Bidan Kita

Home Birth Story The Birth Story of Al Nauval Nararya

The Birth Story of Al Nauval Nararya

0

Hingga sore hari DJJ dan gerakan kaka masih baik. Kami terus berpositif thinking dan sabar. Saya menyempatkan sms bidan Yesie tentang kondisi yang terjadi. Beliau mensugesti positif untuk sabar dan rilex serta melakukan induksi alami. Mendengar suara beliau sungguh menenangkan membantu saya untuk kembali rilex.

22 Mei 2012, 01.00, kontraksi datang 10 menit sekali. Saya mulai mencatat lagi.  Namun kontraksi itu tidak kian besar dan cepat melainkan melambat bahkan hilang. Bidan pendamping menyarankan untuk cek USG dan kondisi keseluruhan. Ia juga menyarankan untuk menetapkan target jika belum juga lahir, untuk ke rumah sakit. Saya masih yakin, saya bisa mewujudkan cita-cita saya, mempersembahkan persalinan yang damai dan penuh cinta kasih untuk si kaka. Tetapi otak kiri saya mengingatkan saya untuk realistis.

Pukul 13.00 hasil VT menunjukan bukaan 3. Kemajuan yang lambat. Bidan pendamping semakin sering meminta saya dibawa ke rumah sakit karena dirasa ada yang janggal bahkan menyarankan untuk induksi. DAANGGG! Kayanya saya salah pilih pendamping! Akhirnya saya berbisik pada sang baby “Kaka sayang, kalo kaka memang ingin lahir di rumah sakit, ibu ikhlas. Kalo sampe sore gak ada kemajuan, kita ke RS ya kak”. Dan.. Gelombang tiba-tiba intens datang 10 menit sekali bahkan 5 menit sekali dengan durasi 35 detik hingga 2 menit. Kaka sungguh pintar. Sepertinya ia memilih untuk lahir dirumah.

Namun kami tetap akan melakukan USG di dokter X langganan kami. Pukul 18.30 kontraksi menguat, dalam perjalanan ke dokter gelombang semakin dahsyat. Dalam 3/4 perjalanan, saya memberi intruksi suami saya untuk pulang. Yak, saya yakin. Semua perlengkapan dipersiapkan baik kolam dan air. Adik dan sahabat saya diminta datang membantu. Hasil VT menunjukan bukaan 6. Ya Allah, baru setengah jalan. Apa yang musti hamba perbuat. Kenapa sangat lambat? Saya masih sabar dan menunggu gelombang kian menguat.

Pukul 11.00 rasanya gak sabar ingin nyemplung di kolam. Via SMS, bidan Yesie membolehkan saya untuk nyemplung di kolam. Maksimal 2 jam. Saya pun nyempung dan ‘nyooossh’ rasanya enak banget. Tapi rasa ingin mengejan tiba-tiba datang. Gelombang tersebut kian menguat. Saya pun terlalu yakin waktunya telah tiba. Dan saya meminta bidan untuk melakukan cek dalam, namun hasilnya stuck di bukaan 7.

Kami mulai kewalahan, saya kehilangan sebagian tenaga, bgitu pula orang-orang yang membantu. Bidan mulai curiga sepertinya ada sesuatu karna kemajuan bukaan mulut rahim berjalan sangat lambat. Akhirnya bidan berhasil membujuk saya ke rumah sakit walau dalam hati saya bersikukuh untuk melahirkan di rumah.

Plan A gagal, dan plan B (yang sayangnya tidak saya set dengan matang) pun menjadi pilihan. RS tujuan kami adalah RS Her*ina, yang mrp RS yang lebih dekat dibanding RS Tlo*ore*o dan merupakan RS pilihan dari hasil survei. Sampai ruang bersalin Pukul 03.00 Gelombang kian menguat, namun lagi-lagi itu baru bukaan 8. Lama menunggu, mereka memberikan induksi melalui infus. Saya tidak lagi konek dengan ritme tubuh saya, saya kehilangan komunikasi dengan tubuh dan bayi saya.

Dari bukaan 8 ke 10 saja berlangsung sampai 2 jam. Dan akhirnya proses persalinan ala rumah sakit yang selama ini saya hindari pun menimpa saya. Induksi, posisi lithotomy, aba-aba tukang parkir, dan dorong mendorong perut. Saat itu yang saya ingat, knp justru ini yang terjadi? Kira-kira ada 5 suster yang membantu.

Mendorong perut, merentangkan kaki, dll. Bukan lg acara sakral melainkan pelataran parkir pasar. Akhirnya proses mengejan pun terjadi. Sekuat tenaga saya tidak bisa mengeluarkan kepala si Kakak. Proses tersebut terjadi cukup lama. Tapi kepala kakak hanya masuk dan keluar.

Saya tidak menyerah, saya memberi instruksi pada dokter muda itu untuk memasang posisi vertikal agar terbantu gravitasi bumi, yaitu setengah berdiri, tapi karna tenaga sudah terkuras habis dari 2hari yang lalu, saya kembali ke posisi semula. Saya juga menawar untuk tidak di episiotomi, namun karena baby susah untuk keluar, tindakan epis pun dilakukan juga dengan persetujuan saya. Dr awal DJJ stabil hingga pada menit2 terakhir DJJ melemah dan dokter menawarkan vacum. Karena tahu djj melemah saya menyetujui.

Dan akhirnya si Kakak bisa lahir dan benar dugaan kami bahwa ada lilitan tali pusat yang sangat kuat. Selain itu posisi baby adalah telentang atau posterior. Itu sebabnya kepalanya hanya keluar masuk, karena wajah tidak bisa flexible seperti kepala saat melewati jalan lahir. Ya Allah Kakak, kau juga telah berjuang keras di dalam.

Bahkan ia mendengar instruksiku untuk memberi gelombang yang intens. Ternyata ia menginginkan persalinan di rumah kami, tapi karena lilitan dan posisi tersebut yang menyulitkannya sehingga proses pembukaan serviks terjadi cukup lama.