UPAYAKAN PERINEUM UTUH (Jalur Langit & Jalur Bumi)

Setiap perempuan yang bersiap menyambut kelahiran anaknya, mungkin pernah mendengar istilah “perineum robek” atau “dijahit setelah lahiran.” Tapi jarang yang benar-benar diajak duduk, hening sejenak, dan diberi ruang untuk memahami: apa itu perineum, bagaimana menjaganya, dan mengapa ia begitu sakral.

Di ruang bersalin, kita sering menyaksikan tubuh yang membuka, bayi yang lahir, dan luka yang terjadi. Tapi di balik semua itu, ada proses sunyi yang lebih dalam: peralihan seorang perempuan dari yang mengandung menjadi yang melahirkan. Dan di titik perineum-lah semua itu berpuncak.

Perineum bukan sekadar jaringan otot.
Ia adalah pintu gerbang—jalur langit dan bumi bertemu.

Sayangnya, perineum selama ini lebih sering dibicarakan sebagai masalah teknis—apakah robek atau tidak, dijahit atau tidak, sembuhnya lama atau cepat. Padahal, perineum adalah ruang tubuh yang penuh makna. Ia bisa dijaga. Ia bisa disiapkan. Ia bisa dilindungi—bukan hanya dengan tangan, tapi juga dengan kesadaran dan cinta.

Dalam pendekatan holistic-gentle birth, menjaga perineum tidak cukup hanya dengan teknik fisik seperti kompres hangat, minyak pijat, atau posisi bersalin. Ia juga perlu dijaga melalui penyadaran diri, kepercayaan pada tubuh, afirmasi, dan doa. Karena luka bukan hanya berasal dari tarikan dan tekanan, tapi juga dari ketakutan dan ketidaktahuan.

Maka dalam bagian ini, mari kita selami lebih dalam:
Bagaimana cara menjaga perineum secara menyeluruh—dari jalur langit berupa iman (doa puasa) dan afirmasi, hingga jalur bumi berupa edukasi, gerakan, dan pendampingan sadar.

Karena tubuh ini bukan benda mati. Ia hidup, ia mendengar, dan ia mengingat. Dan setiap ibu berhak melahirkan dengan tubuh yang dihormati, bukan ditakuti.
Setiap perineum berhak dibuka dengan lembut, bukan dilukai terburu-buru.

“Tubuh ini bukan sekadar wadah. Ia adalah saksi kelahiran manusia baru.”
“Dan perineum… adalah gerbang sakral tempat kehidupan lahir ke dunia.”

Dalam pendekatan holistik, perineum bukan hanya jaringan otot dan kulit. Tapi juga ruang spiritual, emosional, dan simbolik, tempat seorang perempuan melewati ambang antara mengandung dan melahirkan. Maka dari itu, menjaga perineum bukan hanya dengan kompres atau senam—tapi juga dengan iman, afirmasi, edukasi, dan penyadaran diri.

Nah kita bahas satu satu ya, terkait apa saja yang bisa dilakukan untuk membantu supaya perineum tetap utuh dan kuat saat melahirkan.

  • Jalur Langit!

Kenapa saya bilang jalur langit? Ya karena kadang kala kita sudah mengupayakan segala sesuatunya mulai dari pengetahuan, yoga, nutrisi, perineum massage, dan macem macem tapi pas hari H ternyata tiba tiba karena satu dan lain hal entah karena providernya tidak pas atau karena proses persalinan sendiri ada masalah, akhirnya tetep saja kita musti mengalami robekan jalan lahir baik tidak sengaja maupun sengaja.

demikian juga sebaliknya, kadang kita sudah siapkan segalanya dan keberuntungan dan kebetulan kebetulan terjadi akhirnya kita berhasil ngalamin gentle birth dengan perineum utuh dan nyaman.

So jalur langit artinya adalah jalur dimana kita tetap berserah melalui  doa puasa dan affirmasi meminta perkenanan dan penyertaan Tuhan supaya di berkati selalu.

1. Doa dan Afirmasi untuk Perineum Utuh

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh intervensi medis, tak banyak ruang bagi ibu untuk hening sejenak dan mendengarkan tubuhnya sendiri. Perineum bukan hanya jaringan otot.
Ia adalah pintu gerbang antara dunia dalam dan dunia luar.
Menjaganya bukan hanya dengan teknik, tapi juga dengan penyerahan dan penyadaran diri.

Apa Itu Afirmasi?

Afirmasi adalah ungkapan positif yang diucapkan berulang untuk membangun kesadaran, keyakinan, dan kesiapan mental-emosional. Ia bukan sekadar “kata-kata penyemangat,” melainkan alat yang membantu ibu membentuk hubungan yang sehat dengan tubuh dan proses kelahiran.

Menurut studi Olza et al., 2014, afirmasi yang dibacakan dengan relaksasi mendalam mampu:

  • Meningkatkan oksitosin dan endorfin (hormon pelancar kontraksi & penenang nyeri),
  • Menurunkan kortisol (hormon stres),
  • Meningkatkan koneksi antara pikiran, tubuh, dan rahim.

Doa sebagai Jembatan Spiritual

Doa bukan sekadar permintaan kepada Tuhan, tetapi jembatan penghubung antara iman dan tubuh.
Dalam konteks gentle birth, doa menjadi momen hening di mana ibu kembali menyadari:

“Tubuhku bukan milikku semata. Ia diciptakan oleh Tuhan dengan sempurna. Ia tahu cara melahirkan.”

