Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth Induksi Persalinan untuk Kehamilan Lewat Waktu: Apa yang Perlu Kamu Ketahui?

Induksi Persalinan untuk Kehamilan Lewat Waktu: Apa yang Perlu Kamu Ketahui?

0
Induksi Persalinan untuk Kehamilan Lewat Waktu: Apa yang Perlu Kamu Ketahui?

Dan yang paling penting: ibu tidak boleh ditakut-takuti. Karena takut bukan dasar yang sehat untuk mengambil keputusan besar.

 “Kalau Ditunggu Terlalu Lama, Nanti Bahaya, Bu!”

Kalimat ini seringkali jadi awal dari keputusan induksi. Kadang muncul dari niat baik, tapi sering juga tanpa penjelasan yang cukup.

Padahal, bagi sebagian besar ibu hamil yang sehat dan kehamilan yang tidak berisiko tinggi, menunggu persalinan spontan bisa jadi pilihan yang aman—selama ada pemantauan dan informasi yang jujur dan utuh.

Mari kita bahas satu per satu beberapa kekhawatiran umum yang sering disampaikan tenaga kesehatan (atau orang sekitar), dan bagaimana sebenarnya pandangan ilmiahnya.

1. Plasenta “Menua”?

“Plasentanya sudah tua, Bu. Takutnya nanti nggak bisa kasih oksigen ke bayi.”

Kekhawatiran ini sering muncul ketika usia kehamilan melewati 40 minggu. Memang benar, secara ilmiah struktur dan fungsi plasenta berubah seiring waktu. Penelitian menunjukkan adanya peningkatan biomarker penuaan seperti apoptosis (kematian sel alami), fibrosis, dan pengendapan kalsium pada plasenta yang lewat waktu【McKenna et al., 2021】.

Tapi penting dicatat:
Ini bukan tanda penyakit, melainkan proses alami.

Bahkan, menurut Dr. Rachel Reed dan penelitian dari Gude et al. (2004), perubahan ini membantu plasenta untuk lebih mudah terlepas setelah bayi lahir, dan berperan dalam mendorong bayi untuk “mengaktifkan mode lahir”.

Contohnya: hormon kortisol (hormon stres) pada bayi akan meningkat menjelang akhir kehamilan, yang berfungsi untuk:

  • Mematangkan paru-paru bayi
  • Memicu produksi surfaktan
  • Memicu sinyal bahwa bayi siap lahir

Jadi, bukannya rusak, plasenta justru sedang mempersiapkan bayi menghadapi dunia luar.

Gude et al., 2004 dan McKenna et al., 2021:
Plasenta memang mengalami perubahan (fibrosis, kalsifikasi) seiring waktu. Tapi ini alami dan bisa justru berfungsi untuk memicu kelahiran.

Plasenta tidak “rusak” setelah 40 minggu—fungsi fisiologisnya tetap berjalan baik selama ibu dan janin dipantau secara rutin.

2. “Takutnya Bayi Terlalu Besar, Bu…”

Kekhawatiran ini juga umum banget. Memang benar, semakin lama bayi di dalam kandungan, kemungkinan berat badannya akan bertambah.

Tapi… kalau plasentanya dianggap menua dan gagal fungsi, kok bisa bayinya terus tumbuh?

Justru ini membuktikan bahwa plasenta masih bekerja baik.

Lagipula, menurut WHO dan ACOG, perkiraan berat bayi lewat USG bisa meleset 10–15%, dan tidak boleh dijadikan satu-satunya alasan induksi atau SC.

Yang sering terjadi adalah intervensi medis karena asumsi bayinya besar:

  • Dipaksa melahirkan cepat (induksi)
  • Posisi dibatasi (tidak boleh jongkok, tidak boleh berdiri)
  • Diberi epidural → gerak terbatas → posisi janin tidak optimal
  • Akhirnya… persalinan macet → SC

Studi oleh Blackwell et al. (2021) menunjukkan bahwa justru intervensi medis terhadap dugaan makrosomia (bayi besar) sering jadi penyebab komplikasi—bukan ukuran bayinya sendiri.

3. Ketuban Berwarna Mekonium = Bahaya?

Mekonium adalah tinja pertama bayi. Biasanya keluar setelah lahir. Tapi pada kehamilan lewat waktu, kemungkinan mekonium keluar saat masih dalam kandungan memang meningkat.