CEGAH Robekan Perineum Secara Holistik

Setelah membaca artikel sebelumnya tentang apa itu perineum, jenis robekan, dan berbagai faktor risiko yang bisa meningkatkannya, banyak ibu mulai berkata,

“Ternyata bisa saja melahirkan pervaginam tanpa ada robekan… tapi banyak hal yang harus dipersiapkan sejak awal.

Dan memang benar. Tubuh perempuan itu bukan rapuh—tapi butuh dipahami dan didukung. Ketika kita tahu apa saja yang bisa menjadi penyebab robekan, maka langkah selanjutnya adalah bertanya: “Apa yang bisa aku lakukan untuk menjaganya tetap utuh?”

Nah, di sinilah pentingnya pembahasan kali ini. Karena pencegahan robekan tidak cukup hanya berharap ‘tidak digunting’. Ia perlu pendekatan menyeluruh: dari dalam (kesiapan tubuh dan jaringan), dari luar (lingkungan dan posisi bersalin), hingga ke dalam jiwa—bagaimana ibu mempersiapkan diri secara sadar, lembut, dan penuh kepercayaan.

Artikel ini akan membahas langkah-langkah alami dan ilmiah untuk membantu ibu:

  1. menjaga perineum tetap lentur,
  2. mengurangi risiko intervensi medis,
  3. serta memfasilitasi kelahiran yang lebih lembut dan minim trauma.

*Kalau Anda belum baca artikel sebelumnya, yuk cek dulu bagian awalnya di:
“Takut Perineum Robek Saat Lahiran? Ini yang Wajib Ibu Tahu dari Awal” — karena di sana kita kupas dasar-dasarnya secara mendalam.

Dan sekarang… kita akan mulai perjalanan baru:
Menjaga Perineum Sejak Hamil – dengan Cara yang Alami, Fisiologis, dan Penuh Kesadaran.

Sebenarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan, untuk mempersiapkan diri supaya menjaga perineum tetap utuh. dan berikut ini penjelasannya silahkan di baca dengan teliti ya:

‍1. Prenatal Gentle Yoga & Biomekanika: Melatih Kelenturan Perineum Sejak Hamil

Kalau kita ingin melahirkan dengan lembut, kita perlu mulai dari tubuh yang lentur—terutama bagian panggul dan perineum atau otot dasar panggul. Dan ini bukan tentang jadi fleksibel seperti penari balet, ya. Tapi tentang melatih tubuh agar punya ruang, stabilitas, dan sirkulasi yang baik sejak kehamilan. Di sinilah prenatal yoga, khususnya yang berbasis biomekanika seperti Prenatal Gentle Yoga (PGY), memainkan peran penting.

Prenatal yoga membantu ibu mengurangi ketegangan otot panggul, membuka ruang bagi janin untuk berada di posisi optimal, serta melatih jaringan perineum agar lebih siap meregang saat proses lahiran. Beberapa pose seperti Bound Angle Pose (Baddha Konasana), Goddess Pose (Utkata Konasana), atau Hip Circling on Birth Ball, terbukti dapat meningkatkan aliran darah ke area perineum dan dasar panggul.

Penelitian oleh Field (2011) dalam Journal of Perinatal Education menunjukkan bahwa ibu hamil yang rutin melakukan prenatal yoga memiliki risiko robekan lebih rendah, melaporkan lebih sedikit nyeri perineum, dan lebih siap secara emosional menghadapi proses lahir. Selain itu, studi sistematis oleh Curtis et al. (2012) mencatat bahwa praktik yoga pada trimester ketiga berkontribusi terhadap improved perineal flexibility dan pelvic floor awareness yang lebih tinggi saat melahirkan.

Di Prenatal Gentle Yoga, kita juga belajar tentang prinsip ruang dan gravitasi (SPACE): bagaimana menciptakan ruang di dalam tubuh (khususnya panggul), mengaktifkan kelenturan jaringan di area pelvic floor / pintu dasar panggul melalui napas, dan menyadari postur yang selama ini membuat perineum terlalu tegang atau tertarik sepihak.

“Tubuh yang kita ajak bekerja sama sejak awal, akan bekerja sama juga saat proses lahir.”

Maka, melatih tubuh bukan hanya soal olahraga. Tapi soal hadir, menyatu, dan mempercayai tubuh kita sendiri. Latihan ini bukan cuma untuk bayi bisa lahir dengan lancar—tapi juga untuk menjaga perineum tetap utuh dan dihormati.