Doa menumbuhkan perasaan:

  • bahwa ibu tidak sendiri,
  • bahwa ada kekuatan ilahi yang menyertai,
  • bahwa kelahiran bukan sekadar proses biologis, tapi peristiwa spiritual.

Dalam Leclaire Method, tubuh ibu—termasuk rahim dan perineum—dipandang sebagai bagian dari sacred feminine design, ciptaan Allah yang cerdas dan terhubung dengan dimensi spiritual sejak bayi dalam kandungan.

Afirmasi untuk Perineum: Contoh dan Makna

Berikut contoh afirmasi yang dapat digunakan untuk menjaga perineum secara batiniah dan emosional:

Afirmasi Makna dan Dampak
“Aku membuka tubuhku dengan cinta dan percaya.” Menyampaikan kesiapan tubuh secara sadar
“Perineumku lentur, kuat, dan siap menjadi gerbang kehidupan.” Menumbuhkan kepercayaan pada kelenturan alami
“Tubuhku tahu caranya melahirkan. Tuhan merancangnya dengan bijaksana.” Menyambungkan iman dengan fisiologi
“Aku hadir penuh untuk kelahiran ini. Aku tidak takut, aku terhubung.” Mengalihkan fokus dari rasa takut ke koneksi

Penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosional dan afirmasi positif berperan penting dalam menurunkan stres dan meningkatkan elastisitas jaringan.

Studi oleh Olza et al. (2014) menjelaskan bahwa afirmasi yang berulang dan relaksasi mendalam dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin dan endorfin, yang membantu jaringan perineum lebih lentur dan responsif selama persalinan.

Cara Praktis Melatih Doa dan Afirmasi

  1. Rutinitas Harian (3–5 menit)
  • Lakukan saat sebelum tidur atau setelah bangun pagi.
  • Duduk tenang, pejamkan mata, letakkan tangan di bawah perut dan satu tangan lagi di dada.
  • Ucapkan 1–2 afirmasi sambil menarik napas perlahan dan menghembuskan dengan lembut.
  1. Visualisasi Perineum
  • Bayangkan perineum sebagai kelopak bunga yang terbuka saat napas masuk.
  • Bayangkan tubuh ibu sebagai sungai yang mengalirkan kehidupan dengan damai.
  1. Dibacakan oleh Suami/Doula
  • Afirmasi akan lebih kuat bila didukung oleh pasangan atau pendamping, menciptakan resonansi kepercayaan bersama.
    Witt & Lothian, 2018 menyebutkan bahwa dukungan pasangan dalam afirmasi menurunkan kecemasan persalinan hingga 40%.
  1. Dipasangkan dengan Gerakan Yoga Ringan
  • Gerakan seperti Butterfly Pose, Child’s Pose, atau Squat Pose dapat disinkronkan dengan afirmasi, memperkuat keterhubungan tubuh dan kata.

Efek Jangka Panjang dari Praktik Afirmasi dan Doa

✔ Membantu ibu menghadapi persalinan dengan tenang
✔ Mengurangi persepsi nyeri dan trauma pascamelahirkan
✔ Meningkatkan rasa memiliki terhadap tubuh dan proses lahir
✔ Mempercepat pemulihan emosional, apapun hasil kelahirannya
✔ Memberi ruang spiritual untuk menyambut bayi dengan cinta, bukan cemas

Kesaksian dari Lapangan

“Waktu kontraksi makin kuat, aku mulai ulang-ulang afirmasi, dan tiba-tiba tubuhku rasanya membuka… kayak aku masuk ke ruang tenang.” – Ibu A, peserta hypnobirthing

“Suamiku bacakan afirmasi saat aku mulai takut. Aku nangis, tapi bukan karena takut—karena aku merasa didukung.” – Ibu H, kelas persiapan kelahiran Bidan Kita

  • Jalur Bumi!

Nah, supaya adil setelah kita bahas terkait dengan jalur langit berupa doa, puasa dan affirmasi visualisasi, jalur bumi atau aliyas jalur fisik. nah apa saja jalur fisik itu?:

2. Perineum sebagai Gerbang Sakral Kelahiran

Ketika seorang bayi lahir, tubuh ibu menjadi jalan pulang menuju dunia ini. Dan titik terakhir yang dilewati bayi sebelum napas pertamanya adalah perineum—area kecil yang terletak antara vagina dan anus. Namun sesungguhnya, perineum bukan hanya “tempat keluarnya bayi” secara teknis. Ia adalah gerbang kehidupan, tempat tubuh perempuan membuka ruang bagi jiwa baru untuk hadir di dunia.

“Perineum bukan hanya kulit dan otot. Ia adalah portal antara dunia rahim dan dunia nyata.”

Pandangan Tradisional: Perineum sebagai Portal Kehidupan

Ternyata, dalam banyak budaya kuno dan komunitas adat di dunia, perineum tidak pernah dianggap remeh. Ia dipandang sebagai titik transisi suci.

Beberapa contohnya:

  • Budaya Bali menyebut proses kelahiran sebagai “nunas nyawa” (meminta nyawa), di mana tubuh ibu, termasuk perineum, disucikan sebelum dan sesudah melahirkan.
  • Suku Maori (Selandia Baru) menganggap perineum dan jalan lahir sebagai wāhi tapu (ruang sakral) yang tidak boleh dilukai sembarangan.
  • Suku Navajo (Amerika Utara) melihat proses kelahiran sebagai journey of the soul yang harus dikelilingi oleh doa, nyanyian, dan rasa hormat terhadap tubuh ibu.

