Bidan Kita

Home Childbirth All About Childbirth Gentle Birth is About Faith (Birth Story)

Gentle Birth is About Faith (Birth Story)

0
Gentle Birth is About Faith (Birth Story)

Juga teman-teman yang mendukung sesi latihan, yang pada akhirnya membawa sukses pada pendakian 17 jam (belum turunnya) dan pelarian selama 3,5 jam itu. dan…banyak juga pengalaman mendaki dan kegiatan alam terbuka lain yang sudah melalui persiapan matang, namun harus berubah rencana karena Tuhan berkata lain.

Proses itu jugalah kira-kira yang terjadi selama sembilan bulan mengandung. setelah menikah pada akhir mei 2015, sembari beradaptasi dengan keluarga baru, lingkungan baru, kota baru, tempat tinggal baru, kebiasaan baru, saya masih disibukkan dengan bolak-balik jakarta-jogja untuk urusan kerja.

Satu dua bulan sekali saya berangkat ke jakarta untuk ‘setor muka’ ke kantor yang sangat baik hati memperbolehkan saya bekerja remotely alias working from home. di akhir bulan agustus, saya merasa ada perubahan di tubuh: ada rasa tidak nyaman berkepanjangan di perut dan makin gak bisa ngampet pipis.

Beser terus :-p. tapi di awal september saya harus berangkat ke jakarta untuk mengikuti sebuah workshop, maka dengan badan lemes dan perut gak enak, saya ikuti kegiatan selama seminggu di sana, dengan menyelipkan jadual periksa ke obgyn langganan di rumah sakit siloam semanggi. jreeeeng…hasilnya, saya positif hamil empat minggu!

Terus terang, bukannya otomatis heboh seneng seperti seharusnya dilakukan seorang calon ibu, saya justru terdiam. bingung, bengong, dan bingung. nah lho…apalagi sedang berada jauh dari suami dan keluarga di jogja. makin makin deh mellow melanda.

Berbagai pikiran berkecamuk: ‘ini adaptasi dengan keluarga baru aja belum kelar…gimana kalau saya mudah terpicu stress saat hamil?”, “gimana kalau bayi saya kenapa-kenapa karena saya gak enjoy saat hamil?” dan lain-lain yang pokoknya bikin pikiran gak konsen di sisa-sisa hari saya bekerja di jakarta.

Kembali ke jogja, ditemani suami, saya periksakan lagi kandungan untuk memastikan kehamilan. dan memang betul hasilnya positif. “okay…now what?” proses adaptasi dengan segala yang baru harus saya perpendek waktunya, penuh perjuangan memang, tidak mudah sama sekali.

Tapi…demi segera mempersiapkan kehadiran adik baru diantara kami, saya kabari kantor tentang kondisi ini dan memohon ijin untuk tidak terbang bolak-balik dulu ke jakarta. dan sekali lagi, Tuhan memang baik sekali, bos mengijinkan.

Tapi saya jadi punya konsekuensi berat untuk tetap bekerja 8 jam sehari di rumah, di tengah mual-mual yang kadang singgah, ngurusin kakak, dan…tidak adanya mbak ART yang tiba-tiba mudik gak balik lagi. belum lagi ‘yang lain-lain’. pheeew..asik banget!

Dan…yang agak mengganggu adalah keganjilan ini: sejak hamil saya jadi sangat sensitif! padahal, selama hidup saya biasanya cuek bebek dengan omongan orang lain, luweh bleh ama pikiran orang tentang saya, gak gampang (jarang, malah susah) nangis.

Lhaaa…ini kok tiba-tiba saya jadi gampang mellow, gampang sedih, gampang nangis. anak demam dikit…nangis, suami dikatain ama orang lain…nangis, tikus ngotorin lemari yang barusan saya rapihin…kesel, abis bersih-bersih diberantakin lagi…kesel.

Dan lain-lain banyaaaak sekali. belum lagi kalau lagi beres-beres rumah trus mual melanda, jadinya sebel karena trus harus istirahat. belum lagi kalau pengen nemenin anak main tapi badan lemes. huh sebel banget. kok gini? saya yang biasanya tangguh bisa ngapa-ngapain sendiri tanpa terlalu dipikir jadi berasa lemah banget.

Tapi beruntung, segala curhat ke mama selau ditimpali dengan jawaban spiritual. saya selalu diingatkan untuk ‘kembali ke dalam’, ‘balik lagi’, ‘ke dalam lagi’, ‘ingat…ingat..ingat’, ‘let the Light guide you’…dan ‘lepaskaaaaan’ di saat-saat merasa sedih dan lemah.