Anda bisa mengikuti kelas ONLINE Prenatal gentle yoga bersama bidan kita karena gerakan yang di lakukan dan di ajarkan akan berfokus pada area panggul dan pelvic floor yang akan mempersiapkan area tersebut supaya kuat namun elastis.

2. Pijat Perineum: Sentuhan Lembut untuk Persiapan Besar

Kata siapa pijat cuma buat relaksasi? Dalam konteks persalinan, pijat perineum bisa jadi “senjata rahasia” untuk mempersiapkan jaringan tubuh agar lebih lentur dan siap menerima regangan saat bayi lahir. Teknik ini sederhana, bisa dilakukan sendiri di rumah, tapi dampaknya sangat besar—asal dilakukan dengan benar dan konsisten.

Apa Itu Pijat Perineum?

Pijat perineum adalah teknik memijat jaringan antara vagina dan anus menggunakan ibu jari dan minyak alami, untuk:

  • Melatih elastisitas jaringan,
  • Mengurangi sensitivitas rasa nyeri,
  • dan mengenalkan sensasi peregangan sebelum persalinan terjadi.

Biasanya mulai dilakukan pada usia kehamilan 34 minggu, sekitar 3–4 kali seminggu, selama 5–10 menit. untuk pelumasnya sebaiknya cari pelumas yang BERBASIS AIR dan TIDAK MENGANDUNG ZAT yang bisa MENGIRITASI. hindari menggunakan MINYAK, apalagi BABY OIL. untuk memudahkan, Anda bisa menggukana lubrikan yang biasanya di jual di market place. 

Apa Kata Penelitian?

Menurut Beckmann & Garrett (Cochrane Review, 2006), pijat perineum menurunkan risiko robekan derajat sedang hingga berat dan mengurangi kebutuhan episiotomi, terutama pada ibu yang akan melahirkan pertama kali. Studi ini juga mencatat bahwa ibu yang melakukan pijat perineum lebih kecil kemungkinannya mengalami nyeri perineum berkepanjangan setelah melahirkan.

Penelitian lain oleh Labrecque et al. (1999) dalam Canadian Medical Association Journal menemukan bahwa pijat perineum secara signifikan mengurangi trauma perineum dan meningkatkan persepsi kontrol saat melahirkan, terutama pada ibu primipara.

Tapi… Kenapa Banyak Ibu Tak Melakukannya?

Nah, ini bagian pentingnya—karena di lapangan, praktik ini belum populer, bahkan sering dihindari. Kenapa?

Berikut beberapa contoh kasus dan kendala yang sering terjadi:

  • “Aku malu dan gak nyaman pijat-pijat sendiri di bawah sana…”
    → Ini umum terjadi, apalagi kalau belum pernah diberi edukasi soal fungsi dan cara pijat perineum. Butuh pendekatan yang empatik dan edukatif.
  • “Suamiku ogah bantu, katanya aneh.”
    → Di sinilah peran kelas edukasi sangat penting. Bila pasangan paham bahwa pijat ini adalah bentuk persiapan lahir yang ilmiah, bukan hal tabu, maka mereka bisa justru menjadi partner yang suportif.
  • Aku udah niat mulai, tapi takut salah teknik dan malah iritasi.”
    → Banyak ibu butuh pendampingan atau panduan visual yang jelas. Di sinilah video edukasi atau sesi langsung dari bidan sangat dibutuhkan.
  • “Waktu kehamilanku udah mepet, baru tahu ada teknik ini…”
    → Edukasi harus dimulai sejak trimester kedua, agar ibu punya cukup waktu membangun kebiasaan tanpa terburu-buru.

Solusi Praktis:

  1. Edukasi sejak awal kehamilan lewat kelas hamil, flyer digital, atau video singkat tentang manfaat pijat perineum.
  2. Latihan guided bersama bidan di sesi kelas prenatal yoga atau private antenatal session.
  3. Melibatkan pasangan secara positif: ubah mindset dari “aneh” jadi “ini caraku melindungi istri dan bayi”.
  4. Berikan alternatif: bila ibu tidak nyaman melakukan sendiri, bisa diganti dengan latihan kelembutan perineum lewat yoga, reboso belly sifting, atau penggunaan birth ball.

“Kadang yang sederhana itu justru yang paling berdampak—asal dilakukan dengan kesadaran, cinta, dan konsistensi.”

