PAIN in Labor
Sebelum kita mulai kita akan bahas tentang PAIN atau rasa nyeri itu sendiri. Sebabnya karena apa sih? Sesuai teori ya…
Penyebab nyeri (biasanya)
- Rahim kekurangan oksigen (uterine hypoxia)
- Bagian terendah dari rahim meregang
- Kontraksi Rahim
- Stretching pada serviks saat membuka
- Stretching dari ligemen ligament pada panggul dan tekanan kepala bayi pada panggul
- Faktor psikis dan emosi ibu
- Vagina dan perineum yang meregang pada kala II
Penyebab lain:
- Posisi dan presentasi bayi
- Bayi besar
- Beberapa factor emosional dan ketegangan psikis
- Segmen bawah Rahim yang terlalu kaku (rigid)
- Aliran darah ke rahi yang terganggu
- Kontraksi rahim yang tidak teratur
- Panggul sempit atau disporposi kepala panggul
Namun PAIN atau lebih tepatnya Persepsi akan Nyeri sangat di pengaruhi oleh Otak kita. Dan ternyata otal kitalah yang berperan dalam proses persalinan, saat memproduksi hormone, ensim, mempengaruhi system syaraf bahakn system metabolism tubuh saat dalam proses persalinan sangat di pengaruhi oleh otak. Lebih tepatnya di pengaruhi oleh pikiran kita.
Okay..pause dulu….
Sekarang kita bahas tentang rasa TAKUT.
Dari Mana Datangnya Rasa Takut?
Calon ibu yang baru pertama hamil umumnya mengalami berbagai kekhawatiran selama menjalani kehamilan, apalagi jika membayangkan saat melahirkan. Namun, ada juga ibu yang masih ketakutan meski sebelumnya sudah pernah melahirkan, terutama yang sempat mengalami trauma karena merasakan sakit saat melahirkan anak pertama.
Sebenarnya kekhawatiran menghadapi kehamilan dan saat persalinan dialami oleh banyak wanita. Bagi sebagian wanita, proses melahirkan bahkan dianggap identik dengan peristiwa yang menyakitkan, menakutkan, tidak nyaman, dan lebih menegangkan dibandingkan dengan peristiwa mana pun dalam kehidupan. Di benak kaum wanita, seolah telah terprogram bahwa proses melahirkan haruslah menyakitkan.
Hal ini tidak mengherankan karena sejak kecil, ketakutan pada proses melahirkan tanpa sadar telah tertanam di alam bawah sadar wanita. Di televisi ataupun di film-film, adegan melahirkan selalu digambarkan begitu menakutkan dan menegangkan, penuh dengan jeritan-jeritan yang histeris. Setiap kali menyambut kedatangan bayi dari teman atau kerabat, kita juga hampir selalu mendengar cerita seputar rasa sakit dan penderitaan si ibu ketika melahirkan.
Cerita-cerita semacam inilah yang terus terbawa oleh banyak gadis kecil dalam masa pertumbuhan mereka. Cerita yang sedikit demi sedikit memasuki alam tak sadar dan akhirnya tertanam sebagai suatu program dalam pikirannya.
Karena pada dasarnya pikiran orang bisa saja diprogram dalam kehidupan setiap hari yang normal tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Efek hipnosis tidak selalu harus terjadi saat orang dalam keadaan trans. Sesuatu yang sudah terlalu sering didengar (berulang-ulang) akhirnya terekam di jiwa bawah sadar menjadi suatu kenyataan.
Sakit Berasal dari Ketegangan
Perlu dipahami bahwa kontraksi otot atau yang dianggap sumber dari rasa sakit dan nyeri yang dialami calon ibu, sebenarnya adalah upaya rahim membantu kepala janin untuk menekan mulut rahim, sehingga membuka jalan lahir. Karena kontraksi itu, leher rahim akan menjadi lunak, menipis, mendatar, kemudian menarik leher rahim. Saat itulah kepala janin menekan mulut rahim, sehingga membuka.
Rahim terdiri dari tiga lapisan otot (catatan: gambarnya bisa diambil dari buku Marie F. Mongan: Hypnobirthing, A Celebration Of Life hal 40). Namun, yang terlibat dalam persalinan adalah lapisan terluar rahim yang seratnya vertikal dan lapisan dalam yang seratnya melingkar horisontal. Otot yang bentuknya melingkar mengalami penebalan pada leher rahim.
Agar rahim bisa terbuka dan bayinya bisa menuju jalan lahir, otot yang menebal itu harus ditarik ke atas dan ke belakang. Sementara itu, otot paling kuat di puncak lapisan terluar rahim adalah yang bentuk seratnya vertikal. Otot ini naik hingga ke belakang melewati puncak rahim, menarik otot yang melingkar. Dalam gerakan yang hampir mirip gelombang, otot yang panjang seperti pita ini memendek dan menegang untuk mendorong bayi ke bawah, keluar dari rahim.