Untuk melepaskan semua yang tidak penting, untuk hanya memikirkan yang baik-baik, dan tidak perlu mendengarkan yang kurang baik. cukup berhasil. hari-hari saya selanjutnya tidak terasa begitu berat.

Saya lebih cuek, banyakan pasang telinga panci dan muka badak, kerjaan rumah semampunya saya kerjakan kalau bisa. kalau gak kuat yaudah…biarin berantakan aja :-p. di tengah malam ketika sedang nyenyak dan lelah tapi harus menemani naila pipis, ya saya dengan semangat turun tempat tidur menemaninya ke belakang. pagi-pagi di saat badan masih remek tapi harus nyiapin bekal sekolah dan lain-lain…ya saya tetep melakukan dengan sebaik-baiknya.

Alhamdulillah tidak pernah ada drama kepanikan di pagi hari dan bahkan sepanjang hari karena saya ngeset diri menjadi laid back mom.

Segala rasa mual pun alhamdulillah tiba-tiba hilang sama sekali di akhir bulan kedua setelah diajak suami jalan-jalan dan trekking kecil-kecilan ke kaliurang. ajaib! semoga adik nanti suka jalan-jalan liat gunung ama hutan ya :-p.

Lalu kami pun beberapa kali main ke ‘desa’ melihat-lihat pemandangan hijau. memasuki usia kehamilan 13 minggu (alias sudah lewat trimester pertama), saya mulai merencanakan untuk kembali ke berbagai aktivitas sebelum hamil untuk mengalihkan dari hal-hal yang membuat saya mellow: olahraga lagi, merajut lagi, membaca buku-buku yang belum sempat dibaca, menulis lagi, nyortir foto-foto traveling yang belum tersentuh, masak-masak kue lagi, selain tentu saja kerja dengan khusuk. dan horeeee! saya sudah boleh traveling lagi bolak balik jogja-jakarta.

Kegiatan baru pun bertambah dengan belajar shibori, melukis, dan hand lettering. selain kembali bertemu dengan teman-teman lama dan nambah teman baru, juga tambah banyak skill baru. tambah banyak waktu bermanfaat dan ‘me time’ yang menyenangkan.

Dan…di situlah takdir mempertemukan saya dengan bu yesie. saat sedang mencari tempat yoga yang nyaman di jogja, tanpa sengaja saya melihat mind body balance studio di demangan. telponlah saya untuk menanyakan jadual yoga dan disarankan oleh mas di seberang sana untuk mengikuti kelas selasa pagi setelah usia kandungan minimal 20 minggu karena itu dikhususkan bagi ibu hamil.

Maka, pada 22 desember 2015 bertepatan dengan hari ibu, untuk pertama kalinya saya ikut kelas prenatal gentle yoga dengan bu bidan Yesie Aprilia.

Di kelas ini ternyata saya tidak hanya belajar prenatal yoga, tetapi banyak ilmu yang diberikan bu yesie tentang hamil dan melahirkan. banyak kisah-kisah kliennya yang diceritakan untuk memberi semangat positif ke kami.

“kenapa kita diberi Tuhan waktu 40 minggu untuk mengandung anak kita? karena Dia memberi kita waktu mempersiapkannya sebaik mungkin”. “kita mempersiapkan pernikahan saja bisa setahun sebelumnya dengan biaya dan upaya sebesar-besarnya, lha kok mau menyambut kelahiran anak justru kita cuek saja?”. “kalau ditanya sudah persiapan apa saja? jawabnya malah beli box, beli stroller, beli ina ini itu :-P”. bukaaaan…bukan itu yang terpenting.

Saya merasakan manfaat positif seketika setelah mengikuti kelas itu. abis yoga badan berasa enteng, gak pegel-pegel, seger. aura dari bu yesie dan teman-teman di kelas itu memancar positif ke sekitar. dan saya cocok sekali dengan obrolan-obrolan yang beliau sampaikan di kelas…tentang cakra, tentang keseimbangan mind body and soul, tentang olah jiwa, tentang nafas, tentang kebaikan, tentang melepaskan kebencian dan rasa lelah, tentang memberi maaf, tentang alam semesta.

Maka setiap selasa pagi saya menyempatkan mengikuti kelas ini. mas suami pun selalu bersemangat menanyakan dan mengingatkan setiap menjelang hari selasa. sehari-hari di sela hari selasa, saya paksakan badan bergerak mengikuti rangkaian prenatal yoga soft form dari youtube bidankita. kalau lagi rajin bisa sehari dua kali saya lakukan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here