Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth Gentle Birth is About Faith (Birth Story)

Gentle Birth is About Faith (Birth Story)

0
Gentle Birth is About Faith (Birth Story)

Awal Cerita

Menjelang subuh, rabu 4 mei 2016, saya merasa nyeri datang dan pergi di perut bawah. seperti nyeri haid tapi jauh lebih kuat. sudah hampir tiga minggu si mbak mudik jadi seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu saya beberes meja makan dan dapur, cuci piring, masukin pakaian kotor ke mesin cuci, nyapu, dan menyiapkan bekal naila sekolah.

Masih bisa saya lakukan sambil sesekali gerak dan goyang sana-sini saat nyeri datang.

jam 08:00 setelah naila berangkat sekolah, gelombang cinta dari rahim itu mulai rutin datang. saya tidak lepas dari apps kontraksi nyaman di hp yang sudah saya pasang sejak dua hari sebelumnya. setiap rasa itu muncul, saya berjalan mondar mandir, goyang-goyang, ataupun naik ke gym ball lalu memutar. saya lakukan pernafasan dalam ketika menjelang siang rasa itu semakin kuat.

Suami sengaja tidak ke mana-mana hari itu. di kamar sambil memijit, ngelap keringat, dan memantau saya. hospital bag sudah dia siapkan di mobil jikalau sewaktu-waktu harus ke rumah sakit. dia tampak santai dan tidak panik karena setiap kali bertanya ‘gimana, udah berasa sakit mi?’ saya jawab ‘biasa aja’ sambil masih ketawa-ketawa.


Jam 12.00 saya merasa ada flek-flek yang diikuti darah segar. kami memutuskan berangkat ke rumah sakit untuk mengecek pembukaan. saya diturunkan di pintu igd dan suami memarkir mobil. saya berjalan sendiri ke petugas dan di sana menunggu untuk dirujuk ke ruang bersalin. ‘mau pakai kursi roda atau jalan bu?’ ‘mau jalan sendiri aja’, kata saya. bergerak akan membuat rasa gelombang rahim tidak terlalu kuat.

Di ruang bersalin di lantai 3, saya dicek sana-sini. vt dan sudah pembukaan 1. ‘aaah lega, tinggal sembilan lagi,’ pikirku. saya perkirakan diperbolehkan pulang dulu.

Kemudian alat rekam jantung bayi dipasang di perut buncit saya. setiap kontraksi tiba, alat itu berbunyi lebih keras. berisik sekali. raut wajah bu bidan tidak terlihat gembira. ‘kita ulang lagi ya bu. setiap kontraksi denyut jantung janin selalu turun atau naik drastis di bawah 120 dan di atas 160’, katanya menjelaskan. ‘kalau kita ulang nanti hasilnya masih sama, ada kemungkinan harus caesar.’ saya terkejut sebentar.

Saya masih santai sambil sesekali melatih pernafasan setiap kali kontraksi datang. usai rekam jantung kedua, tiba-tiba masuk whatsap dari dr. adi: ‘bu harum, maaf ya. hasil ctg kurang menggembirakan walau sudah diulang’. adik tidak kuat dengan kontraksi sehingga gak bisa nunggu lebih lama lagi, yang berarti kontraksi lebih intens dan lebih kuat. akan sangat bahaya untuk adik.

Ditambah info dari bidan bahwa dr. adi merencanakan segera melakukan cito caesar karena emergency: fetal distress. sesaat saya ingat ilmu dari workshop bu yesie bahwa salahsatu alasan harus sc adalah fetal distress, selain plasenta previa dan pre eclampsia. deg! saat itu juga saya langsung switch otak ke plan b: operasi caesar.

Whatsapan dengan bu yesie sejak tadi diakhiri dengan ‘njenengan harus tetap rileks dan tenang ya mbak harum agar kondisi adik bayi tetap baik. karena kalo stress dan panik tidak akan membantu proses’.

Mama dan adik saya tiba di rs sebelum jam 3, waktu yang ditentukan untuk menjalani operasi. mereka datang sambil senyam-senyum tanpa khawatir sama sekali. ‘tenang aja..cuma sebentar kok,’ kata mama. segala macam prosedur saya ikuti. cek darah, hb, tensi, alergi, pasang infus, pasang kateter, ganti baju rs. saya ikuti semua sambil tetap tenang, dan mendengarkan musik relaksasi dari hape. asli…saya berasa nyantai banget! tanpa rasa khawatir sedikit pun.

