
Nah, Menurut jurnal American Journal of Obstetrics & Gynecology (Schmidt & Fenner, 2024), proses repair luka perineum harus dilakukan dengan sistematis, empatik, dan berdasarkan bukti ilmiah terbaru.
Beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam prosedur repair:
✅ 1. Diagnosis Akurat dan Pemeriksaan Menyeluruh
Setelah bayi lahir, tenaga kesehatan wajib memeriksa perineum dengan penerangan cukup, melibatkan visual dan digital rectal exam, terutama untuk mengevaluasi apakah robekan mencapai otot sfingter (OASIS – obstetrical anal sphincter injury).
✅ 2. Anestesi yang Cukup
Tidak boleh ada prosedur penjahitan perineum tanpa anestesi yang memadai. Bisa berupa:
- infiltrasi anestesi lokal,
- regional block,
- atau bahkan bius total untuk kasus robekan berat (derajat 3–4).
Tidak ada alasan yang bisa membenarkan “menjahit tanpa bius”. Bahkan jika lukanya kecil.
✅ 3. Teknik Jahitan Sesuai Derajat Robekan
- Robekan derajat 1–2: cukup dijahit dengan benang sintetis yang cepat larut (misal: polyglactin 2-0 atau 3-0) atau skin adhesive jika hemostatik. Teknik continuous, non-locking lebih disarankan karena nyeri lebih ringan, waktu jahit lebih singkat, dan hasil kosmetik lebih baik.
- Robekan derajat 3–4 (OASIS): membutuhkan rekonstruksi lapis demi lapis—mukosa rektum, sfingter interna dan eksterna, otot perineum, lalu kulit. Harus dilakukan oleh tenaga terlatih. Jika ragu, penundaan 8–12 jam sampai provider berpengalaman tersedia diperbolehkan.
✅ 4. Kontrol Ulang dan Dokumentasi
Setelah dijahit, dilakukan pemeriksaan ulang (termasuk rektal digital), untuk memastikan tidak ada sisa luka yang terlewat atau jahitan yang menembus kanal rektum. Semua jenis luka, teknik, dan jenis benang harus dicatat secara jelas.
Tentang Proses Repair: Bukan Sekadar Menjahit