
2. No Episiotomy Kecuali Indikasi Medis
Saya tidak menyetujui episiotomi rutin.
- Bila episiotomi dianggap perlu, mohon beri penjelasan dan minta persetujuan saya dan pendamping terlebih dahulu.
WHO menyatakan bahwa episiotomi tidak boleh menjadi prosedur rutin dan hanya boleh dilakukan dengan alasan klinis yang jelas serta informed consent.
3. Hands-Off atau Hands-Poised Approach
- Saya memilih pendekatan gentle birth: tangan provider tidak menahan atau menarik kepala bayi secara agresif.
- Bila perlu sentuhan, mohon dengan lembut dan setelah izin.
Rachel Reed dan fisiologis birth advocates menyebut bahwa sentuhan berlebihan justru memicu refleks menahan dari tubuh ibu.
4. Kompres Hangat pada Perineum
- Saya mengizinkan penggunaan kompres hangat di fase akhir saat kepala bayi mulai muncul.
Dahlen et al. (2016): Kompres hangat efektif menurunkan risiko robekan berat.
5. Waktu & Napas: Tidak Dipercepat
- Saya ingin diberi waktu untuk napas spontan saat kepala bayi crowning.
- Mohon hindari instruksi mengejan keras yang bisa menekan perineum secara paksa.
6. Suami sebagai Pendamping Aktif
- Suami saya akan membantu mengingatkan afirmasi, posisi, dan napas.
- Mohon libatkan suami dalam keputusan jika saya sedang fokus atau tidak mampu menjawab.
Tips Menyampaikan Birth Plan ke Provider
- Gunakan nada positif dan kolaboratif, bukan menantang.
- Ajak diskusi, bukan hanya menyodorkan permintaan.
- Bila provider tidak setuju atau menolak birth plan, itu sinyal penting untuk mempertimbangkan tempat bersalin yang lebih suportif.
Contoh Komunikasi:
“Bu Dokter/Bidan, saya sudah menyusun birth plan untuk proses lahiran nanti. Ini bukan bermaksud mengatur ya, tapi saya ingin berbagi apa yang saya harapkan agar bisa bekerjasama. Saya juga fleksibel kalau ada kondisi medis yang berubah.”
“Yang paling penting buat saya adalah perineum. Saya ingin dijaga dengan sabar dan lembut. Saya ingin tubuh saya dipercaya.”
Bonus untuk Ibu: Afirmasi untuk Menulis Birth Plan
✨ “Tubuhku layak dihormati.”
✨ “Aku punya hak untuk tahu dan memutuskan.”
✨ “Aku berani menyampaikan kebutuhanku dengan damai.”
✨ “Tuhan memimpin tanganku saat aku menulis rencana kelahiran ini.”
Kita tidak bisa mengontrol segalanya saat lahiran. Tapi kita bisa mempersiapkan, mengkomunikasikan, dan menumbuhkan kesadaran.
Birth plan ramah perineum bukan tentang meminta proses yang “sempurna”, tapi tentang menciptakan ruang lahir yang manusiawi, penuh cinta, dan tanpa trauma yang bisa dicegah.
Karena setiap ibu berhak lahir dalam tubuh yang dihormati,
dan setiap bayi layak lahir melalui jalan yang dijaga dengan sabar.
6. Pelatihan Posisi Melahirkan & Simulasi Kelas Hamil
Latihan Gerak Sadar untuk Menjaga Perineum dan Menguatkan Tubuh Ibu
Mengapa Posisi Melahirkan Itu Penting?
Posisi tubuh saat melahirkan bukan hanya soal kenyamanan, tapi menentukan seberapa besar tekanan pada perineum, seberapa mudah bayi turun ke panggul, dan seberapa cepat proses kelahiran berjalan.
Sayangnya, banyak ibu hanya diperbolehkan melahirkan dalam posisi telentang, padahal:
- Posisi telentang justru menyempitkan panggul (hingga 30%),
- Membuat gaya gravitasi tidak bekerja maksimal,
- Dan memperbesar risiko robekan perineum akibat tekanan langsung ke jaringan bawah.
