Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth Bila Operasi Caesar Berulang-ulang

Bila Operasi Caesar Berulang-ulang

0

 

Beberapa ibu hamil melakukan operasi caesar yang berulang-ulang karena berbagai alasan. Padahal melakukan caesar berulang-ulang bisa menimbulkan risiko kesehatan tersendiri untuk perempuan tersebut.

Saat ini banyak sekali ibu hamil yang melahirkan bayinya melalui operasi caesar baik karena memiliki masalah dengan kehamilannya ataupun tidak.

 

Banyaknya perempuan yang melakukan operasi caesar juga dipengaruhi oleh teknologi reproduksi yang semakin canggih atau ukuran bayi yang terlalu besar karena meningkatnya penderita diabetes pada ibu hamil.

 

” Operasi caesar merupakan salah satu jenis operasi yang diperlukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dikandungnya. Tapi jika ibu seringkali melakukan operasi caesar, maka bisa berbahaya dan meningkatkan risiko kesehatan. “

Risiko tersebut misalnya histerektomi (pengangkatan rahim) hampir 5 kali lebih tinggi terjadi pada perempuan yang sudah 4 kali operasi caesar, serta risiko transfusi darah lebih tinggi jika sudah 6 kali operasi caesar.

Sebagian besar dokter tidak menyarankan perempuan untuk melakukan operasi caesar lebih dari 3 kali. Jika perempuan tersebut hamil kembali, maka akan dianjurkan untuk melahirkan melalui vagina atau secara normal.

Operasi caesar yang berulang-ulang memungkinkan terjadinya komplikasi. Salah satu komplikasi yang potensial adalah placentation abnormal atau placenta accreta. Placentation abnormal ini terjadi pada 1 dari 2.500 kehamilan.

Beberapa risiko lain dari operasi caesar berulang adalah:

1. Rahim pecah (uterine rupture)

Perempuan yang sering melakukan operasi caesar memiliki risiko lebih besar terkena kondisi pecahnya rahim. Hal ini karena bekas luka di rahim rentan untuk robek atau hancur dan bekas luka ini lebih berisiko dibandingkan dengan bekas luka horisontal yang rendah. Perempuan yang mengalami kondisi ini kemungkinan berisiko mengalami kematian bayi 10 kali lebih tinggi.

2. Adhesi dan jaringan parut

Seperti halnya pembedahan perut lain, maka caesar juga akan menimbulkan jaringan parut atau adhesi. Beberapa perempuan ada yang merasakan sakit akibat adhesi tersebut, tapi ada juga yang menjadi lumpuh akibatnya. Adhesi yang luas bisa menimbulkan komplikasi lain yang menimbulkan rasa sakit sehingga menyebabkan ketidaknyamanan.

3. Plasenta previa

Risiko melahirkan secara caesar berkali-kali membuat letak plasenta terlalu dekat dengan leher rahim, sehingga jika leher rahim terbuka bisa menyebabkan keguguran dan perdarahan hebat. Jika perdarahan yang terjadi sangat banyak dapat mengakibatkan anemia atau ibu memerlukan transfusi darah.

4. Placenta accrete

Placenta acreta terjadi jika tempat menempel plasenta terlalu dalam ke dalam dinding rahim, dan bekas luka caesar dapat meningkatkan risiko ini. Kondisi ini kemungkinan bisa melibatkan kerusakan pada rahim atau organ lainnya serta perdarahan.

Data dibawah ini perlu dicermati juga:

Data statistik dari 1990-an menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang menjalani bedah caesar, dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal [1]. Akan tetapi angka kematian untuk kedua proses persalinan tersebut terus menurun sekarang ini. Badan kesehatan Britania Raya menyebutkan risiko kematian ibu yang menjalani bedah caesar adalah tiga kali risiko kematian ketika menjalani persalinan normal [2]. Bayi yang lahir dengan persalinan bedah sesar seringkali mengalami masalah bernafas untuk pertama kalinya. Sering pula sang bayi terpengaruh pengaruh obat bius yang diberikan kepada sang ibu. Salah satu ilustrasi dicetak awal bedah caesar. Konon kelahiran Julius Caesar. Seorang bayi yang hidup pembedahan dari seorang wanita mati. Dari Lives Suetonius ‘dari Caesars Dua Belas, 1506 ukiran kayu.

Pada 1316, Robert II dari Skotlandia dilahirkan dengan bedah caesar, ibunya Marjorie Bruce, kemudian meninggal.

Bukti pertama mengenai ibu yang selamat dari bedah sesar adalah di Siegershausen, Swiss tahun 1500: Jacob Nufer, seorang pedagang babi, harus membedah istrinya setelah proses persalinan yang lama.  Prosedur bedah sesar di waktu lampau mempunyai angka kematian yang tinggi. Di Britania Raya dan Irlandia, angka kematian akibat bedah sesar pada 1865 adalah 85%. Beberapa penemuan yang membantu menurunkan angka kematian antara lain:

Ø Pengembangan prinsip-prinsip asepsis.

Ø Pengenalan prosedur penjahitan rahim oleh Max Sänger pada 1882.

Ø Bedah sesar extraperitoneal dilanjutkan dengan sayatan mendatar rendah (Krönig, 1912).

Ø Perkembangan teknik anestesi.

Ø Transfusi darah.

Ø Antibiotik.