Memasuki lobi ruang operasi dengan kondisi sudah digeledek di atas tempat tidur, saya lihat dr. adi berlari tergopoh-gopoh untuk menemui saya dan suami. kami mengobrol sebentar dan beliau menjelaskan grafik hasil ctg. beliau juga mengijinkan suami saya nanti masuk menemani. ah legaaa…

Di ruang operasi, saya tidak merasa takut sama sekali. apalagi dr ratih, spesialis anestesi menyambut saya dengan ramah ‘halo bu…saya dr ratih yang akan melakukan anestesi’ dan beliau menjelaskan prosedurnya serta efek yang akan saya rasakan setelah itu. suntikan di tulang belakang tidak terasa sakit sama sekali. perawat (atau asisten dokternya ya?) di sebelah kanan merangkul dan menggenggam tangan saya dengan nyaman saat anestesi dilakukan. tak lama kedua kaki saya tak bisa digerakkan.

‘kita mulai ya bu..’ kata dokter adi di sebelah kiri bawah saya. ‘naaaah ini dia obat paling manjurnya datang…’ kata dr ratih bercanda saat suami saya dengan pakaian steril lengkap duduk di sebelah kanan saya. sepanjang operasi, sesekali saya mengobrol dengan para nakes yang berada di ruang itu, sambil tangan saya digenggam dan dahi dielus-elus oleh suami. saya tidak merasa asing berada di ruang itu.

Sesaat sebelum ada rasa tidak nyaman sedikit di perut, dr adi dan dr ratih bergantian mengatakan kepada saya ‘tenang ya bu, setelah ini akan terasa agak tidak nyaman sedikit’ dan tak lama kemudian….’oeeeeeeek!!!’ tangis bayi mungil itu terdengar dan wajah gembilnya terlihat diarahkan ke saya. ‘ketuban bagus, plasenta bagus, tidak ada lilitan’ kata dr adi memberi laporan pandangan mata. ‘selamat ya pak..bu. lahirnya jam 15:45’

Tak lama kemudian adik didekatkan ke saya. tapi karena kasusnya emergency, fetal distress…maka dr adi menjelaskan bahwa dokter anaknya tidak mengijinkan saya melakukan imd saat itu karena harus segera di-oksigen dan diobservasi. suami saya keluar untuk mengikuti adik ke kamar bayi, dan mengadzani Abizhar Naeem Nugroho.

Tinggallah saya di situ menanti jahitan selesai dilakukan. saya mulai menggigil kedinginan. sangat dingin. dr ratih menjelaskan bahwa itu salahsatu efek anestesi. beliau genggam tangan saya sambil berkata ‘yuk alihkan rasa dinginnya ke hal lain yang enak-enak, hangat-hangat’ saya pun pejamkan mata, nafas panjang buang nafas panjang, dan alihkan rasa dingin itu. berhasil!

Selesai penjahitan, dr adi pamit. saya ucapkan terima kasih. kembali ke kamar setelah beberapa saat di recovery room…alhamdulillah tidak ada rasa pusing, mual, dan rasa tak nyaman lainnya. keluarga terdekat sudah berkumpul semua: suami, naila, mama, mama mertua, kedua adik saya dan keponakan. hari-hari berikutnya mereka bergantian menemani saya.

Paginya, saya sudah bisa miring kiri kanan untuk menyusui Izhar. dan dua hari setelah operasi saya sudah bisa duduk dan belajar jalan.