Ketika ibu yang sedang melahirkan ini dalam keadaan rileks yang nyaman, kedua lapisan otot tersebut akan bekerja sama secara harmonis seperti seharusnya. Gelombang otot vertikal naik ke atas, menegang dan mendorong, sementara otot yang melingkar membantu dengan gerakan membuka dan menarik ke belakang. Dengan begitu persalinan akan berjalan lancar dan mudah.
Oleh karena itu, jika sang ibu sudah terbiasa dengan latihan rileksasi, jalan lahir akan lebih mudah terbuka. Sebaliknya, jika ibu dalam keadaan tegang, tekanan kepala janin tidak akan membuat mulut rahim terbuka. Yang ada hanyalah rasa sakit dan sang ibu pun bertambah panik.
Rasa Takut Membuat Tegang dan Menimbulkan Rasa Sakit
Rasa takut sangatlah buruk akibatnya dalam proses persalinan. Ketika kita mengalami stres, pesan tersebut akan disampaikan ke seluruh reseptor dalam tubuh, sehingga menciptakan reaksi yang berlebihan dan menyimpang. Pesan itu akan menimbulkan perubahan fisik dan kimiawi di dalam tubuh. Saat tubuh dalam keadaan stres, hormon stres katekolamin akan dilepaskan, sehingga tubuh memberikan respon untuk “bertempur atau lari’.
Jika situasi itu sampai terbentuk, katekolamin akan bertindak sebagai penarik, yang menyebabkan otot di dalam rahim dan di tempat lainnya menjadi tegang. Katekolamin ini akan dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan.
Oleh karena itu, penting sekali bagi calon ibu untuk belajar mengenali rasa takut atau stres sebelum dan selama melahirkan, bagaimana melepaskan rasa takut itu dan memasuki kondisi rileks yang dalam. Kondisi yang rileks justru bisa memancing keluarnya hormon endorfin, penghilang rasa sakit yang alami di dalam tubuh. Menurut para ahli, endorfin ini efeknya 200 kali lebih kuat daripada morfin.
Nah jadi mengapa pada kenyataannya yang terjadi di kehidupan sehari-hari, proses melahirkan adalah proses yang menyakitkan bahkan menakutkan? Banyak hal yang harus kita luruskan disini, untuk mengetahu jawaban itu.
Pertama, Rasa sakit sebenarnya diakibatkan dari rasa takut dan kecemasan dan ketakutan disebabkan karena ketidak tahuan Anda dalam fase-fase persalinan dan bagaimana caranya memanajemen rasa nyeri dalam persalinan. Menurut Christine Northrup, M.D dalam bukunya yang berjudul “Women Bodies, Women Wisdom” proses persalinan adalah sebuah proses alami yang mampu merubah hidup seorang wanita.
Saat wanita bersalin dengan penuh dukungan dari orang-orang terdekatnya, maka dia akan mendapatkan kekuatan dan pengalaman yang sangat luar biasa. Dalam bukunya, Christine Northrup,M.D juga mengungkapkan bahwa proses kelahiran bayi dirancang secara alami dan sedemikian rupa agar ibu dan keluarga mengalami puncak kegembiraan, kepuasan dan rasa penuh kasih.
Pada saat proses persalinan, di dalam tubuh seorang wanita secara otomatis memproduksi dan mengeluarkan hormon alami yang mampu memberikan rasa nyaman dan kepuasan yang sudah saya jelaskan di bab sebelumnya.
Sedangkan menurut Dr. Dick-Read, rahim pada perempuan yang ketakutan secara kasat mata memang tampak putih. Rasa cemas dan takut menyebabkan rasa nyeri dan membuat rahim semakin keras kontraksinya
- Kecemasan dan ketakutan memacu keluarnya adrenalin dan menyebabkan cerviks kaku dan membuat proses persalinan lebih melambat.
- Kecemasan dan ketakutan menyebabkan pernafasan tidak teratur, mengurangi asupan sirkulasi oksigen bagi tubuh dan bagi bayi.
Suatu hari di sebuah acara pelatihan waterbirth yang kami selenggarakan, nara sumber kami seorang dokter kandungan menegur saya, berkaitan dengan sebuah judul buku yang saya tulis yaitu “Gentle Birth melahirkan nyaman tanpa rasa sakit” beliau mengatakan kepada saya bahwa melahirkan itu memang sakit dan saya tidak boleh melakukan pembohongan publik dimana saya mengatakan bahwa melahirkan itu nyaman.
