Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth CEGAH Robekan Perineum Secara Holistik

CEGAH Robekan Perineum Secara Holistik

0
CEGAH Robekan Perineum Secara Holistik

Tapi… Kenapa Banyak Ibu Tak Melakukannya?

Nah, ini bagian pentingnya—karena di lapangan, praktik ini belum populer, bahkan sering dihindari. Kenapa?

Berikut beberapa contoh kasus dan kendala yang sering terjadi:

  • “Aku malu dan gak nyaman pijat-pijat sendiri di bawah sana…”
    → Ini umum terjadi, apalagi kalau belum pernah diberi edukasi soal fungsi dan cara pijat perineum. Butuh pendekatan yang empatik dan edukatif.
  • “Suamiku ogah bantu, katanya aneh.”
    → Di sinilah peran kelas edukasi sangat penting. Bila pasangan paham bahwa pijat ini adalah bentuk persiapan lahir yang ilmiah, bukan hal tabu, maka mereka bisa justru menjadi partner yang suportif.
  • Aku udah niat mulai, tapi takut salah teknik dan malah iritasi.”
    → Banyak ibu butuh pendampingan atau panduan visual yang jelas. Di sinilah video edukasi atau sesi langsung dari bidan sangat dibutuhkan.
  • “Waktu kehamilanku udah mepet, baru tahu ada teknik ini…”
    → Edukasi harus dimulai sejak trimester kedua, agar ibu punya cukup waktu membangun kebiasaan tanpa terburu-buru.

Solusi Praktis:

  1. Edukasi sejak awal kehamilan lewat kelas hamil, flyer digital, atau video singkat tentang manfaat pijat perineum.
  2. Latihan guided bersama bidan di sesi kelas prenatal yoga atau private antenatal session.
  3. Melibatkan pasangan secara positif: ubah mindset dari “aneh” jadi “ini caraku melindungi istri dan bayi”.
  4. Berikan alternatif: bila ibu tidak nyaman melakukan sendiri, bisa diganti dengan latihan kelembutan perineum lewat yoga, reboso belly sifting, atau penggunaan birth ball.

“Kadang yang sederhana itu justru yang paling berdampak—asal dilakukan dengan kesadaran, cinta, dan konsistensi.”

Pijat perineum bukan tentang menghindari semua risiko, tapi tentang menghormati tubuh dan mempersiapkan jaringan secara aktif. Karena kita tidak ingin melahirkan “asal cepat selesai”, tapi dengan tenang, utuh, dan penuh kendali.

‍3. Posisi Melahirkan yang Ramah Perineum: Ketika Gravitasi Jadi Sahabat

Kalau kita perhatikan, bayi lahir dari jalan yang arahnya ke bawah, tapi anehnya—di banyak rumah sakit, ibu justru “dipaksa” melahirkan sambil telentang. Padahal posisi ini justru melawan gravitasi, menyempitkan outlet panggul, dan membuat perineum menerima tekanan langsung dari atas. Tidak heran, banyak kasus robekan justru terjadi saat ibu melahirkan dalam posisi litotomi (telentang dengan kaki diangkat).

Apa Kata Penelitian?

Penelitian oleh Gupta et al. (2012) dalam Cochrane Database menyimpulkan bahwa posisi aktif saat persalinan—seperti jongkok, miring, duduk, berlutut, atau posisi all-fours (merangkak)—dapat menurunkan risiko robekan perineum dan episiotomi, serta membuat waktu mengejan lebih singkat.

Studi observasional di Belanda oleh de Jonge et al. (2010) juga menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di rumah dengan kebebasan posisi memiliki tingkat trauma perineum berat yang jauh lebih rendah dibanding ibu yang melahirkan di fasilitas medis dengan protokol ketat.

Penjelasan Biomekanik: Kenapa Posisi Penting?

Saat ibu melahirkan dalam posisi yang sesuai dengan anatomi pelvis dan arah turunnya bayi, maka:

  • Outlet panggul terbuka lebih lebar, karena sakrum bisa bergerak bebas ke belakang (nutasi sacral).
  • Jaringan perineum mendapat tekanan bertahap, bukan langsung dan tiba-tiba.
  • Gravitasi membantu menurunkan kepala bayi, bukan justru melawannya.
  • Ibu bisa mengontrol dorongan mengejan lebih baik, sehingga memberi waktu pada perineum untuk meregang perlahan.