Saya bersyukur, persiapan fisik dan mental yang saya lakukan selama ini membuahkan hasil. gentle birth is not about vaginal vs caesarian birth. it’s about preparation. it’s about mindfulness, self consciousness.

~~~

Seperti pernah dikatakan oleh pak dokter obgyn, persiapan melahirkan itu seperti persiapan mengikuti marathon. perlu kesiapan mental, melatih fisik, mindset positif, dan memahami seluk beluk tubuh. oya, dan yang tak kalah penting, memilih tenaga dan fasilitas kesehatan yang baik, serta menentukan pendamping melahirkan yang tepat.

Untuk saya, analogi ini jelas sangat signifikan. saya lalu membayangkan bagaimana persiapan saya dua tahun lalu ketika akan mengikuti lomba lari half marathon sepanjang 21 km dan mendaki gunung rinjani setinggi 3726 mdpl.

Tidak hanya latihan fisik, tapi mental saya digembleng untuk mampu mengikis segala pikiran negatif yang nantinya akan muncul dan menggerogoti usaha menuju ke puncak rinjani atau garis finish half marathon itu. saya beruntung menemukan coach yang sangat paham kebutuhan saya, yang menggembleng fisik dan mental sesuai porsinya.

Juga teman-teman yang mendukung sesi latihan, yang pada akhirnya membawa sukses pada pendakian 17 jam (belum turunnya) dan pelarian selama 3,5 jam itu. dan…banyak juga pengalaman mendaki dan kegiatan alam terbuka lain yang sudah melalui persiapan matang, namun harus berubah rencana karena Tuhan berkata lain.

Proses itu jugalah kira-kira yang terjadi selama sembilan bulan mengandung. setelah menikah pada akhir mei 2015, sembari beradaptasi dengan keluarga baru, lingkungan baru, kota baru, tempat tinggal baru, kebiasaan baru, saya masih disibukkan dengan bolak-balik jakarta-jogja untuk urusan kerja.

Satu dua bulan sekali saya berangkat ke jakarta untuk ‘setor muka’ ke kantor yang sangat baik hati memperbolehkan saya bekerja remotely alias working from home. di akhir bulan agustus, saya merasa ada perubahan di tubuh: ada rasa tidak nyaman berkepanjangan di perut dan makin gak bisa ngampet pipis.

Beser terus :-p. tapi di awal september saya harus berangkat ke jakarta untuk mengikuti sebuah workshop, maka dengan badan lemes dan perut gak enak, saya ikuti kegiatan selama seminggu di sana, dengan menyelipkan jadual periksa ke obgyn langganan di rumah sakit siloam semanggi. jreeeeng…hasilnya, saya positif hamil empat minggu!

Terus terang, bukannya otomatis heboh seneng seperti seharusnya dilakukan seorang calon ibu, saya justru terdiam. bingung, bengong, dan bingung. nah lho…apalagi sedang berada jauh dari suami dan keluarga di jogja. makin makin deh mellow melanda.

Berbagai pikiran berkecamuk: ‘ini adaptasi dengan keluarga baru aja belum kelar…gimana kalau saya mudah terpicu stress saat hamil?”, “gimana kalau bayi saya kenapa-kenapa karena saya gak enjoy saat hamil?” dan lain-lain yang pokoknya bikin pikiran gak konsen di sisa-sisa hari saya bekerja di jakarta.

Kembali ke jogja, ditemani suami, saya periksakan lagi kandungan untuk memastikan kehamilan. dan memang betul hasilnya positif. “okay…now what?” proses adaptasi dengan segala yang baru harus saya perpendek waktunya, penuh perjuangan memang, tidak mudah sama sekali.

Tapi…demi segera mempersiapkan kehadiran adik baru diantara kami, saya kabari kantor tentang kondisi ini dan memohon ijin untuk tidak terbang bolak-balik dulu ke jakarta. dan sekali lagi, Tuhan memang baik sekali, bos mengijinkan.

Tapi saya jadi punya konsekuensi berat untuk tetap bekerja 8 jam sehari di rumah, di tengah mual-mual yang kadang singgah, ngurusin kakak, dan…tidak adanya mbak ART yang tiba-tiba mudik gak balik lagi. belum lagi ‘yang lain-lain’. pheeew..asik banget!

Dan…yang agak mengganggu adalah keganjilan ini: sejak hamil saya jadi sangat sensitif! padahal, selama hidup saya biasanya cuek bebek dengan omongan orang lain, luweh bleh ama pikiran orang tentang saya, gak gampang (jarang, malah susah) nangis.

Lhaaa…ini kok tiba-tiba saya jadi gampang mellow, gampang sedih, gampang nangis. anak demam dikit…nangis, suami dikatain ama orang lain…nangis, tikus ngotorin lemari yang barusan saya rapihin…kesel, abis bersih-bersih diberantakin lagi…kesel.

Dan lain-lain banyaaaak sekali. belum lagi kalau lagi beres-beres rumah trus mual melanda, jadinya sebel karena trus harus istirahat. belum lagi kalau pengen nemenin anak main tapi badan lemes. huh sebel banget. kok gini? saya yang biasanya tangguh bisa ngapa-ngapain sendiri tanpa terlalu dipikir jadi berasa lemah banget.

Tapi beruntung, segala curhat ke mama selau ditimpali dengan jawaban spiritual. saya selalu diingatkan untuk ‘kembali ke dalam’, ‘balik lagi’, ‘ke dalam lagi’, ‘ingat…ingat..ingat’, ‘let the Light guide you’…dan ‘lepaskaaaaan’ di saat-saat merasa sedih dan lemah.