Di semua narasi ini, tubuh perempuan tidak pernah hanya “medis”. Ia adalah bagian dari spiritualitas alam semesta.

Pandangan Modern: Leclaire Method dan Spiritualitas Tubuh

Leclaire Method—sebuah pendekatan kelahiran sadar dari Prancis—menekankan bahwa tubuh ibu menyimpan memori emosional dan spiritual. Perineum dianggap sebagai titik “batas” antara dunia internal dan eksternal. Maka, saat perineum dibuka secara penuh dengan kesadaran, refleks alami tubuh juga lebih mudah teraktivasi.

Di antaranya:

  • Fetal Ejection Reflex: refleks alami tubuh yang mendorong bayi keluar dengan lembut tanpa intervensi kasar atau paksaan.
  • Hormon pelindung seperti beta-endorfin dan oksitosin mengalir deras bila ibu merasa aman, dipercaya, dan tubuhnya dihormati—bukan dikendalikan.

Sarah Buckley (2009) dalam bukunya Gentle Birth, Gentle Mothering menjelaskan bahwa saat tubuh ibu merasa aman dan perineum tidak dipaksa, tubuh akan melepaskan gelombang hormon yang serupa dengan orgasme spiritual—membantu kelahiran lebih lembut dan minim trauma.

Pendekatan Gentle Birth dan Hypnobirthing

Dalam praktik gentle birth dan hypnobirthing, perineum bukan sesuatu yang harus dikontrol atau dihindari robeknya dengan “menahan atau memegang”.
Justru sebaliknya, ia perlu dibiarkan bekerja, didengar, dan diberi ruang. Inilah esensi dari pendekatan hands-off atau “tidak terburu-buru.”

Menurut Reed, R. (2015) dalam artikelnya “Hands Off the Perineum”, intervensi berlebihan seperti menarik kepala bayi, menekan perineum, atau mengatur napas secara paksa justru mengganggu ritme alami tubuh dan meningkatkan risiko trauma robekan.

“Ketika kita terburu-buru membuka gerbang, ia bisa retak. Tapi ketika kita sabar, gerbang itu bisa membuka dengan sendirinya.”

Praktik Menjaga Kesakralan Perineum

Berikut adalah langkah-langkah aplikatif yang bisa dilakukan untuk menghormati dan menjaga perineum sebagai gerbang sakral:

  1. Berdoa dan Afirmasi Harian (ini jalur langit tadi)
  • Mengucapkan kalimat seperti:
    “Perineumku adalah pintu kehidupan. Aku menjaganya dengan cinta dan percaya.”
  1. Gerakan Prenatal Gentle Yoga (PGY)
  • Gerakan seperti Deep Squat, Butterfly Stretch, dan Supported Child’s Pose dapat melatih elastisitas dan kesadaran tubuh di area perineum.
  1. Posisi Melahirkan yang Memberi Ruang
  • Seperti posisi miring (lateral), jongkok dengan sandaran, atau hands-and-knees yang membuka panggul bawah secara alami tanpa tekanan berlebihan pada perineum.
  1. Kompres Hangat dan Hands-off
  • Memberi kompres hangat di area perineum saat kepala bayi mulai terlihat terbukti mengurangi risiko robekan(Dahlen et al., 2016)
  • Biarkan kepala bayi keluar perlahan, jangan ditarik.
  • Jangan paksa ibu untuk mengejan saat perineum sedang “crowning” (fase ring of fire).

Penutup: Tubuh yang Dihormati, Melahirkan dengan Lembut

Ketika kita mengubah cara pandang terhadap perineum—dari area “yang pasti robek” menjadi portal suci kehidupan, maka pendekatan kita terhadap persalinan juga ikut berubah.

Kita mulai memberi waktu, bukan memaksa.
Kita mulai mendengarkan, bukan mengatur.
Kita mulai memuliakan tubuh, bukan mencurigainya.

Karena setiap bayi layak dilahirkan melalui tubuh yang dipercaya,
dan setiap ibu layak membuka dirinya dalam suasana damai.

‍3. Edukasi untuk Ibu & Birth Partner: Hak Tubuh, Pilihan, dan Informed Consent dalam Menjaga Perineum

Banyak perempuan datang dengan keluhan:

“Saya nggak tahu apa-apa, tahu-tahu sudah digunting.”
“Dokternya bilang ‘biar cepat ya, Bu’, dan saya nggak sempat jawab.”
“Saya pikir itu normal, tapi ternyata saya trauma sampai sekarang.”

Ironisnya, banyak robekan perineum bukan terjadi karena tubuh ibu gagal, melainkan karena ia tidak diberi kesempatan untuk tahu dan memilih.
Padahal tubuh ibu memiliki hak penuh atas proses yang terjadi padanya—termasuk saat melahirkan.

Apa Itu Informed Consent?

Informed Consent adalah hak setiap pasien (termasuk ibu bersalin) untuk:

  • Mendapat penjelasan lengkap dan jujur mengenai prosedur,
  • Memahami risiko, manfaat, dan alternatifnya,
  • Memiliki waktu untuk bertanya dan mempertimbangkan,
  • Menyatakan persetujuan secara sadar dan tanpa tekanan.

