Dimana Anda melahirkan kemarin? apakah Anda akan melahirkan disana lagi besok kalau mau melahirkan? apa yang anda suka ataupun benci (pengalaman persalinan kemarin)?
Itulah pertanyaan saya saat mengawali kelas persiapan persalinan “Hypnobirthing for Gentle Birth” di Bidan Kita dan kepada Anda sekareang sebagai pembaca www.bidankita.com. Mengapa saya tanyakan hal ini? Ya…karena pengalaman proses persalinan merupakan pengalaman yang sangat transformasional yang mampu mengubah persepsi, mindset dan berdampak panjang baik bagi Anda sebagai ibu maupun bagi Anak Anda kelak.
Ini adalah beberapa cerita dan pengalaman persalinan klien saya saat kami ngobrol mengawali kelas hypnobirthing di bidan kita:
Bunda Linda **Nama samaran
Dengan mata berkaca-kaca dan tangan yang dingin, dia bercerita tentang pengalaman proses persalinannya, sambil sesekali mengambil tissue dan mengusap air mata yang menetes dengan derasnya
Bunda Linda : Bu bidan, saya seorang ibu yang sedang hamil 15 minggu dengan riwayat
persalinan SC sebelumnya, saya sangat traumatik bu bidan dengan pengalaman
persalinan anak saya yang pertama itu, walaupun jaraknya adalah 7 tahun.
Saya : bolehkah bunda ceritakan? Apa yang dialami dan apa perasaan nya?
Bunda Linda : Selama kehamilan, saya periksa ke bidan dan kadang-kadang ke dokter kandungan, dulu menjelang HPL bu bidan mengatakan kepada saya bahwa saya boleh datang ke Rumah Bersalinnya kapan saja jika ada keluhan sakit/kontraksi atau jika ada tanda persalinan.
Suatu hari tiba-tiba celana saya basah, saya serasa “kapicirit” (Buang air kecil tapi tidak terasa, dengan volume yang sedikit) karena takut terjadi apa-apa, akhirnya saya datang ke bu bidan. Setelah diperiksa ternyata air ketubanku merembes, walaupun tidak banyak cuman “sak crit” (Sedikit sekali) dan walaupun saya tidak mengalami kontraksi sedikitpun tetapi bidanku menyuruh saya untuk dirawat di RB nya. Setelah di VT (vaginal Toucher) ternyata pembukaan 1 cm, kemudian saya di beri pil warna biru. Sejenak setelah minum pil itu perut saya terasa sakit sekali dan katanya bu bidan itulah yang disebut kontraksi. Saat itu dalam hati saya hanya heran mengapa rasa sakitnya seperti ini dan “berbeda” karena setahu saya, menurut informasi dari teman-teman, bahwa kontraksi itu rasanya mules seperti orang hendak menstruasi, namun yang saya rasakan saat itu adalah sakit semuanya. Empat jam kemudian saya di VT lagi dan pembukaannya masih tetap sama yaitu 1 cm..padahal rasa sakit ini semakin lama semakin sakit. Akhirnya beberapa jam kemudian saya di rujuk ke RS.
Disana begitu masuk ruang bersalin, saya yang langsung di suruh berbaring (padahal punggung saya sakit sekali jika di pakai untuk berbaring terlentang) kemudian ada 4 perawat mengerumuni saya yang dua langsung ambil darah di lengan kanan sedangkan yang lengan kiri langsung memasang infus, semua begitu cepat bahkan tanpa ada permisi terlebih dahulu, hanya pemberitahuan bahwa mau di infus beberapa detik sebelum jarum-jarum itu menusuk tubuh saya. (dengan mata berkaca-kaca bunda Linda meneruskan ceritanya)….setelah itu, dengan posisi tetap HARUS berbaring terlentang saya di periksa menggunakan CTG sambil menunggu dokter SPOG nya datang. Dari hasil CTG kondisi janin saya masih sehat dan sejahtera, dan ketika sesaat kemudian dokter datang dan melakukan VT lagi (untuk yang kesekian kalinya saya di VT berulang-ulang dan berganti-ganti orang) dokterpun mengatakan bahwa saya sudah pembukaan 3 cm dan kondisi janin baik. Sedikit lega saat itu, namun tiba-tiba 30 menit kemudian, situasi berubah karena sang dokter menganjurkan saya untuk SC.