Padahal tubuh ibu punya insting alami memilih posisi. Dan posisi yang aktif akan membuat perineum lebih lentur, panggul lebih terbuka, dan bayi lebih mudah lahir.
Apa Saja Posisi yang Ramah Perineum?
Posisi | Kelebihan |
Miring (Side-lying) | Paling lembut untuk perineum, cocok untuk ibu yang lelah atau ingin kontrol |
Jongkok Bertumpu (Supported Squat) | Membuka outlet panggul, mempercepat penurunan bayi |
Merangkak (All Fours / Hands & Knees) | Mengurangi tekanan ke perineum, mempermudah rotasi janin |
Duduk Tegak (Upright Sitting) | Memaksimalkan gravitasi, bisa dikombinasikan dengan birth ball |
Berdiri Bersandar (Lunging/Wall-supported) | Memberi ruang lateral pada panggul, memudahkan ekspansi jalan lahir |
Simkin et al., 2021 menekankan bahwa posisi aktif dan bervariasi menurunkan durasi kala dua dan memperkecil risiko trauma jaringan lunak.
Apa Itu Simulasi Kelas Hamil?
Simulasi kelas hamil adalah latihan nyata untuk mempersiapkan tubuh dan mental ibu dalam menghadapi fase-fase persalinan. Di Bidan Kita, pendekatan ini biasa kita lakukan lewat:
- Prenatal Gentle Yoga (PGY)
- Kelas Napas & Gentle Birth Hypnobirthing
- Birth Rehearsal Day: simulasi kala 1–2–3
- Mini Workshop Posisi Bayi dan Perineum Utuh
Apa Saja yang Dilatih dalam Simulasi Kelas?
- Pelatihan Posisi Lahir
- Bukan hanya teori, tapi praktik langsung menggunakan birth ball, matras, beanbag, kursi, bahkan suami sebagai “sandaran.”
- Mengenal Fase Persalinan & Kapan Ganti Posisi
- Posisi saat kontraksi awal vs saat kepala mulai terlihat (crowning).
- Cara Menyokong Perineum dengan Gerakan
- Seperti slow breathing, squat with support, atau posisi miring dengan napas lembut saat ring of fire.
- Peran Suami: Sentuhan, Dukungan, Napas Bersama
- Simulasi “apa yang dilakukan suami saat istri grogi atau panik.”
- Kapan Harus Istirahat dan Kapan Aktif
Supaya ibu tidak kelelahan dan tahu cara mendengarkan tubuhnya.
️Tools yang Digunakan:
Birth ball
Dinding dan kursi
Rebozo
Kain panjang
Selimut dan bantal
Gail Tully (Spinning Babies) dan Blandine Calais-Germain (Biomechanics for Birth) menekankan pentingnya props dan alat bantu untuk meningkatkan kenyamanan dan efektivitas gerakan melahirkan.
Tujuan Akhir Pelatihan Posisi
✔ Ibu tahu kapan dan bagaimana berpindah posisi
✔ Ibu merasa percaya diri dan tidak “diatur” saat lahiran
✔ Suami tahu peran aktifnya
✔ Provider tidak memaksa posisi tunggal
✔ Perineum terlindungi secara alami
Afirmasi Pendukung Saat Pelatihan:
“Tubuhku tahu bagaimana bergerak.”
“Aku membuka jalan kehidupan dengan tenang.”
“Gravitasi, napas, dan gerakan membantuku melahirkan.”
Persalinan bukan sekadar urusan rahim dan kontraksi.
Ia adalah tarian tubuh, napas, dan jiwa.
Dan setiap gerakan yang dipelajari sebelum hari H akan menjadi “bahasa tubuh” yang membantu perineum membuka bukan dengan paksa, tapi dengan percaya.
Jadi, jangan menunggu kontraksi dulu untuk belajar posisi.
Belajar sekarang, agar tubuhmu tidak canggung saat hari besar itu tiba.
7. Hands-Off Approach ala Rachel Reed & WHO
Apa Itu Hands-Off? Dalam konteks persalinan, hands-off bukan berarti membiarkan ibu sendirian.