Informed consent bukan sekadar “izin untuk tindakan medis”.
Ia adalah bentuk penghormatan terhadap tubuh, kesadaran, dan martabat manusia.

WHO Intrapartum Care Guidelines (2018):

“Episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin dan harus didasarkan pada indikasi klinis yang jelas, dengan informed consent yang utuh.”
“Keputusan intervensi medis harus mempertimbangkan nilai, preferensi, dan otonomi perempuan.”

Praktik yang Sering Terjadi di Lapangan

Sayangnya, banyak fasilitas kesehatan masih menjalankan:

  • Episiotomi rutin tanpa indikasi medis,
  • Prosedur “memotong perineum” tanpa penjelasan,
  • Memberi tahu saat tindakan sudah dimulai, bukan sebelum,
  • Menekan ibu dengan kata-kata seperti:
    “Kalau nggak digunting, bisa sobek sampai anus loh, Bu.”
    “Kalau tidak cepat, bayinya bisa kenapa-napa.”

Praktik semacam ini sering disebut sebagai bentuk Kekerasan Dalam Ruang Persalinan (KDRP) dan termasuk pelanggaran hak tubuh ibu.

Apa yang Harus Diketahui oleh Ibu & Pasangannya?

    • Membuka perlahan mengikuti kepala bayi,

Menghindari robekan, bahkan tanpa dijahit.

  1. Apa Itu Perineum dan Fungsinya?

Perineum adalah:

  • Area jaringan lunak yang terletak antara vagina dan anus.

  • Terdiri dari kulit, otot, jaringan ikat, dan pembuluh darah.

  • Salah satu bagian dari dasar panggul yang membantu menopang organ-organ reproduksi.

Fungsi utama perineum:

  • Menjaga stabilitas dan kontinuitas dasar panggul.

  • Meregang secara alami saat proses kelahiran untuk memungkinkan bayi keluar.

  • Setelah lahir, berperan dalam pemulihan fungsi seksual, kontrol urin dan feses, serta pemulihan emosional tubuh ibu.

Fakta penting:

  • Perineum memiliki kemampuan elastisitas alami, apalagi bila dipersiapkan sejak kehamilan dengan:

    • Posisi melahirkan yang tepat,

    • Kompres hangat saat crowning,

    • Latihan pernapasan dan relaksasi,

    • Perineum massage dan gerakan prenatal gentle yoga.

Jika ibu diberi waktu, ruang, dan rasa percaya, perineum bisa

2. Apa Itu Episiotomi dan Kapan Diperlukan?

Episiotomi adalah:

  • Tindakan medis berupa sayatan (pemotongan) pada perineum,

  • Bertujuan untuk memperbesar jalan lahir agar bayi lebih cepat keluar.

Jenis sayatan episiotomi:

  • Midline (lurus ke bawah): lebih mudah sembuh, tapi lebih berisiko robekan lanjut.

  • Mediolateral (menyamping): lebih aman terhadap robekan lanjut, tapi lebih nyeri pasca-lahir.

Episiotomi tidak selalu diperlukan.
WHO dan Cochrane Review menyatakan bahwa:

  • Episiotomi rutin tidak dianjurkan.

  • Harus dilakukan hanya jika ada indikasi medis yang jelas dan dengan informed consent.

Indikasi medis episiotomi (menurut WHO):

  1. Gawat janin (detak jantung bayi menurun tajam dan perlu dilahirkan segera).

  2. Distosia bahu atau bayi besar dan kepala tidak turun-turun.

  3. Persalinan dengan alat bantu (forceps atau vakum) dalam kondisi tertentu.

Risiko episiotomi bila dilakukan tanpa indikasi:

  • Nyeri lebih lama dan hebat pasca lahiran,

  • Robekan lanjutan (hingga anus/derajat 3–4),

  • Infeksi luka atau keloid,

  • Masalah hubungan seksual,

  • Trauma psikologis.

Cochrane Review (2017):
Episiotomi selektif (hanya bila perlu) menghasilkan angka komplikasi dan trauma perineum yang lebih rendahdibandingkan episiotomi rutin.

  1. Hak Ibu: Menolak Tindakan yang Tidak Dijelaskan

Ibu punya hak untuk:

Bertanya

  • Setiap ibu berhak meminta penjelasan yang lengkap sebelum tindakan dilakukan.

  • Ibu boleh bertanya:

    “Apa tujuan tindakan ini?”
    “Apa saja manfaat dan risikonya?”
    “Adakah alternatif lain yang lebih lembut?”

Menunda Keputusan

  • Ibu boleh meminta waktu untuk berpikir, terutama jika masih ragu atau belum paham.

  • Ibu bisa berkata:

    “Boleh saya diskusi dulu dengan suami?”
    “Saya minta beberapa menit untuk mempertimbangkan.”

Meminta Second Opinion

  • Jika ibu merasa tidak yakin, berhak minta pendapat dari bidan/dokter lain.

  • Ini bukan bentuk tidak sopan, tapi bagian dari hak atas pelayanan yang adil dan transparan.

Menolak Prosedur yang Tidak Jelas

  • Ibu boleh menolak tindakan medis apa pun yang:

    • Tidak dijelaskan secara jujur dan rinci,

    • Dilakukan terburu-buru tanpa persetujuan sadar,

    • Tidak sesuai dengan nilai/keyakinan ibu,

    • Terasa mengancam secara fisik atau emosional.

