk secara selektif mengaktifkan saraf aferen Aβ yang menyebabkan inhibisi transmisi nosiseptif di medula spinalis. Dinyatakan bahwa mekanisme kerja dan profil analgesik AL-TENS dan intense-TENS berbeda dari TENS konvensional dan metode tersebut lebih berguna dibanding konvensional TENS, karena TENS konvensional hanya memberikan sedikit keuntungan. Ada beberapa penelitian yang melaporkan bahwa terdapat bukti yang tidak begitu kuat yang mendukung penggunaan TENS dalam manajemen nyeri post operasi dan nyeri persalinan. Tetapi, temuan ini telah dipertanyakan karena bertolak belakang sekali dengan pengalaman klinis dan akan sangat tidak tepat untuk menolak penggunaan TENS pada nyeri akut sampai terdapat bukti atau alasan yang menerangkan perbedaan antara pengalaman klinis dengan penelitian klinis di eksplorasi lebih lanjut. Review sistematik menunjukan hasil yang lebih positif mengenai penggunaan TENS pada nyeri kronis. Sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih baik untuk menentukan perbedaan efektifitas antara berbagai tipe TENS, dan untuk membandingkan cost-effectiveness (efektivitas biaya) TENS dengan intervensi analgesik konvensional dan eletrokterapi lainnya
Indikasi dan Kontraindikasi TENS TENS telah digunakan untuk tipe dan kondisi nyeri yang bervariasi seperti low back pain (LBP), myofascial dan nyeri artritis, nyeri yang dimediasi oleh saraf simpatis, inkontinensia, nyeri perssalinan, nyeri neurogenik, nyeri viseral dan nyeri post operasi.
Indikasi TENS :
1. Nyeri neurogenik : nyeri yang dimediasi saraf simpatis, nyeri post herpetik, nyeri trigeminal, nyeri fasial atipikal, avulsi pleksus brakialis dan nyeri setelah destruksi medula spinalis (Spinal Cord Injury = SCI).
2. Nyeri muskuloskeletal : nyeri sendi pada artritis reumatoid dan osteoartritis, nyeri akut post operasi (post thorakotomi), nyeri akut post trauma. Setelah operasi, TENS dapat digunakan untuk nyeri level ringan sampai sedang dan tidak efektif untuk nyeri berat.
3. Nyeri viseral, nyeri persalinan dan dysmenorrhea.
4. Keadaan lain : angina pektoris, dan inkontinensia, memperbaiki fungsi motorik pada pasien post stroke, mengontrol muntah pada pasien dengan kemoterapi, penyembuhan post operasi dan nyeri post fraktur.
Kontraindikasi TENS :
1. TENS tidak boleh digunakan pada pasien dengan pacemaker pada jantung atau pasien dengan penyakit jantung.
2. TENS tidak boleh digunakan pada pasien epilepsi.
3. TENS tidak boleh digunakan selama kehamilan preterm.
4. Untuk mengurangi resiko menginduksi persalinan, TENS sebaiknya tidak diletakan diatas uterus yang sedang membesar tersebut
5. TENS tidak boleh digunakan diatas sinus karotis, mengingat resiko untuk terjadinya akut hipotensi melalui reflek vasovagal.
6. TENS tidak boleh digunakan didalam mulut atau pada daerah kulit yang rusak atau luka.
7. Elektroda tidak boleh digunakan pada area kelainan sensoris (pada kasus lesi saraf, neuropati).
8. Penggunaan TENS harus diawasi ketat pada pasien dengan stimulator medula spinalis atau pompa intratekal.
PENGGUNAAN TENS PADA NYERI PERSALINAN
Nyeri pada proses persalinan merupakan keadaan yang sangat dikhawatirkan pada ibu yang akan menghadap persalinan. Intensitas nyeri pada persalinan bervariasi umumnya ibu akan merasa sangat nyeri pada proses persalinan. Tetapi ada sebagian kecil ibu yang tidak merasakan nyeri yang berarti pada persalinan mereka. Rasa kekhawatiran akan persalinan dapat menimbulkan sensasi nyeri tersendiri pada proses persalinan.
Pada persalinan diharapkan ibu hamil dapat melewati proses persalinan dengan nyaman dan tidak menimbulkan cacat emosional. Oleh karena itu diperlukan penanganan untuk mengatasi rasa nyeri yang timbul dalm proses persalinan.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang timbul akibat proses persalinan. Metode farmakologi dengan penggunaan obat-obatan : beberapa diantaranya adalah penggunaan nitrous oksida, pethidhin, morphine, anestesi epidural, anestesi spinal, blokade saraf dan anestesi umum. Metode non pharmakologi : beberapa metode ini diantaranya adalah relaksasi dan pijat (massage), air hangat dan TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation). TENS yaitu penggunaan gelombang listrik para kulit melalui permukaan elektroda untuk mengurangi rasa nyeri terutama yang ditimbulkan akibat persalinan.
Mekanisme kerja TENS.
Stimulasi TENS sebagai penghilang nyeri persalinan dilakukan dengan mengirimkan impuls bifasik, panjang impuls 0,25 m/dtk, frekuensi dan amplitudo disesuaikan. Rentang amplitudo yang digunakan adalah 0-200 volt sedangkan rentang frekuensi 10-150 Hz. Elektroda dibuat dari metal dengan area aktif 30 x 80 mm dan diletakkan pada punggung pasien secara simetris sesuai dengan jaras nyeri pada persalinan kala I (T10-L1) dan pada persalinan kala II (S2-S3). Untuk mendapatkan efek analgesia optimal, amplitudo stimulus ditingkatkan sampai level dimana terjadi fasikulasi otot disekeliling elektroda. Stimulasi intensitas tinggi digunakan selama kontraksi uterus pada puncak nyeri selama 1 menit dan stimulasi dengan intensitas rendah digunakan selama persalinan kala I. Kondisi ibu dan janin harus dimonitor selama proses persalinan.
Para produsen sekarang telah memproduksi alat TENS yang didesain khusus untuk kebidanan yang memiliki channel ganda dan tombol kontrol ‘boost’ untuk nyeri kontraksi.