Sebuah klaim dari penelitian beliau ungkapkan bahwa Tubuh manusia dapat menanggung rasa sakit hanya sampai 45 del (unit). Padahal saat melahirkan, seorang ibu merasakan rasa sakit hingga 57 Del (unit). Jadi bisa digambarkan bahwa melahirkan ini mirip dengan 20 tulang yang retak pada waktu yang bersamaan.
Dan saat itu saya hanya tersenyum simpul, di dalam hati saya bernyata apakah saya yang salah? Karena 13 tahun yang lalu saya melahirkan dan tidak sakit, lalu banyak klien yang saya dampingi saat melahirkan juga tidak sakit bahkan ada juga yang melahirkan sambil tertidur.
Ketika saya acara pelatihan tersebut usai dan saya menuju ke Medan, karena kebetulan saya menjadi pembicara seminar di sana esok hari, maka sepanjang perjalanan saya mencoba untuk merenungkan kalimat yang dokter ucapkan kepada saya barusan yaitu “Tubuh manusia dapat menanggung rasa sakit hanya sampai 45 del (unit). Padahal saat melahirkan, seorang ibu merasakan rasa sakit hingga 57 Del (unit).
Jadi bisa digambarkan bahwa melahirkan ini mirip dengan 20 tulang yang retak pada waktu yang bersamaan.” Sata berusaha menelaah nya dengan hati-hati, dan akhirnya saya menarik kesimpulan bahwa hasil penelitian yang beliau ungkapkan adalah tidak masuk akal. Jika kita hanya dapat mengatasi atau bertoleransu dengan 45 “Dels” rasa sakit, sedangkan rasa sakit pada proses melahirkan adalah 57 “Dels” itu berarti bahwa manusia tidak bisa dan tidak mungkin bisa mengatasi rasa sakit itu secara fisik.
Dengan kata lain, kita seharusnya sudah menjadi spesies yang telah punah jauh sebelum dokter dan obat-obatan datang untuk membantu kita mengatasi rasa sakit tersebut.
Rasa sakit atau nyeri adalah subyektif. Apa yang saya rasakan sakit, belum tentu Anda merasakan hal yang sama. Bahkan ketika seorang wanita melahirkan, mereka tidak semua selalu mengalami rasa sakit yang sama, karena ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap keseluruhan ketidaknyamanan, seperti ukuran bayi, posisi itu di, ambang nyeri ibu, emosi atau kondisi psikologis, sampai ke jumlah rasa sakit yang menumpulkan hormon yang tubuh ibu produksi saat kelahiran anak.
Lalu mengapa dokter tersebut dengan tegas mengatakan kepada saya bahwa melahirkan itu sakit. Dan tidak mungkin melahirkan tanpa rasa sakit? Inilah yang akan saya bahas di faktor kedua penyebab rasa sakit. Kedua, sejak kecil sudah tertanam sebuah paradigma bahwa melahirkan itu menyakitkan.
Tidak hanya itu saja, di kehidupan sehari-hari hampir tidak pernah kita menyaksikan acara televisi, entah itu sinetron, atau film yang menggambarkan bahwa melahirkan itu nyaman dan menyenangkan. Semua menggambarkan proses melahirkan sebagai proses yang penuh rasa sakit, penuh kecemasan dan ketakutan.
Dari cerita ini artinya bahwa tanpa kita sadari, paradigma bahwa melahirkan itu sakit sudah mendarah daging dan mengakar di dalam kehidupan kita. Sejak kita masih kecil bahkan sudah ditanamkan bahwa melahirkan itu sakit dan memang harus sakit. Bahkan hingga saat ini banyak bidan dan dokter yang menyatakan bahwa kalau tidak sakit berarti tidak melahirkan.
Apa jadinya jika sejak kecil paradigma itu tertanam kuat? Bahkan bidan dan dokter yang merawat Anda-pun menyatakan hal yang sama? Bukankah bagi Anda bidan dan dokter adalah publik figur yang mana setiap kalimat yang diucapkan selalu Anda anggap dan yakini kebenarannya? Otomatis pernyataan bahwa melahirkan itu sakit Anda imani kebenarannya. Dan tertanam di bawah sadar. Karena sebuah sugesti akan masuk dan ternatam di bawah sadar jika:
- Sugesti tersebut masuk ketika Anda berada dalam kondisi rileks. Menonton TV adalah kondisi rileks, tentu sugesti melahirkan itu sakit mudah sekali terekam di bawah sadar karena semua sinetron atau film yang Anda lihat menggambarkan demikian.
- Sugesti akan terekam di bawah sadar jika sugesti tersebut di ulang ulang. Seorang dokter atau bidan selama masa pendidikan selalu di ajarkan bahwa melahirkan itu sakit dan nyeri, di tempat praktek yang mereka lihat adalah gambaran bahwa memang melahirkan itu nyeri dan menyakitkan, bahkan proses persalinannyapun menyakitkan. Jika hal ini yang terulang-ulang selama hidupnya, bisa di pastikan rekaman bawah sadarnyapun menyatakan bahwa melahirkan itu sakit.