Catatan Penting:

Menolak prosedur ≠ Menolak keselamatan.
Penolakan adalah bentuk dari:

  • Kewaspadaan ibu terhadap tubuhnya,

  • Hak atas informasi, otonomi, dan rasa aman,

  • Upaya menjaga proses kelahiran tetap manusiawi dan penuh hormat.

Contoh Kalimat Praktis:

  • “Saya ingin tahu dulu manfaat dan risikonya.”

  • “Saya tidak nyaman jika itu dilakukan sekarang.”

  • “Saya butuh waktu sebentar untuk membuat keputusan.”

  • “Saya tidak menyetujui tindakan ini saat ini.”

Tubuh ibu bukan objek yang boleh diatur seenaknya.
Tubuh ibu adalah subjek utama dalam kelahiran, yang harus dihormati, didengarkan, dan dilibatkan penuh dalam setiap keputusan.

4. Peran Pasangan / Birth Partner

  • Proses persalinan bukan hanya urusan fisik ibu—tetapi juga tentang keputusan, emosi, dan perlindungan hak. Di tengah tekanan waktu dan sistem medis yang sering terburu-buru, seorang birth partner yang sadar dan teredukasi bisa menjadi pelindung utama bagi ibu.

    Penelitian oleh Hodnett et al. (2013) menemukan bahwa kehadiran pendamping yang terlatih:

    • Menurunkan angka intervensi medis tidak perlu (termasuk episiotomi),

    • Meningkatkan rasa puas dan pengalaman positif kelahiran,

    • Membantu proses lahir berlangsung lebih alami dan penuh kepercayaan.

Tugas Penting Birth Partner:

  1. Mengerti Hak Istri
  • Suami/pasangan harus memahami hak dasar perempuan saat bersalin:

    • Hak untuk diberi penjelasan,

    • Hak untuk menolak tindakan,

    • Hak untuk mengambil waktu sebelum menyetujui prosedur,

    • Hak untuk bersalin dalam posisi nyaman.

Contoh praktik: Saat tenaga medis bilang “Kita potong saja ya,” suami bisa bertanya:
“Mohon dijelaskan dulu, apa indikasinya, dan apakah ada alternatif?”

2. Menjadi Penerjemah Informasi

  • Dalam kondisi kontraksi hebat, ibu mungkin sulit berpikir jernih.

  • Pasangan dapat menjadi jembatan:

    • Menerjemahkan istilah medis,

    • Memastikan ibu memahami konsekuensinya,

    • Bertanya kembali jika informasi belum lengkap.

“Tunggu sebentar ya, kami mau tahu dulu risikonya. Boleh dijelaskan dengan lebih detail?”

3. Mendukung Keputusan Istri

  • Pasangan sebaiknya tidak panik atau menyerahkan semuanya ke tenaga medis.

  • Ingat: keputusan akhir tetap di tangan ibu—pasangan ada untuk mendukung, bukan mengarahkan.

✅ “Saya percaya padamu. Kalau kamu belum yakin, kita bisa minta waktu dulu.”

4. Menjadi Penopang Emosi

Kehadiran yang tenang, penuh kasih, dan suportif sangat menenangkan ibu.

  • Sentuhan lembut, afirmasi positif, pelukan, atau bahkan diam yang penuh perhatian adalah bentuk dukungan yang sangat berarti.

Apa yang Bisa Dipelajari oleh Suami/Birth Partner?

  • Edukasi dasar tentang proses persalinan & intervensi medis (melalui kelas napas atau hypnobirthing),

  • Teknik pernapasan bersama,

  • Posisi aktif untuk membantu istri bergerak saat kontraksi,

  • Cara bicara yang memberdayakan, bukan mendesak atau melemahkan.

Simkin et al. (2017) juga mencatat bahwa pasangan yang terlibat aktif sejak kehamilan cenderung lebih percaya diri dan siap menghadapi dinamika persalinan.

Prinsip Utama untuk Birth Partner:

✅ Hadir sepenuh hati
✅ Dengarkan dan percaya pada istri
✅ Bertanya bila perlu
✅ Berani melindungi hak ibu tanpa konfrontatif
✅ Jaga ketenangan dan emosi

❤️ Jika Sudah Terjadi: Trauma, Penyesalan, dan Pemulihan

Tak semua ibu mendapatkan hak informed consent saat bersalin. Lalu bagaimana jika robekan terjadi, atau prosedur dilakukan tanpa penjelasan?

Langkah Pemulihan:

  • Validasi perasaan: Tak apa kalau ibu marah, kecewa, atau sedih.
  • Cari informasi ulang: Apa yang sebenarnya terjadi saat itu?
  • Bicara dengan tenaga kesehatan terpercaya: Bisa dengan bidan yang paham gentle birth.
  • Tulis pengalaman dalam jurnal kelahiran: Membantu merangkai ulang makna & pengampunan.
  • Ikut kelas pemulihan emosional pascapersalinan: Seperti hypnobirthing healing atau sharing circle dengan doula.

