
Dan hal ini dapat mengakibatkan intervensi yang tidak perlu terjadi, karena provider berusaha membuat proses kelahiran ini memenuhi preferensi mereka sendiri. Dalam beberapa kasus, seorang klien menjadi sumber belajar bagi staf rumah sakit untuk mengamati atau berlatih (biasanya ini terjadi di RS atau Puskesmas atau pusat layanan kesehatan yang digunakan sebagai tempat praktek pendidikan tenaga kesehatan).
Selain itu, tidak jarang juga karena hal hal “khusus” tertentu dari pihak provider, membuat akhirnya sebuah intervensi yang sebenarnya tidak perlu, akhirnya di berlakukan. misalnya (motivasi untuk segera SC di tanggal dan waktu tertentu karena petugas yang bersangkutan hanya bisa melayani pada saat itu saja ==> contoh provider akan pergi seminar, hendak cuti atau ada meeting)
Pengetahuan yyang dimiliki ibu (klien) tentang kemajuan persalinan dan kesejahteraan janin di abaikan oleh petugas kesehatan. Bahkan tidak jarang provider menggunakan kebohongan dan ancaman untuk memaksa wanita mematuhi prosedur.
Secara khusus, kebohongan dan ancaman ini terkait dengan kesejahteraan bayi. beberapa klien juga menggambarkan tindakan yang kasar sehingga Bagi beberapa klien, tindakan ini memicu terekamnya kenangan akan penyerangan seksual.
KESIMPULAN:
Tindakan dan interaksi penyedia layanan dapat mempengaruhi pengalaman traumatik seorang ibu selama proses persalinan . untuk itu diperlukan cara untuk mengatasi trauma kelahiran akibat hubungan interpersonal baik pada tingkat makro maupun mikro. Pengembangan dan penyediaan layanan persalinan perlu did
Dukung oleh paradigma dan kerangka kerja yang memprioritaskan kebutuhan fisik dan emosional seorang ibu. provider pun membutuhkan pelatihan dan dukungan untuk meminimalkan trauma ini.