Justru sebaliknya—itu adalah sikap aktif untuk hadir, mendampingi, dan menahan diri agar tidak mengintervensi tubuh yang sedang bekerja secara alami.
Dr. Rachel Reed, seorang bidan dan penulis buku Reclaiming Childbirth as a Rite of Passage, mendefinisikan hands-off the perineum sebagai:
“Keputusan sadar untuk tidak menyentuh perineum saat bayi keluar, tidak menarik kepala bayi, dan tidak memaksa ibu mengejan saat crowning.”
Apa Kata WHO?
Menurut WHO Intrapartum Care Recommendations (2018):
- Episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin.
- Perlindungan perineum sebaiknya menggunakan pendekatan yang minimal dan berbasis evidence.
- Tindakan manual (menahan, menarik, memegang) tidak terbukti menurunkan risiko robekan berat secara konsisten.
Downe et al. (2019) menemukan bahwa dukungan emosional dan posisi melahirkan lebih efektif dalam menjaga perineum utuh daripada intervensi tangan.
Mengapa Menahan Diri Itu Penting?
Saat perineum meregang untuk mengizinkan kepala bayi keluar, ia memasuki fase sensitif yang disebut “ring of fire”.
Kalau diintervensi (dipegang, ditekan, atau bayi ditarik) maka:
- Jaringan perineum bisa robek karena tekanan mendadak,
- Refleks fisiologis ibu bisa terganggu,
- Proses lahir menjadi lebih menyakitkan dan penuh trauma
Sebaliknya, kalau dibiarkan:
- Perineum punya waktu untuk menyesuaikan dan melentur,
- Ibu bisa mengatur napas dan irama mengejan secara alami,
- Bayi lahir dengan lembut, bukan terburu.
Tindakan yang Sering Justru Merusak:
- ❌ Menahan kepala bayi keluar dengan tangan
❌ Menekan perineum dengan kain atau jari
❌ Menyuruh ibu mengejan keras di fase akhir
❌ Mempercepat keluarnya bayi demi “hemat waktu”
❌ Episiotomi tanpa indikasi klinis - Semua tindakan di atas dilakukan dengan niat baik oleh tenaga kesehatan—namun bila tidak dibarengi edukasi dan empati, justru berisiko mencederai ibu, baik fisik maupun emosional.
Apa yang Bisa Dilakukan dalam Hands-Off Approach?
- Dukungan Verbal & Energi Positif
- Tenaga kesehatan hadir di dekat ibu, menjaga ruang dan ketenangan, bukan mengatur-atur.
- Posisi Lahir yang Spontan
- Biarkan ibu memilih posisi yang terasa nyaman, tidak “diatur harus telentang.”
- Kompres Hangat Jika Diperlukan
- Jika perineum tampak tegang, tawarkan kompres hangat—bukan tangan yang menekan.
- Hormati Ritme Ibu
- Bila kepala bayi mulai keluar, jangan suruh mengejan. Biarkan tubuh ibu yang mengatur.
Simkin & Hanson, 2017: Ibu yang dibiarkan mengikuti ritmenya sendiri menunjukkan tingkat robekan perineum lebih rendah dan kepuasan lahir lebih tinggi.
Di Mana Hands-Off Dipraktikkan?
- Dalam klinik atau rumah bersalin ramah gentle birth,seperti Klinik Bidan Kita
- Di ruang bersalin yang menghargai waktu tubuh ibu,
- Dalam kelas seperti Gentle Birth Hypnobirthing, di mana ibu belajar membaca sinyal tubuhnya sendiri,
- Dalam praktik bidan-bidan komunitas di banyak negara (Belanda, Selandia Baru, Jepang).
Testimoni dari Lapangan
“Waktu kepala bayiku keluar, bidanku malah mundur sedikit dan bilang: ‘Kamu yang tahu kapan waktunya, Bu.’ Rasanya luar biasa dipercaya. Dan perineumku utuh.” – Ibu E, peserta kelas napas Bidan Kita
“Saya sudah bersiap disuruh mengejan. Tapi ternyata mereka hanya menunggu. jadi saya tidak dipaksa ngejen dan Itu pengalaman lahir terbaik saya.” – Ibu T, VBAC kedua