Saat itu saya bingung karena semuanya baik-baik saja, hanya saja memang saya agak kesakitan, nah tiba-tiba ibu saya menghampiri saya dan mengatakan bahwa saya harus SC demi kebaikan janin saya daripada janin saya nanti meninggal? Semakin bingunglah saya. Sesaat kemudian dua perawat datang lalu menyukur bulu kemaluan saya, memasang kateter dan meminta saya untuk mengganti baju. Semuanya berlangsung begitu cepat hingga sayapun tidak mampu berfikir dan bertanya apa yang terjadi. Saya tidak ingin SC tetapi kenapa saya akhirnya di bawa ke ruang operasi. Yang saat itu saya hanya sendirian di dorong masuk ke ruang operasi yang berwarna hijau dan dingin. Ketika pintu terbuka, yang saya lihat pertama kali adalah deretan alat dan gunting yang mengerikan. Lalu beberapa perawat dan dokter datang mengerumuni saya dan semuanya laki-laki. Rasanya saat itu adalah saya ingin lari, namun saya tidak kuasa. Saat itu tensi saya langsung naik dan saya akhirnya di bius total. Saya tidak tahu apa yang terjadi tiba-tiba saya dengan ada suara bayi menangis keras sayup-sayup dan ternyata itu adalah anak saya, saya ingin meraihnya tetapi saya tidak kuasa, karena tubuh saya masih sangat lemah. Bayi saya menangis terus dan dipisahkan dari saya saat itu.
Baru 8 jam kemudian saya bisa bertemu dnegan bayi saya, dan saat bertemu pertama kali saya tidak merasakan apa-apa, reaksi pertama kali saya adalah “bayi siapa ini?” dan saya tidak merasakan rasa “jatuh cinta” seperti yang diceritakan rekan-rekan saya. Selama 3 hari saya merasa kesulitan untuk menyusui, akhirnya bayi sayapun kuning dan harus dirawat di RS tersebut. Hari ke 4 saya sudah bisa pulang tetapi tanpa bayi saya karena bayi saya masih harus di foto therapy. Setelah bayi saya pulang, saya merasakan post partum blues, hampir tiap hari saya menangis. Dua minggu kemudian saat saya kontrol jahitan, ternyata jahitan saya terinfeksi, pantesan beberapa hari itu badan saya panas dan bekas jahitan terasa sangat nyeri.
Keputusan dokter saat itu adalah saya haru di jahit ulang. Itu artinya saya harus operasi lagi!
(bunda Linda pun tidak sanggup melanjutkan ceritanya karena dia menangis tersedu-sedu)
Bunda Linda : Saya trauma bu…walaupun itu sudah terjadi 7 tahun yang lalu tapi entah mengapa begitu saya tahu saya hamil lagi, hampir setiap hari saya mersa ketakutan dan mimpi buruk, karena takut operasi dan mengalami kejadian seperti 7 tahun yang lalu.
memang sampai saat ini tak ada satupun kecuali suami saya yang mendukung langkah saya ikut kelas persiapan persalinan disini bu…kakak dan keponakan saya yang kebetulan sebagian besar juga SC hanya mengatakan “mbok yo sing sumeleh! nek uwis Sc yo bakalan SC seterunya ngono wae kok di gawe repot (mbko ya yang pasrah, tak usah macam-macam, karena kalau sebelumnya SC ya pasti SC lagi) , tapi saya tak peduli bu bidan..ini tubuh saya…ini bayi saya…dan yang merasakan juga saya. saya hanya ingin berikan yang terbaik untuk anak saya nanti. walaupun akhirnya saya di haruskan SC lagi ya saya akan ikuti tapi setidaknya saya jauh lebih siap nanti dan tidak mengalami trauma seperti kemarin.
Itulah sekilas cerita dari bunda Linda, dan sekarang beralih ke bunda lainnya:
Bunda Endri ** nama Samaran
Bunda Endri : proses persalinan saya termasuk persalinan yang lancar bu bidan. Jam 04:00 pagi saya merasakan kontraksi dan ada flek di celana, lalu saya pergi ke bidan setempat ternyata sudah pembukaan 2 cm. Karena jarak ke rumah bidan tidak terlalu jauh hanya sekitar 45 menit, maka saya disuruh pulang terlebih dahulu dan jalan-jalan. Saat itu kontraksi semakin lama semakin intens, yang sebelumnya 20 menit sekali dengan durasi 10 detik semakin lama semakin sering menjadi 5 menit sekali dnega durasi 40 detik. Karena kontraksi terasa semakin tidak nyaman akhirnya saya datang ke rumah bu bidan lagi, dan saya sudah pembukaan 5 cm. Sambil terus menikmati kontraksi yang semakin lama semakin kuat, Kira-kira 4 jam kemudian ada dorongan ingin mengejan dan ternyata saya sudah pembukaan lengkap. Ketika masuk ruang persalinan, saya di haruskan tidur berbaring dengan setengah duduk dan kaki terbuka lebar “mekangkang” (bahasa jawanya), saat itu saya merasa sakit sekali di punggung dan tulang ekor, ingin rasanya saya bangkit dan jongkok, tetapi bu bidan tidak mengijinkan karena kata beliau kalau mau melahirkan ya posisinya harus demikian tidur setangah duduk dengan kaki mekangkang lalu mengejan. Saat itu sama sekali saya tidak bisa mengejan dengan baik, dan sampai saya kelelahan. Akhirnya saya diinfus untuk menambah kekuatan kata bu bidan.