Langkah Preventif: Bangun Edukasi Sejak Hamil

  1. Agar ibu bisa bersalin dengan sadar dan dihormati, edukasi harus dimulai sejak awal kehamilan.
    Bukan hanya untuk ibu, tapi juga untuk suami dan keluarga.
  2. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
  3. Ikuti kelas edukatif seperti Hypnobirthing & Prenatal Gentle Yoga,
  4. Susun birth plan yang mencantumkan hak dan preferensi ibu (termasuk no routine episiotomy),
  5. Latihan simulasi posisi lahir yang meminimalkan tekanan perineum,
  6. Diskusi terbuka dengan provider sejak trimester 3.
  7. Ringkasan Praktis: Hak-Hak Ibu yang Harus Diketahui
Hak Ibu Saat Melahirkan Penjelasan Singkat
Hak atas informasi Penjelasan jujur, lengkap, tidak menakut-nakuti
Hak atas persetujuan sadar Tindakan tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan
Hak untuk menolak Ibu berhak menolak prosedur bila tidak sesuai kenyamanan atau keyakinan
Hak atas pendamping Ibu berhak didampingi orang terpercaya selama persalinan
Hak atas perlakuan hormat Tidak boleh ada tekanan verbal, ejekan, atau pemaksaan

Tubuh Ibu = Tubuh yang Punya Hak

Kelahiran bukan ajang uji cepat atau pamer kuasa medis.
Kelahiran adalah peristiwa sakral di mana tubuh ibu bekerja sekuat-kuatnya membuka jalan kehidupan. Dan untuk itu, tubuh ini layak dihormati.

Karena tubuh yang dihormati, akan membuka lebih mudah.
Dan ibu yang sadar haknya, akan melahirkan dengan lebih percaya.

5. Birth Plan Ramah Perineum

Mengapa Birth Plan Itu Penting?

Bagi sebagian orang, birth plan (rencana persalinan) dianggap sebagai formalitas—sekadar kertas yang jarang dibaca tenaga kesehatan. Tapi bagi ibu yang sadar tubuhnya dan ingin menjaga perineum tetap utuh, birth plan adalah alat komunikasi sakral.

Birth plan bukan sekadar daftar permintaan.
Ia adalah deklarasi hak, nilai, dan penghormatan terhadap proses kelahiran.

Birth plan ramah perineum bukan tentang “minta tidak robek”, tapi tentang memberi ruang bagi tubuh untuk bekerja tanpa tergesa, serta memastikan keputusan medis dilakukan dengan informed consent dan hormat.

Tujuan dari Birth Plan Ramah Perineum

  • Menghindari episiotomi atau intervensi tanpa indikasi jelas.
  • Memberi tubuh kesempatan membuka secara alami.
  • Mengatur posisi dan lingkungan bersalin yang mendukung perineum utuh.
  • Memastikan ibu, suami, dan tim medis berada pada frekuensi yang sama.

️Komponen Birth Plan Ramah Perineum

Berikut adalah poin-poin yang perlu ditulis dan didiskusikan sejak trimester 3 dengan provider:

1. Posisi Melahirkan yang Ramah Perineum

  • Saya ingin melahirkan dengan posisi yang membuka panggul secara alami (jongkok, merangkak, miring).
  • Saya tidak ingin diposisikan telentang kecuali ada alasan medis.

Referensi: Posisi aktif seperti squatting atau side-lying terbukti menurunkan tekanan langsung pada perineum dan mengurangi risiko robekan derajat 3–4 (Gupta et al., 2017).

2. No Episiotomy Kecuali Indikasi Medis

Saya tidak menyetujui episiotomi rutin.

  • Bila episiotomi dianggap perlu, mohon beri penjelasan dan minta persetujuan saya dan pendamping terlebih dahulu.

WHO menyatakan bahwa episiotomi tidak boleh menjadi prosedur rutin dan hanya boleh dilakukan dengan alasan klinis yang jelas serta informed consent.

3. Hands-Off atau Hands-Poised Approach

  • Saya memilih pendekatan gentle birth: tangan provider tidak menahan atau menarik kepala bayi secara agresif.
  • Bila perlu sentuhan, mohon dengan lembut dan setelah izin.

Rachel Reed dan fisiologis birth advocates menyebut bahwa sentuhan berlebihan justru memicu refleks menahan dari tubuh ibu.

4. Kompres Hangat pada Perineum

  • Saya mengizinkan penggunaan kompres hangat di fase akhir saat kepala bayi mulai muncul.

Dahlen et al. (2016): Kompres hangat efektif menurunkan risiko robekan berat.

5. Waktu & Napas: Tidak Dipercepat

  • Saya ingin diberi waktu untuk napas spontan saat kepala bayi crowning.
  • Mohon hindari instruksi mengejan keras yang bisa menekan perineum secara paksa.

6. Suami sebagai Pendamping Aktif

  • Suami saya akan membantu mengingatkan afirmasi, posisi, dan napas.
  • Mohon libatkan suami dalam keputusan jika saya sedang fokus atau tidak mampu menjawab.

Tips Menyampaikan Birth Plan ke Provider

  • Gunakan nada positif dan kolaboratif, bukan menantang.
  • Ajak diskusi, bukan hanya menyodorkan permintaan.
  • Bila provider tidak setuju atau menolak birth plan, itu sinyal penting untuk mempertimbangkan tempat bersalin yang lebih suportif.

Contoh Komunikasi:

“Bu Dokter/Bidan, saya sudah menyusun birth plan untuk proses lahiran nanti. Ini bukan bermaksud mengatur ya, tapi saya ingin berbagi apa yang saya harapkan agar bisa bekerjasama. Saya juga fleksibel kalau ada kondisi medis yang berubah.”

“Yang paling penting buat saya adalah perineum. Saya ingin dijaga dengan sabar dan lembut. Saya ingin tubuh saya dipercaya.”