Pijat perineum bukan tentang menghindari semua risiko, tapi tentang menghormati tubuh dan mempersiapkan jaringan secara aktif. Karena kita tidak ingin melahirkan “asal cepat selesai”, tapi dengan tenang, utuh, dan penuh kendali.

‍3. Posisi Melahirkan yang Ramah Perineum: Ketika Gravitasi Jadi Sahabat

Kalau kita perhatikan, bayi lahir dari jalan yang arahnya ke bawah, tapi anehnya—di banyak rumah sakit, ibu justru “dipaksa” melahirkan sambil telentang. Padahal posisi ini justru melawan gravitasi, menyempitkan outlet panggul, dan membuat perineum menerima tekanan langsung dari atas. Tidak heran, banyak kasus robekan justru terjadi saat ibu melahirkan dalam posisi litotomi (telentang dengan kaki diangkat).

Apa Kata Penelitian?

Penelitian oleh Gupta et al. (2012) dalam Cochrane Database menyimpulkan bahwa posisi aktif saat persalinan—seperti jongkok, miring, duduk, berlutut, atau posisi all-fours (merangkak)—dapat menurunkan risiko robekan perineum dan episiotomi, serta membuat waktu mengejan lebih singkat.

Studi observasional di Belanda oleh de Jonge et al. (2010) juga menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di rumah dengan kebebasan posisi memiliki tingkat trauma perineum berat yang jauh lebih rendah dibanding ibu yang melahirkan di fasilitas medis dengan protokol ketat.

Penjelasan Biomekanik: Kenapa Posisi Penting?

Saat ibu melahirkan dalam posisi yang sesuai dengan anatomi pelvis dan arah turunnya bayi, maka:

  • Outlet panggul terbuka lebih lebar, karena sakrum bisa bergerak bebas ke belakang (nutasi sacral).
  • Jaringan perineum mendapat tekanan bertahap, bukan langsung dan tiba-tiba.
  • Gravitasi membantu menurunkan kepala bayi, bukan justru melawannya.
  • Ibu bisa mengontrol dorongan mengejan lebih baik, sehingga memberi waktu pada perineum untuk meregang perlahan.

Dalam pendekatan Prenatal Gentle Yoga, posisi seperti Supported Squat, Kneeling with Upper Body on Birth Ball, dan Side-Lying with Leg Supported adalah beberapa pose yang membantu membuka jalan lahir sekaligus melindungi perineum dari robekan mendadak.

Tapi di Lapangan, Kok Masih Sering Disuruh Telentang?

Betul, ini banyak terjadi. Berikut beberapa contoh kasus nyata yang sering ditemui:

  • “Pas aku udah pengen lahir sambil miring, malah disuruh pindah ke tempat tidur dan telentang karena biar gampang diobservasi.”
    → Sayangnya, sistem pelayanan kita masih mengutamakan kenyamanan provider daripada kenyamanan ibu.
  • “Aku lahiran di bidan praktek yang terbuka posisi, tapi pas emergency dirujuk, langsung ‘standar rumah sakit’—disuruh telentang.”
    → Banyak fasilitas rujukan belum memiliki SOP yang ramah posisi aktif.
  • “Waktu aku coba jongkok, malah dimarahi karena katanya posisi itu ‘berisiko robek lebih parah’.”
    → Ini adalah miskonsepsi. Justru posisi jongkok memperluas outlet pelvis, dan jika dibimbing dengan teknik napas yang tepat, dapat membantu perineum meregang perlahan.

Solusi yang Bisa Dilakukan:

  1. Masukkan preferensi posisi ke dalam birth plan, dan diskusikan dari awal dengan provider.
  2. Latih posisi-posisi melahirkan sejak hamil, agar tubuh familiar dan percaya diri saat hari H.
  3. Minta pendamping (suami/doula) untuk bantu mempertahankan posisi, dan membela hak ibu untuk memilih posisi yang nyaman dan aman.
  4. Ikuti kelas prenatal gentle yoga atau latihan aktif untuk memahami hubungan antara postur, pernapasan, dan tekanan pada perineum.

“Tubuh perempuan tahu caranya melahirkan. Yang dibutuhkan hanyalah ruang, waktu, dan posisi yang menghormati arah alami proses itu sendiri.”

Maka, mari kita jadikan posisi melahirkan bukan hanya tentang kenyamanan—tapi juga tentang perlindungan bagi tubuh ibu.

