Usai persalinan, saya sedih dan menangis sejadi-jadinya. Selain saya trauma, saya menyesal. Anak saya mendapat intervensi cukup banyak. Dari induksi, proses dorong perut, vacum, hingga sedot lendir. Saat baby di sedot saya ingat, saya berteriak “jangan terlalu dalam suster! Kasihan anak saya!”.
Satu-satunya proses healing saya adalah IMD. Walau hanya 1 jam tapi sangat membantu. Saya meminta maaf pada kakak dengan apa yang telah terjadi. Bahkan teriakan saya saat diinduksi yang tidak bisa saya kontrol mungkin terekam di bawah sadarnya. Saat proses IMD selesai dan kakak diambil untuk diobservasi saya pun memaksa untuk tidak dipisahkan dari saya.
Seperti informasi yang sudah saya dapatkan dari grup, benar saja, saat dia diambil dari dada saya, dia menangis. Menangis karena dipisahkan dari ibunya-satu-satunya orang yang dikenalnya saat dalam kandungan. tetapi beruntung, ternyata memang mereka melayani IMD, asi esklusif, dan rooming in.
Dari pengalaman tahun 2012 itu ada beberapa point yang saya ambil sebagai bahan evaluasi kegagalan cita-cita saya untuk mempersembahkan persalinan alami minim trauma. Yaitu saya memilih nakes yang kurang tepat dalam persalinan saya. Awalnya ia mau belajar tentang Gentle Birth yang membuat saya memilihnya untuk mendampingi persalinan.
Segala bahan artikel dan video sudah saya berikan padanya, tetapi sampai akhir eksekusi ia belum juga menyentuhnya. Dan akhirnya fokus saya buyar karena kurang ketahuannya tentang gentle birth.
Kedua adalah saya tidak mengambil second opinion sebaik apapun kondisi kehamilan saya. Selama hamil saya melakukan check up di salah satu nakes yang ternyata tidak terbuka mengenai kondisi kehamilan saya. Saat terakhir check up, saat saya menanyakan apakah posisi sudah masuk panggul, beliau menjawab belum.
Padahal tiap minggu saat senam hamil, bidan jelas sudah mengatakan sudah masuk panggul sejak UK 33. Dan saat kami tanya apakah ada lilitan atau tidak, dia menjawab dengan aneh “yah kalopun ada, bisa lah bu”. Dan beliau sama sekali tidak menyebutkan posisi bayi posterior atau anterior. Di akhir saya baru tahu ia adalah salah satu nakes yang pro SC. Saya tidak tahu motifnya, tetapi saya yakin seharusnya tidak demikian.
Faktor berikutnya adalah rencana persalinan B atau C yang tidak saya rencanakan dengan matang. Seharusnya saat plan A tidak dapat terealiasasi, plan B menjadi pilihan yang mana dipersiapkan dengan baik dengan konsep seiring dan sejalan dengan plan A, tapi saya tidak melakukannya.
Disisi lain, saya bersyukur karena pada akhir eksekusi kami memilih RS H*rmi*a hanya dengan pemikiran jarak yang lebih dekat dan saya bertemu dengan dokter muda yang sabar. Kalau saja saya memilih bersalin dengan nakes yang mengontrol kehamilan saya tentu tindakan SC yang menjadi pilihan.
Kecewa, sedih, menyesal, tapi mungkin ini kehendak Tuhan dan si Kakak. Walaupun banyak kekurangan, saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan persalinan yang alami dari sebelum persalinan hingga proses eksekusi tiba. Selain itu kakak pun sudah kooperatif dan bekerja sangat keras untuk melepaskan lilitan.
Trauma? Absolutely!! Tapi tidak perlu terlalu lama. Saya masih mempunyai segudang PR dalam parenting. Semoga someday bisa mengikuti klas self healing serta bisa melakukan gentle parenting terhadap Al Nauval Nararya. Dan…. Home Water Birth secara Gentle tetap menjadi cita-cita saya. Semoga. Amin.
Tulisan sudah pernah diupload di blog: http://camisoleonline.blogspot.com
- Nama Lengkap : Wulan Asih Setyarini
- Nama FB : Wulan Asih Setyarini
- Akun twitter : @wholzy
- Alamat lengkap : Perum Bukit Panjangan Asri Blok K No. 8 Manyaran Semarang
- Profesi : PNS
- Email : wholzy@gmail.com
- Nomor telpon : 08562687177