Bonus untuk Ibu: Afirmasi untuk Menulis Birth Plan

✨ “Tubuhku layak dihormati.”
✨ “Aku punya hak untuk tahu dan memutuskan.”
✨ “Aku berani menyampaikan kebutuhanku dengan damai.”
✨ “Tuhan memimpin tanganku saat aku menulis rencana kelahiran ini.”

Kita tidak bisa mengontrol segalanya saat lahiran. Tapi kita bisa mempersiapkan, mengkomunikasikan, dan menumbuhkan kesadaran.
Birth plan ramah perineum bukan tentang meminta proses yang “sempurna”, tapi tentang menciptakan ruang lahir yang manusiawi, penuh cinta, dan tanpa trauma yang bisa dicegah.

Karena setiap ibu berhak lahir dalam tubuh yang dihormati,
dan setiap bayi layak lahir melalui jalan yang dijaga dengan sabar.

‍6. Pelatihan Posisi Melahirkan & Simulasi Kelas Hamil

Latihan Gerak Sadar untuk Menjaga Perineum dan Menguatkan Tubuh Ibu

Mengapa Posisi Melahirkan Itu Penting?

Posisi tubuh saat melahirkan bukan hanya soal kenyamanan, tapi menentukan seberapa besar tekanan pada perineum, seberapa mudah bayi turun ke panggul, dan seberapa cepat proses kelahiran berjalan.

Sayangnya, banyak ibu hanya diperbolehkan melahirkan dalam posisi telentang, padahal:

  • Posisi telentang justru menyempitkan panggul (hingga 30%),
  • Membuat gaya gravitasi tidak bekerja maksimal,
  • Dan memperbesar risiko robekan perineum akibat tekanan langsung ke jaringan bawah.

Padahal tubuh ibu punya insting alami memilih posisi. Dan posisi yang aktif akan membuat perineum lebih lentur, panggul lebih terbuka, dan bayi lebih mudah lahir.

Apa Saja Posisi yang Ramah Perineum?

Posisi Kelebihan
Miring (Side-lying) Paling lembut untuk perineum, cocok untuk ibu yang lelah atau ingin kontrol
Jongkok Bertumpu (Supported Squat) Membuka outlet panggul, mempercepat penurunan bayi
Merangkak (All Fours / Hands & Knees) Mengurangi tekanan ke perineum, mempermudah rotasi janin
Duduk Tegak (Upright Sitting) Memaksimalkan gravitasi, bisa dikombinasikan dengan birth ball
Berdiri Bersandar (Lunging/Wall-supported) Memberi ruang lateral pada panggul, memudahkan ekspansi jalan lahir

Simkin et al., 2021 menekankan bahwa posisi aktif dan bervariasi menurunkan durasi kala dua dan memperkecil risiko trauma jaringan lunak.

Apa Itu Simulasi Kelas Hamil?

Simulasi kelas hamil adalah latihan nyata untuk mempersiapkan tubuh dan mental ibu dalam menghadapi fase-fase persalinan. Di Bidan Kita, pendekatan ini biasa kita lakukan lewat:

  • Prenatal Gentle Yoga (PGY)
  • Kelas Napas & Gentle Birth Hypnobirthing
  • Birth Rehearsal Day: simulasi kala 1–2–3
  • Mini Workshop Posisi Bayi dan Perineum Utuh

Apa Saja yang Dilatih dalam Simulasi Kelas?

  • Pelatihan Posisi Lahir
  • Bukan hanya teori, tapi praktik langsung menggunakan birth ball, matras, beanbag, kursi, bahkan suami sebagai “sandaran.”
  • Mengenal Fase Persalinan & Kapan Ganti Posisi
  • Posisi saat kontraksi awal vs saat kepala mulai terlihat (crowning).
  • Cara Menyokong Perineum dengan Gerakan
  • Seperti slow breathing, squat with support, atau posisi miring dengan napas lembut saat ring of fire.
  • Peran Suami: Sentuhan, Dukungan, Napas Bersama
  • Simulasi “apa yang dilakukan suami saat istri grogi atau panik.”
  • Kapan Harus Istirahat dan Kapan Aktif

Supaya ibu tidak kelelahan dan tahu cara mendengarkan tubuhnya.

️Tools yang Digunakan:

Birth ball

Dinding dan kursi

Rebozo

Kain panjang

Selimut dan bantal

Gail Tully (Spinning Babies) dan Blandine Calais-Germain (Biomechanics for Birth) menekankan pentingnya props dan alat bantu untuk meningkatkan kenyamanan dan efektivitas gerakan melahirkan.

Tujuan Akhir Pelatihan Posisi

✔ Ibu tahu kapan dan bagaimana berpindah posisi
✔ Ibu merasa percaya diri dan tidak “diatur” saat lahiran
✔ Suami tahu peran aktifnya
✔ Provider tidak memaksa posisi tunggal
✔ Perineum terlindungi secara alami

Afirmasi Pendukung Saat Pelatihan:

“Tubuhku tahu bagaimana bergerak.”
“Aku membuka jalan kehidupan dengan tenang.”
“Gravitasi, napas, dan gerakan membantuku melahirkan.”

Persalinan bukan sekadar urusan rahim dan kontraksi.
Ia adalah tarian tubuh, napas, dan jiwa.
Dan setiap gerakan yang dipelajari sebelum hari H akan menjadi “bahasa tubuh” yang membantu perineum membuka bukan dengan paksa, tapi dengan percaya.