Untuk melepaskan semua yang tidak penting, untuk hanya memikirkan yang baik-baik, dan tidak perlu mendengarkan yang kurang baik. cukup berhasil. hari-hari saya selanjutnya tidak terasa begitu berat.

Saya lebih cuek, banyakan pasang telinga panci dan muka badak, kerjaan rumah semampunya saya kerjakan kalau bisa. kalau gak kuat yaudah…biarin berantakan aja :-p. di tengah malam ketika sedang nyenyak dan lelah tapi harus menemani naila pipis, ya saya dengan semangat turun tempat tidur menemaninya ke belakang. pagi-pagi di saat badan masih remek tapi harus nyiapin bekal sekolah dan lain-lain…ya saya tetep melakukan dengan sebaik-baiknya.

Alhamdulillah tidak pernah ada drama kepanikan di pagi hari dan bahkan sepanjang hari karena saya ngeset diri menjadi laid back mom.

Segala rasa mual pun alhamdulillah tiba-tiba hilang sama sekali di akhir bulan kedua setelah diajak suami jalan-jalan dan trekking kecil-kecilan ke kaliurang. ajaib! semoga adik nanti suka jalan-jalan liat gunung ama hutan ya :-p.

Lalu kami pun beberapa kali main ke ‘desa’ melihat-lihat pemandangan hijau. memasuki usia kehamilan 13 minggu (alias sudah lewat trimester pertama), saya mulai merencanakan untuk kembali ke berbagai aktivitas sebelum hamil untuk mengalihkan dari hal-hal yang membuat saya mellow: olahraga lagi, merajut lagi, membaca buku-buku yang belum sempat dibaca, menulis lagi, nyortir foto-foto traveling yang belum tersentuh, masak-masak kue lagi, selain tentu saja kerja dengan khusuk. dan horeeee! saya sudah boleh traveling lagi bolak balik jogja-jakarta.

Kegiatan baru pun bertambah dengan belajar shibori, melukis, dan hand lettering. selain kembali bertemu dengan teman-teman lama dan nambah teman baru, juga tambah banyak skill baru. tambah banyak waktu bermanfaat dan ‘me time’ yang menyenangkan.

Dan…di situlah takdir mempertemukan saya dengan bu yesie. saat sedang mencari tempat yoga yang nyaman di jogja, tanpa sengaja saya melihat mind body balance studio di demangan. telponlah saya untuk menanyakan jadual yoga dan disarankan oleh mas di seberang sana untuk mengikuti kelas selasa pagi setelah usia kandungan minimal 20 minggu karena itu dikhususkan bagi ibu hamil.

Maka, pada 22 desember 2015 bertepatan dengan hari ibu, untuk pertama kalinya saya ikut kelas prenatal gentle yoga dengan bu bidan Yesie Aprilia.

Di kelas ini ternyata saya tidak hanya belajar prenatal yoga, tetapi banyak ilmu yang diberikan bu yesie tentang hamil dan melahirkan. banyak kisah-kisah kliennya yang diceritakan untuk memberi semangat positif ke kami.

“kenapa kita diberi Tuhan waktu 40 minggu untuk mengandung anak kita? karena Dia memberi kita waktu mempersiapkannya sebaik mungkin”. “kita mempersiapkan pernikahan saja bisa setahun sebelumnya dengan biaya dan upaya sebesar-besarnya, lha kok mau menyambut kelahiran anak justru kita cuek saja?”. “kalau ditanya sudah persiapan apa saja? jawabnya malah beli box, beli stroller, beli ina ini itu :-P”. bukaaaan…bukan itu yang terpenting.

Saya merasakan manfaat positif seketika setelah mengikuti kelas itu. abis yoga badan berasa enteng, gak pegel-pegel, seger. aura dari bu yesie dan teman-teman di kelas itu memancar positif ke sekitar. dan saya cocok sekali dengan obrolan-obrolan yang beliau sampaikan di kelas…tentang cakra, tentang keseimbangan mind body and soul, tentang olah jiwa, tentang nafas, tentang kebaikan, tentang melepaskan kebencian dan rasa lelah, tentang memberi maaf, tentang alam semesta.

Maka setiap selasa pagi saya menyempatkan mengikuti kelas ini. mas suami pun selalu bersemangat menanyakan dan mengingatkan setiap menjelang hari selasa. sehari-hari di sela hari selasa, saya paksakan badan bergerak mengikuti rangkaian prenatal yoga soft form dari youtube bidankita. kalau lagi rajin bisa sehari dua kali saya lakukan.

Sekali-kali untuk mengobati rasa kangen lari, saya berjalan cepat antara 2-3 km keliling kompleks. “kalau mau jalan, jangan yang model nggliyat nggliyut glendhotan suami itu. harus jalan cepat minimal 3km!,” begitu kata beliau. dan benar…saya rasakan manfaatnya. badan berasa enerjik dan seger selalu!

Di awal februari, bu yesie mengadakan workshop seharian tentang gentle birth. saya ajak mama ikut karena beliau saya harapkan menjadi pendamping ketika saya melahirkan kelak, bergantian dengan suami saya seandainya tidak bisa selalu standby.

Di sini kami belajar banyak sekali! banyak wow moment yang membuat kami menganga sepanjang hari itu. mama sebagai peserta tertua di ruangan, mendapat waktu menceritakan pengalaman ketika melahirkan saya dulu. cerita yang gak terlalu asik itu sudah sering saya dengar berkali-kali: kontraksi lama, nunggu tiga hari gak keluar-keluar, perineum digunting, dijahit, dll.