4. Strategi Mengejan Fisiologis (Breathing Down): Bukan Soal Kuat, Tapi Soal Sinkron

Kalau kita ibaratkan tubuh ibu seperti orkestra, maka mengejan adalah momen klimaks yang harusnya terjadi ketika semua alat musik (rahim, hormon, bayi, perineum, dan napas) sedang sinkron. Sayangnya, di banyak tempat, ibu justru dipaksa mengejan sebelum tubuhnya siap—ibarat disuruh loncat sebelum kakinya mendarat.

Apa Itu Mengejan Fisiologis?

Mengejan fisiologis adalah teknik mengejan yang mengikuti dorongan alami tubuh, biasanya muncul sebagai refleks tekanan di anus dan perut bagian bawah, yang tidak bisa ditahan—mirip seperti ingin BAB. Ibu tidak harus “dipandu” menghitung sampai 10 sambil menahan napas, melainkan cukup ikut irama tubuhnya sendiri dengan napas terkontrol, lembut, dan penuh kesadaran.

Menurut Lamaze International, mengejan fisiologis:

  • Lebih pendek durasinya
  • Mengurangi trauma perineum
  • Lebih efektif membantu rotasi dan turunnya kepala bayi
  • Mengurangi tekanan darah tinggi mendadak akibat napas tertahan

Penelitian oleh Yildirim & Beji (2008) dalam Journal of Midwifery & Women’s Health menemukan bahwa ibu yang mengejan secara fisiologis memiliki tingkat robekan perineum lebih rendah dibanding ibu yang dipaksa mengejan dengan teknik directed pushing (mengejan kuat-kuat selama 10 detik).

Kenapa Teknik Mengejan Bisa Jadi Pemicu Robekan?

Contoh kasus di lapangan sering kali begini:

  • “Pas VE bilang pembukaan lengkap, aku langsung disuruh mengejan, padahal belum ngerasa apa-apa.”
    → Mengejan sebelum ada dorongan tubuh hanya membuat perineum tertekan keras tanpa koordinasi dengan kontraksi rahim.
  • “Aku disuruh tahan napas dan dorong sampai mukaku biru, lima kali tiap kontraksi.”
    → Teknik ini, yang dikenal sebagai Valsava pushing, bisa meningkatkan tekanan berlebihan dan memperbesar risiko robekan, terutama jika kepala bayi belum di outlet.
  • “Nggak dikasih waktu buat nafas dulu, disuruh cepat karena ‘bayinya udah di bawah’.”
    → Padahal saat kepala bayi sudah terlihat, justru itulah saat paling krusial untuk memperlambat dan melindungi perineum.

‍Teknik Breathing Down (Mengejan Lembut dengan Napas)

Dalam hypnobirthing dan gentle birth, dikenal teknik bernama breathing down. Caranya:

  • Tarik napas dalam dari hidung, buang perlahan lewat mulut sambil bayangkan napas mendorong ke bawah.
  • Visualisasi seperti “meniup lilin” dari rahim ke perineum.
  • Tidak menahan napas—justru melepaskan dan memberi jalan.

Dengan teknik ini, ibu tetap punya kontrol atas tubuhnya, dan jaringan perineum diberi waktu untuk beradaptasi. Teknik ini juga sejalan dengan rekomendasi WHO 2018 bahwa ibu harus dibiarkan mengejan sesuai dorongan tubuh, tanpa intervensi instruktif kecuali ada alasan medis jelas.

Tips Praktis:

  1. Latihan napas sejak trimester dua, misalnya lewat kelas napas gentle birth.
  2. Kenali dorongan alami tubuh menjelang fase mengejan. Kalau belum ada rasa dorongan ke bawah, jangan terburu-buru.
  3. Gunakan visualisasi dan afirmasi. Misalnya: “Aku membuka. Napasku memberi jalan bagi bayiku.”
  4. Pasangan atau doula bisa membantu menjaga ritme napas ibu, dengan suara pelan dan sentuhan lembut.

“Mengejan bukan soal seberapa kuat, tapi seberapa selaras dengan tubuh kita. Karena tubuh sudah tahu caranya—tinggal kita percaya dan ikuti iramanya.”

5. Nutrisi untuk Jaringan Lentur & Perineum Sehat: Makan yang Baik untuk Lahir yang Lembut

Kalau kita bicara tentang perineum yang lentur dan kuat, jangan lupakan pondasinya: nutrisi. Karena sebaik apa pun teknik yoga, napas, dan pijat, kalau jaringan tubuh ibu kekurangan “bahan baku” untuk elastisitas, maka risiko robekan tetap ada. Tubuh ibu tidak bisa membangun jaringan sehat dari kekurangan.

