itu sebabnya, ia percaya, persalinan yang lancar aman, nyaman, dan alami akan terwujud jika pasien diperhatikan dengan penuh kasih sayang. Penanganan persalinan juga harus memandang manusia secara holistik; sebagai satu kesatuan body, mind, dan spirit.
Â
Ia menambahkan, ketika kita tidak lagi memandang manusia secara utuh, persalinan cenderung diperlakukan secara mekanis. “Dampaknya, muncul intervensi medis yang belum tentu diperlukan, prosedur yang belum tentu ramah bagi kebutuhan ibu dan bayi, dan tanpa disadari, justru dapat berisiko bagi proses persalinan itu sendiri”, tuturnya.
Â
Oleh sebab itu, Robin meyakini, penanganan persalinan harus dibangun berlandaskan tiga pedoman, yaitu menghormati alam, menghormati budaya, dan menerapkan ilmu kedokteran secara bijak.
Â
Merangkul dukun bayi
Â
Banyak orang berpendapat, selama orang masih melahirkan dengan bantuan dukun bayi, angka kematian ibu dan bayi akan tetap tinggi. Robin tidak sepenuhnya setuju. Menurutnya, meskipun memiliki kekurangan dari sisi pengetahuan medis, dukun bayi umumnya justru mempunyai keterampilan lain yang bisa menolong nyawa ibu. “Keahlian mereka tidak bisa diperoleh dari sekolah bidan atau dunia kedokteran, karena mereka belajar dari alam”, tuturnya.
Â
Itu sebabnya, di Aceh dan Ubud, Robin merangkul para dukun bayi kepercayaan masyarakat. Caranya, dengan mengajarkan cara penanganan persalinan yang higienis dan sesuai standar. Dukun bayi juga diberi telepon seluler, agar ketika ada ibu yang akan melahirkan, mereka bisa segera menghubungi tenaga medis.
Â
Pada praktiknya, dukun-dukun bayi tersebut justru berperan sebagai simpul informasi. Merekalah yang memberi tahu di mana ada ibu hamil dan kapan kira-kira akan melahirkan, sehingga tenaga medis lebih mudah mengontrol dan memberikan penanganan. Setelah persalinan, mereka pula yang mendampingi para ibu memulihkan stamina dan merawat tubuh, mulai dari membantu memasak air, mencucikan kain, dan masih banyak lagi.
Â
“Dukun bayi bekerja di area akar rumput. Asal diarahkan, mereka bisa menjadi mitra yang baik bagi bidan dan dokter. Dengan merangkul mereka, nilai-nilai budaya, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi kedokteran dapat berjalan seiring, saling melengkapi” tutur Robin.
Â
Ingin membangun klinik
Â
Di tengah segala mimpi yang sedang ia wujudkan, Robin mengaku menjalani hari layaknya ibu-ibu yang lain. “Memasak, mengurus anak, dan mendengarkan mereka bercerita”, cetus ibu dari delapan anak ini, sambil tertawa. Hingga saat ini, Robin juga masih terus menggalang dukungan suara untuk memenangkan gelar CNN Heroes Award 2011. Â Jika nantinya berhasil terpilih, hadiah penghargaan sebesar 250.000 dollar AS (sekitar Rp 2,2 miliar) itu akan digunakan untuk membangun klinik.
Â
Ia berharap, kiprahnya bukan hanya sekadar membantu mensukseskan program Millenium Development Goals (MDG), dalam menekan angka kematian ibu dan bayi. Lebih dari itu, ia bermimpi, persalinan yang aman, nyaman, dan alami, bisa dinikmati oleh semua orang, tanpa memandang status sosialnya.
Â
“Saya percaya bahwa proses persalinan yang penuh kasih sayang dan memperhatikan manusia seutuhnya adalah landasan dari sebuah kehidupan yang indah. Dunia yang lebih damai dapat dimulai hari ini, melalui setiap bayi yang lahir ke dunia. Let”s heal the world by gentle birth “, pungkasnya.(N)
Â
*) Update:
Ibu Robin meraih gelar CNN Hero 2011.
Tulisan ini memperoleh penghargaan sebagai Pemenang I Kompetisi Jurnalistik Indonesia MDG’s Award 2011.
Â
Salam sehat,
www.nirmalamagazine.com
FB: Nirmala Magazine
Â