Teori yang bu yesie katakan bahwa seorang ibu akan selalu ingat sedetail apapun saat melahirkan anaknya memang benar. mama bisa menceritakan detik per detik proses kelahiran saya. “maka, jika pengalaman itu buruk dan tidak menyenangkan, akan menjadi trauma seumur hidup” ya, trauma itu nyata adanya. dan ternyata gak cuma ke si ibu lho, si bayi juga merasakan trauma itu.

“dan jika pengalaman melahirkan itu nyaman, senang, senyum, dan tenang…maka akan menjadi kenangan indah seumur hidup”. bayangkan kalau kita selalu diberi informasi bahwa melahirkan itu menyakitkan, maka itulah yang akan kita percayai. seperti yang saya percayai sejak kecil karena cerita-cerita dan adegan-adegan melahirkan di film yang begitu dramatis sampai nyakar-nyakar dan teriak-teriak.

Nah, mulai hari itu otak saya distimulasi dengan kata-kata afirmasi positif, kami diperlihatkan beberapa video proses melahirkan yang tenang tanpa teriak-teriak, kami belajar cara mengalihkan rasa sakit dengan cubitan dan merendam tangan di es batu, kami belajar womb breathing, kami belajar relaksasi dan hypnobirthing, kami belajar massage untuk mengurangi rasa sakit, kami belajar membuat birth plan, hingga belajar belly mapping alias menentukan letak posisi bayi di rahim.

Semakin hari, semakin banyak ilmu baru yang saya dapatkan dari bu yesie. entah dari bertemu langsung saat sesi yoga, dari tulisan-tulisan di website www.bidankita.com, dari artikel, dari postingan di instagram, dari dvd relaksasi yang diberikan gratis di goody bag workshop, maupun dari buku ‘gentle birth balance’ karangannya.

Jujur, setelah mengikuti berbagai ilmu dan pelajaran dari bu yesie, proses kehamilan saya menjadi jauh lebih nyaman. tidak ada lagi kekhawatiran, saya lebih santai, tenang, happy, dan terhubung dengan bayi saya di rahim. saya belajar berkomunikasi dengan bayi saya, kembali ke mindfulness dan balance.

Bahkan dengan bonus saya lebih sabar dan fokus, penuh dengan mindfulness sehingga dalam kegiatan parenting saya sehari-hari kepada naila pun tidak pernah emosi sama sekali.

Di akhir maret, bu yesie mengadakan sesi workshop lagi dan kali ini mengambil tema ‘posisi menentukan prestasi’. di sana kami belajar lagi ilmu-ilmu baru yang lebih banyak berkutat masalah fisiologi tubuh. bahwa ternyata posisi bayi sungsang pun bisa dibalik denngan gerakan yang benar, bahwa ternyata jalan naik turun tangga adalah salah satu cara memperlancar proses kelahiran, bahwa nanti saat kontraksi seharusnya jangan tiduran aja tapi gerak. gerak! gerak! gerak! dan bahwa ketakutan dan kepanikan justru akan menghentikan proses yang sedang terjadi.

Di situ juga saya belajar bahwa jika kita sudah mempersiapkan sebaik mungkin tapi di akhir nanti ternyata harus sc, kita harus ikhlas. pasrah. tetap tenang. dan tidak boleh menyesal. karena emosi negatif itu akan memperburuk kondisi. ya ke ibu ya ke bayi.

It’s all about knowledge. and knowledge is power.

Kami juga belajar teknik rebozzo untuk mempercepat bayi masuk ke panggul, kami diajari untuk ‘mendeteksi’ apakah posisi bayi sudah optimal untuk lahir normal alami, yaitu posisi left occiput anterior (LOA).

Dan yang paling sukses saya praktekkan langsung adalah gerakan yoga untuk menyembuhkan piriformis syndrome alias tusuk-tusuk pantat kanan yang seringkali muncul. beberapa hari saya lakukan gerakan itu, langsung hilang total! benar ternyata…gentle birth is all about balance and harmony.

Ditambah dengan adanya segambreng ibu-ibu gaul dan asik yang kemudian tergabung di grup wasap #laskargentlebirth…setiap hari saya membaca cerita-cerita indah yang positif, saling mendukung, sampai gojekan saru hahahaha! tapi itulah…saya merasa jadi punya support group yang sangat mengerti dan memahami masing-masing.

Saya pun makin percaya diri untuk berganti ke dokter yang lebih memahami konsep gentle birth. maka di usia kandungan 32 minggu saya beralih ke pak dokter adi. saat kontrol ke beliau dengan pedenya saya bisa berdiskusi dan bertanya: “gimana dok, posisi bayi saya udah LOA?” hyiiiish gaya bener hahaha.

Saya pun berdiskusi juga tentang birth plan seperti keinginan saya untuk hanya didampingi suami dan mama bergantian saat proses persalinan, untuk menghindari energi-energi dan komentar negatif yang kemungkinan keluar dari orang-orang selain mereka.

Dan terutama di bagian ‘jika terpaksa harus menjalani sc karena emergency…maka suami diperbolehkan mendampingi ke ruang operasi’. semua keinginan saya diiyakan oleh dr adi. top banget! bahkan di uk 38 minggu plus plus, beliau mengatakan “kalau bisa jangan sampai induksi bu, ini posisi bayi sudah baik.

Ketuban masih banyak. plasenta masih sehat. sudah mengikuti kelas hypnobirthing dan yoga kan? yakin saja ya bu.” alhamdulillah…mak nyeeeessss rasane mendengar energi positif beliau.