Dalam pendekatan Prenatal Gentle Yoga, posisi seperti Supported Squat, Kneeling with Upper Body on Birth Ball, dan Side-Lying with Leg Supported adalah beberapa pose yang membantu membuka jalan lahir sekaligus melindungi perineum dari robekan mendadak.

Tapi di Lapangan, Kok Masih Sering Disuruh Telentang?

Betul, ini banyak terjadi. Berikut beberapa contoh kasus nyata yang sering ditemui:

  • “Pas aku udah pengen lahir sambil miring, malah disuruh pindah ke tempat tidur dan telentang karena biar gampang diobservasi.”
    → Sayangnya, sistem pelayanan kita masih mengutamakan kenyamanan provider daripada kenyamanan ibu.
  • “Aku lahiran di bidan praktek yang terbuka posisi, tapi pas emergency dirujuk, langsung ‘standar rumah sakit’—disuruh telentang.”
    → Banyak fasilitas rujukan belum memiliki SOP yang ramah posisi aktif.
  • “Waktu aku coba jongkok, malah dimarahi karena katanya posisi itu ‘berisiko robek lebih parah’.”
    → Ini adalah miskonsepsi. Justru posisi jongkok memperluas outlet pelvis, dan jika dibimbing dengan teknik napas yang tepat, dapat membantu perineum meregang perlahan.

Solusi yang Bisa Dilakukan:

  1. Masukkan preferensi posisi ke dalam birth plan, dan diskusikan dari awal dengan provider.
  2. Latih posisi-posisi melahirkan sejak hamil, agar tubuh familiar dan percaya diri saat hari H.
  3. Minta pendamping (suami/doula) untuk bantu mempertahankan posisi, dan membela hak ibu untuk memilih posisi yang nyaman dan aman.
  4. Ikuti kelas prenatal gentle yoga atau latihan aktif untuk memahami hubungan antara postur, pernapasan, dan tekanan pada perineum.

“Tubuh perempuan tahu caranya melahirkan. Yang dibutuhkan hanyalah ruang, waktu, dan posisi yang menghormati arah alami proses itu sendiri.”

Maka, mari kita jadikan posisi melahirkan bukan hanya tentang kenyamanan—tapi juga tentang perlindungan bagi tubuh ibu.

4. Strategi Mengejan Fisiologis (Breathing Down): Bukan Soal Kuat, Tapi Soal Sinkron

Kalau kita ibaratkan tubuh ibu seperti orkestra, maka mengejan adalah momen klimaks yang harusnya terjadi ketika semua alat musik (rahim, hormon, bayi, perineum, dan napas) sedang sinkron. Sayangnya, di banyak tempat, ibu justru dipaksa mengejan sebelum tubuhnya siap—ibarat disuruh loncat sebelum kakinya mendarat.

Apa Itu Mengejan Fisiologis?

Mengejan fisiologis adalah teknik mengejan yang mengikuti dorongan alami tubuh, biasanya muncul sebagai refleks tekanan di anus dan perut bagian bawah, yang tidak bisa ditahan—mirip seperti ingin BAB. Ibu tidak harus “dipandu” menghitung sampai 10 sambil menahan napas, melainkan cukup ikut irama tubuhnya sendiri dengan napas terkontrol, lembut, dan penuh kesadaran.

Menurut Lamaze International, mengejan fisiologis:

  • Lebih pendek durasinya
  • Mengurangi trauma perineum
  • Lebih efektif membantu rotasi dan turunnya kepala bayi
  • Mengurangi tekanan darah tinggi mendadak akibat napas tertahan

Penelitian oleh Yildirim & Beji (2008) dalam Journal of Midwifery & Women’s Health menemukan bahwa ibu yang mengejan secara fisiologis memiliki tingkat robekan perineum lebih rendah dibanding ibu yang dipaksa mengejan dengan teknik directed pushing (mengejan kuat-kuat selama 10 detik).

Kenapa Teknik Mengejan Bisa Jadi Pemicu Robekan?