Apa yang Dibutuhkan Perineum?

Perineum terdiri dari kulit, jaringan ikat (kolagen & elastin), dan otot-otot dasar panggul. Untuk bisa meregang tanpa robek dan pulih dengan cepat setelah melahirkan, jaringan ini membutuhkan:

  • Kolagen (untuk kekuatan & struktur jaringan)
  • Vitamin C (membantu pembentukan kolagen)
  • Protein (bahan dasar regenerasi sel)
  • Lemak sehat (omega-3) (untuk elastisitas membran sel)
  • Zinc (mendukung penyembuhan luka)
  • Air yang cukup (hidrasi langsung memengaruhi kelembapan & kelenturan jaringan)

Apa Kata Penelitian?

Penelitian oleh Li et al. (2020) dalam Reproductive Health mencatat bahwa ibu hamil dengan asupan kolagen alami dan vitamin C yang cukup menunjukkan elastisitas kulit dan jaringan perineum yang lebih baik selama trimester ketiga.

Studi lain oleh Pérez-Cruz et al. (2019) menyatakan bahwa kekurangan protein dan zinc pada kehamilan akhir berhubungan dengan meningkatnya risiko robekan dan lamanya pemulihan luka perineum.

Sementara itu, review dari Nutrition Reviews (2021) menekankan bahwa hidrasi yang baik meningkatkan kelembapan jaringan ikat dan mempercepat pemulihan pascapersalinan—termasuk jaringan perineum.

Menu dan Makanan yang Disarankan

Berikut beberapa contoh asupan harian yang ramah perineum:

Nutrisi Contoh Makanan Manfaat
Kolagen alami Kaldu tulang, kulit ayam/ikan, jeroan sehat Menguatkan jaringan ikat
Vitamin C Jeruk, kiwi, stroberi, paprika merah, brokoli Membantu pembentukan kolagen
Protein Telur, ayam kampung, tempe, ikan laut, greek yogurt Regenerasi sel & jaringan
Lemak sehat (Omega-3) Ikan salmon, biji chia, alpukat, minyak zaitun Memelihara elastisitas jaringan
Zinc Daging merah, biji labu, kacang-kacangan Penyembuhan luka
Air putih Minimal 2–3 liter/hari Menjaga kelembapan & kelenturan jaringan

 

Kendala di Lapangan

  • “Aku mual tiap makan sayur, susah banget minum air.”
    → Bisa diatasi dengan smoothie dingin, infused water, atau kaldu hangat.
  • “Suami malah kasih aku jeroan dan gorengan tiap hari, katanya ‘biar kuat’.”
    → Edukasi keluarga sangat penting agar dukungan nutrisi tidak keliru.
  • “Aku kira makan sehat cuma buat bayi, ternyata buat perineum juga?”
    → Banyak ibu baru sadar bahwa nutrisi juga berperan besar pada kondisi jaringan tubuh ibu sendiri.

✅ Tips Praktis

  1. Mulai dari kebiasaan kecil: tambahkan 1–2 gelas air setiap pagi dan sore.
  2. Ganti camilan dengan protein tinggi: telur rebus, tempe bakar, greek yogurt.
  3. Tambahkan vitamin C alami ke dalam makanan harian, misalnya sambal tomat segar atau irisan jeruk setelah makan.
  4. Minum kaldu tulang 2–3x seminggu, terutama menjelang trimester akhir.
  5. Jika perlu, konsultasikan suplementasi kolagen dan zinc dengan bidan atau dokter.

“Makanan bukan sekadar asupan—tapi fondasi dari tubuh yang mampu meregang dengan lembut, dan pulih dengan tenang.”

Ketika ibu makan dengan sadar, ia sedang mempersiapkan tubuhnya untuk melahirkan dengan cara yang lebih utuh dan minim trauma.

Tubuh Ibu Diciptakan untuk Melahirkan dengan Lembut

Melahirkan bukan soal kekuatan otot semata. Tapi soal kerja sama antara tubuh, pikiran, dan hati. Dan perineum—bagian kecil yang sering dilupakan—adalah saksi dari bagaimana proses lahir bisa terjadi dengan penuh kelembutan, atau justru penuh luka.

Tapi kini ibu sudah tahu:
✅ Perineum bisa dilatih.
✅ Bisa dilindungi.
✅ Dan bisa tetap utuh—asal kita siapkan tubuh dan batin sejak kehamilan.