Jadi, jangan menunggu kontraksi dulu untuk belajar posisi.
Belajar sekarang, agar tubuhmu tidak canggung saat hari besar itu tiba.

7. Hands-Off Approach ala Rachel Reed & WHO

Apa Itu Hands-Off? Dalam konteks persalinan, hands-off bukan berarti membiarkan ibu sendirian.
Justru sebaliknya—itu adalah sikap aktif untuk hadir, mendampingi, dan menahan diri agar tidak mengintervensi tubuh yang sedang bekerja secara alami.

Dr. Rachel Reed, seorang bidan dan penulis buku Reclaiming Childbirth as a Rite of Passage, mendefinisikan hands-off the perineum sebagai:

“Keputusan sadar untuk tidak menyentuh perineum saat bayi keluar, tidak menarik kepala bayi, dan tidak memaksa ibu mengejan saat crowning.”

Apa Kata WHO?

Menurut WHO Intrapartum Care Recommendations (2018):

  • Episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin.
  • Perlindungan perineum sebaiknya menggunakan pendekatan yang minimal dan berbasis evidence.
  • Tindakan manual (menahan, menarik, memegang) tidak terbukti menurunkan risiko robekan berat secara konsisten.

Downe et al. (2019) menemukan bahwa dukungan emosional dan posisi melahirkan lebih efektif dalam menjaga perineum utuh daripada intervensi tangan.

Mengapa Menahan Diri Itu Penting?

Saat perineum meregang untuk mengizinkan kepala bayi keluar, ia memasuki fase sensitif yang disebut “ring of fire”.
Kalau diintervensi (dipegang, ditekan, atau bayi ditarik) maka:

  • Jaringan perineum bisa robek karena tekanan mendadak,
  • Refleks fisiologis ibu bisa terganggu,
  • Proses lahir menjadi lebih menyakitkan dan penuh trauma

Sebaliknya, kalau dibiarkan:

  • Perineum punya waktu untuk menyesuaikan dan melentur,
  • Ibu bisa mengatur napas dan irama mengejan secara alami,
  • Bayi lahir dengan lembut, bukan terburu.

Tindakan yang Sering Justru Merusak:

  1. ❌ Menahan kepala bayi keluar dengan tangan
    ❌ Menekan perineum dengan kain atau jari
    ❌ Menyuruh ibu mengejan keras di fase akhir
    ❌ Mempercepat keluarnya bayi demi “hemat waktu”
    ❌ Episiotomi tanpa indikasi klinis
  2. Semua tindakan di atas dilakukan dengan niat baik oleh tenaga kesehatan—namun bila tidak dibarengi edukasi dan empati, justru berisiko mencederai ibu, baik fisik maupun emosional.

Apa yang Bisa Dilakukan dalam Hands-Off Approach?

  1. Dukungan Verbal & Energi Positif
  • Tenaga kesehatan hadir di dekat ibu, menjaga ruang dan ketenangan, bukan mengatur-atur.
  1. Posisi Lahir yang Spontan
  • Biarkan ibu memilih posisi yang terasa nyaman, tidak “diatur harus telentang.”
  1. Kompres Hangat Jika Diperlukan
  • Jika perineum tampak tegang, tawarkan kompres hangat—bukan tangan yang menekan.
  1. Hormati Ritme Ibu
  • Bila kepala bayi mulai keluar, jangan suruh mengejan. Biarkan tubuh ibu yang mengatur.

Simkin & Hanson, 2017: Ibu yang dibiarkan mengikuti ritmenya sendiri menunjukkan tingkat robekan perineum lebih rendah dan kepuasan lahir lebih tinggi.

Di Mana Hands-Off Dipraktikkan?

  • Dalam klinik atau rumah bersalin ramah gentle birth,seperti Klinik Bidan Kita
  • Di ruang bersalin yang menghargai waktu tubuh ibu,
  • Dalam kelas seperti Gentle Birth Hypnobirthing, di mana ibu belajar membaca sinyal tubuhnya sendiri,
  • Dalam praktik bidan-bidan komunitas di banyak negara (Belanda, Selandia Baru, Jepang).

Testimoni dari Lapangan

“Waktu kepala bayiku keluar, bidanku malah mundur sedikit dan bilang: ‘Kamu yang tahu kapan waktunya, Bu.’ Rasanya luar biasa dipercaya. Dan perineumku utuh.” – Ibu E, peserta kelas napas Bidan Kita

“Saya sudah bersiap  disuruh mengejan. Tapi ternyata mereka hanya menunggu. jadi saya tidak dipaksa ngejen dan Itu pengalaman lahir terbaik saya.” – Ibu T, VBAC kedua

Tips Praktis untuk Ibu:

  • Tuliskan dalam birth plan: “Saya memilih pendekatan hands-off saat fase lahir bayi.”
  • Latih napas tenang dan perasaan percaya pada tubuh, terutama saat crowning.
  • Diskusikan dengan provider: “Apakah Ibu/Bapak mendukung pendekatan hands-off untuk perineum?”

Untuk itu, Bidan Kita mengundang para ibu dan pasangannya untuk belajar bersama dalam:

  • Kelas Hypnobirthing dan Kelas Napas,
  • Prenatal Gentle Yoga: Kelas Perineum & Posisi Optimal,

Daftar langsung di admin WA: 0851-0011-1884

Similar Posts