Bedah caesar dilakukan di Kahura, Uganda. Sebagaimana diamati oleh R. W. Felkin tahun 1879. Pada 5 Maret 2000, Inés Ramírez melakukan bedah caesar pada dirinya sendiri dan berhasil mempertahankan nyawanya dan juga bayinya, Orlando Ruiz Ramírez. Ia dipercaya sebagai satu-satunya wanita yang melakukan bedah caesar pada dirinya sendiri.

Tonya Jamois , Ketua International Caesarean Awareness Network (ICAN – Jaringan Masyarakat Internasional Peduli Caesar) mengatakan:

“American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG – Perkumpulan Ahli Obstetrik dan Ginekologi di Amerika) telah memberikan peraturan untuk para anggotanya, yakni untuk sebuah operasi caesar, mereka harus menunjukkan pada pasien bukan saja prosedur operasi, tapi juga harus menjelaskan bahwa operasi caesar lebih berisiko untuk ibu dan bayinya dibandingkan dengan persalinan normal.”

Harus diakui, online casino banyak wanita yang merasa khawatir harus menjalani persalinan normal hanya karena sering mendengar cerita orang lain mengenai rasa sakit yang akan dialaminya pada proses persalinan normal. Padahal, di ujung cerita, biasanya orang tersebut mengatakan merasa lega dan bahagia begitu buah hatinya lahir. Rasa sakit yang mendera sebelumnya hampir-hampir tidak terasa lagi.

Selain itu, ada bagian cerita yang sering “tertangkap” oleh para wanita tadi, yakni persalinan dengan operasi caesar konon bisa lebih cepat dan proses persalinan bisa tetap diikuti oleh si pasien. Mereka lalu menangkap bagian yang menyenangkan dari cerita ini tanpa disertai pengetahuan mengenai rasa sakit yang lama setelah operasi, berbagai risiko yang dapat timbul akibat operasi, maupun proses pemulihan pascaoperasi yang lama. Dengan sosialisasi “keliru” semacam itu, ditambah dengan semakin banyaknya wanita muda yang menjalani operasi caesar, maka seolah-olah operasi menjadi sebuah jalan keluar bagi kekhawatiran mereka.

Padahal, Operasi caesar boleh dilakukan asal ada indikasi medis. Repotnya, kini, makin banyak pilihan dan juga tawaran yang menyebabkan meningkatnya operasi caesar yang justru tidak perlu. Sekilas, tampaknya si pasien itu sendiri yang menjadi “biang keladi” naiknya jumlah angka operasi caesar tanpa indikasi medis. Padahal, pihak rumah sakit juga punya andil. Iming-iming yang ditawarkan oleh pihak rumah sakit seringkali sulit ditampik.

Bahkan, ada yang melaporkan, bahwa ada paket yang menawarkan operasi caesar sekalian operasi usus buntu. Padahal, menurut kode etik kedokteran, kedua operasi tersebut tak perlu dilakukan, apalagi sekaligus, jika tak ada indikasi kesehatan, Belum lagi, disinyalir ada pihak rumah sakit yang seakan-akan menggiring pasien untuk “memilih” operasi caesar ketimbang persalinan normal. Misalnya, dengan menyatakan bahwa janin terlilit tali pusat (biasanya dengan menunjukkan hasil USG atau ultrasonografi). Nah, pasien yang tak punya pengetahuan kesehatan sama sekali biasanya akan menuruti tawaran dokternya untuk operasi. Padahal, lilitan tali pusat tak selalu harus dioperasi. Jika ada indikasi untuk operasi pun, dokter harus menjelaskan mengenai penyakitnya, alternatif pengobatannya, serta apa alasan si ibu harus menjalani operasi. Pada kondisi tertentu, seperti plasenta previa (ari ari janin menutupi jalan lahir) atau ukuran panggul tak sesuai dengan besar bayi, indikasi operasi caesar memang perlu dan sudah bisa diperkirakan melalui pemeriksaan sebelumnya. Sayangnya, banyak hal lain yang sebenarnya bukan indikasi medis untuk operasi, namun diarahkan seolah-olah sebuah indikasi operasi. Keadaan seperti ini bisa terjadi karena di Indonesia belum ada standar pelayanan kesehatan yang jelas. Lalu apa jalan keluarnya?

Second Opinion

Jika Anda menghadapi dokter yang bersikukuh agar Anda dioperasi dan Anda merasa tidak ada indikasi kuat untuk menjalani operasi tersebut, maka sebaiknya Anda mencari second opinion atau bahkan third opinion. Bandingkan pendapat antara dokter yang satu dengan yang lainnya. Lalu, bagaimana cara Anda memilih dokter-dokter yang tepat untuk dimintai pendapat lainnya? “Sebaiknya cari dokter dari rumah sakit yang berbeda. Bisa juga Anda pilih dokter dengan usia yang berbeda. Memang jumlah uang yang akan dikeluarkan dari kocek Anda cukup banyak. Tetapi, dibandingkan dengan risiko yang mungkin Anda hadapi, rasanya pengorbanan Anda itu sepadan. Jadi, bila Anda ingin menjalani operasi caesar tanpa indikasi medis, tidak salahnya jika Anda menggali dulu pengalaman mereka yang pernah mengalami proses persalinan dengan operasi dan secara normal. Apalagi, persalinan normal lebih murah, lebih nyaman karena proses penyembuhannya lebih cepat, serta risikonya lebih kecil bagi ibu dan bayinya ketimbang operasi.

Nah untuk normal makanya perlu NIAT, UPAYA dan DOA

Berusahalah selalu Positif dan Optimis menjalani kehamilan Anda

Salam Hangat

Bidan Kita