~~~

Ya, begitulah ceritanya. walaupun akhirnya saya harus menjalani operasi caesar karena faktor emergency…saya tidak merasa kecewa, kesal, sedih. saya bisa tetap santai dan tenang. alhamdulillah persiapan selama ini bermanfaat, ada dukungan para nakes yang baik, dan keluarga yang memahami keinginan saya.

Menoleh ke belakang, saya percaya Tuhan mempersiapkan saya sebaik-baiknya untuk tetap tenang selama sc, untuk cepat pulih setelah operasi, kok ya ndilalah tensi saya yang biasanya selalu rendah…bisa normal 120/80 saat operasi. hb saya yang biasanya di bawah 10 bisa mencapai 12 saat operasi, dan fisik saya pas sedang fit-fitnya karena latihan yoga dan jalan cepat yang rutin.

Saya, suami, dan keluarga sudah melakukan persiapan maksimal.
pada akhirnya, di injury time…kami ikhlas pasrah dan percaya pada apapun yang terbaik menurutNya.

Sekali lagi gentle birth is not about vaginal birth vs sectio caesarean
it’s about empowering yourself.
it’s about balance and harmony.
first, it’s all about good preparation. then it’s about faith

Dan sekarang…perjuangan berlanjut. breastfeeding! it’s a lot more challenging than climbing up any mountain tops! hihihi…:-)

Source: http://harumaniss.blogspot.co.id/2016/06/mendadak-caesar.html?m=1

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here