✨ Karena itulah Bidan Kita mengadakan kelas-kelas yang dirancang khusus untuk mempersiapkan ibu melahirkan dengan sadar, kuat, dan tenang:

  • Kelas Napas & Hypnobirthing: belajar mengatur napas, melepaskan ketegangan, dan menyatu dengan ritme tubuh saat melahirkan
  • Prenatal Gentle Yoga (PGY): praktik gerakan berbasis biomekanika yang terbukti membantu optimalisasi posisi janin & menjaga perineum tetap lentur
  • Kelas Khusus Perineum Utuh & Optimalisasi Posisi Janin: sesi khusus membahas posisi tubuh, latihan kunci, teknik pernapasan, dan prinsip SPACE untuk memperlancar proses lahir

“Aku ingin melahirkan dengan tubuh yang siap, hati yang tenang, dan perineum yang utuh.”
Kalau itu juga doa dan harapanmu, ayo bergabung di kelas kami.

Daftar sekarang juga melalui Admin Bidan Kita di WA: 0851-0011-1884

Karena persiapan terbaik bukan hanya tentang memilih tempat lahir, tapi membekali diri dengan ilmu, napas, dan keberanian. Dan kamu tidak sendiri. Kita belajar dan tumbuh bersama.

DAFTAR PUSTAKA & REFERENSI ILMIAH

  1. Prenatal Gentle Yoga & Biomekanika
  • Field, T. (2011). Yoga clinical research review. Complementary Therapies in Clinical Practice, 17(1), 1–8. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2010.09.007
  • Curtis, K., Weinrib, A., & Katz, J. (2012). Systematic review of yoga for pregnant women: Current status and future directions. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2012. https://doi.org/10.1155/2012/715942
  • Calais-Germain, B., & Vives Parés, N. (2012). Preparing for a Gentle Birth: The Pelvis in Pregnancy. Inner Traditions.
  1. Pijat Perineum
  • Beckmann, M. M., & Garrett, A. J. (2006). Antenatal perineal massage for reducing perineal trauma. Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 1. https://doi.org/10.1002/14651858.CD005123.pub2
  • Labrecque, M., Eason, E., & Marcoux, S. (1999). Randomized trial of perineal massage during pregnancy: Perineal outcomes at delivery. Canadian Medical Association Journal, 160(1), 9–13.
  1. Posisi Melahirkan
  • Gupta, J. K., Hofmeyr, G. J., & Shehmar, M. (2012). Position in the second stage of labour for women without epidural anaesthesia. Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 5. https://doi.org/10.1002/14651858.CD002006.pub3
  • de Jonge, A., van der Goes, B. Y., Ravelli, A. C. J., Amelink-Verburg, M. P., Mol, B. W. J., Nijhuis, J. G., & Buitendijk, S. E. (2009). Perinatal mortality and morbidity in a nationwide cohort of 529,688 low-risk planned home and hospital births. BJOG: An International Journal of Obstetrics & Gynaecology, 116(9), 1177–1184.
  1. Teknik Mengejan Fisiologis
  • Yildirim, G., & Beji, N. K. (2008). Effects of pushing techniques in birth on mother and fetus: A randomized study. Birth, 35(1), 25–30. https://doi.org/10.1111/j.1523-536X.2007.00207.x
  • Simkin, P., & Bolding, A. (2004). Update on nonpharmacologic approaches to relieve labor pain and prevent suffering. Journal of Midwifery & Women’s Health, 49(6), 489–504. https://doi.org/10.1016/j.jmwh.2004.07.007
  • World Health Organization (WHO). (2018). WHO Recommendations: Intrapartum care for a positive childbirth experience. https://www.who.int/publications/i/item/9789241550215
  1. Nutrisi & Hidrasi untuk Elastisitas Perineum
  • Li, Y., Xu, M., Fan, Y., & Zhang, H. (2020). The role of dietary collagen and vitamin C in maternal pelvic floor tissue elasticity during late pregnancy. Reproductive Health, 17(1), 132. https://doi.org/10.1186/s12978-020-00948-7
  • Pérez-Cruz, L. A., Ramírez-Aranda, J. M., & González-Cano, M. (2019). Nutritional deficiencies in pregnancy and risk of perineal trauma. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 146(S1), 156–162.
  • Nutrition Reviews (2021). Nutrition and hydration in pregnancy: supporting soft tissue function. Nutrition Reviews, 79(Supplement_1), 19–26. https://doi.org/10.1093/nutrit/nuaa093

 

Similar Posts