- Sugesti akan terekam di bawah sadar jika disampaikan oleh figur/tokoh. Bidan dan dokter adalah tokoh atau figur bagi pasien-pasiennya, apa jadinya jika bidan dan dokter menyatakan kepada pasiennya bahwa melahirkan itu menyakitkan dan bahwa melahirkan itu harus sakit, bahwa jika tidak sakit berarti tidak melahirkan? Bukankah akan dengan sangat mudah pasien-pasien merekam sugesti negatif tersebut?
- Sugesti akan terekam di bawah sadar jika diberikan di saat kondisi emosi sedang intens, dan ibu hamil juga ibu bersalin tentu emosinya sangat intens. Bisa Anda bayangkan, bagaimana perasaan mereka ketika saudara, orangtua, teman bahkan dokter atau bidannya menyatakan bahwa melahirkan itu menyakitkan?
Jadi bisa kita pahami bahwa sugesti atau keyakinan bahwa melahirkan itu sakit dan nyeri sudah tertanam dan terekam di bawah sadar Anda dan saya bahkan sejak kita di lahirkan ke dunia ini.
Beruntung sekali pengalaman persalinan saya begitu indah karena saya tidak merasakan sakit seperti yang saya yakini dan saya ketahui teorinya saat itu, dan lebih beruntung lagi ketika saya mendalami Hypnobirthing dan gentle birth yang membuat saya menyaksikan proses persalinan yang indah dan tanpa rasa sakit pada klien-klien yang saya dampingi hampir setiap hari. Sehingga tanpa disadari rekaman dan sugesti melahirkan sakit itu terkikis dari benak dan pikiran saya.
Haruskah Melahirkan itu sakit atau nyeri?
“When I say painless, please understand, I don’t mean you will not feel anything. What you will feel is a lot of pressure; you will feel the might of creation move through you. Pain, however, is associated with something gone wrong. Childbirth is a lot of hard work, and the sensations that accompany it are very strong, but there is nothing wrong with labor.” – Giuditta Tornetta
Banyak yang berfikir proses persalinan itu harus nyeri dan untuk mencapai persalinan yang nyaman adalah hal yang sangat mustahil. Jutaan wanita yang bersalin menyatakan bersalin itu sakit dan akhirnya anggapan dan keyakinan bahwa bersalin itu harus nyeri/ sakit akhirnya di amini oleh hampir semua orang.
Bahkan sudah menjadi budaya di sarana pelayanan kesehatan/ Rumah Bersalin, bu bidan/Dokter yang merawat ibu yang hendak bersalin selalu menginformasikan bahwa bersalin itu nyeri dan kalau belum nyeri berarti belum bersalin.
Sampai-sampai bu bidan sering sekali latah mengatakan pada pasien inpartu (pasien yang akan melahirkan) dengan kalimat seperti ini: “Ibu, nanti kalau udah sakit, nyeri dan tak tertahankan, itulah baru tanda-tandanya ibu mau bersalin”. Dan akhirnya si ibu itu akan menunggu-nunggu rasa sakit dan nyeri tak tertahankan tersebut, dan jadilah kenyataan bahwa menurut dia, bersalin ya harus nyeri.
Ibu yang merasakan nyaman saat bersalin dianggap ibu yang sangat beruntung dan merupakan mujizat. Saking banyaknya orang yang berkeyakinan bahwa bersalin itu menyakitkan maka tidak jarang seorang wanita yang baru pertama kali hamil dan hendak bersalin mengalami ketakutan dan kecemasan yang luar biasa saat menjelang proses persalinanya, dan akhirnya banyak wanita yang belum inpartu/ belum dalam persalinanpun “merengek” meminta kepada dokter agar dilakukan Epidural atau bahkan minta segare dilakukan operas sesar. Hanya dengan satu alasan yaitu TAKUT SAKIT!
Rasa sakit/ Nyeri memang merupakan alat komunikasi/ sinyal bagi tubuh ketika ada sesuatu yang salah, namun dalam proses persalinan normal sebenarnya Nyeri tidak harus hadir atau tidak selalu menjadi sesuatu yang harus di ratapi atau di keluhkan.
Kita tahu bahwa proses persalinan dapat berlangsung dengan baik apabila pada saat proses persalinan si ibu tidak terganggu, terutama ketika ibu merasa aman sehingga otak primitif-nya dapat mengambil alih. Seperti yang sudah saya ungkapkan sebelumnya bahwa ilmu fisiologi dasar mengatakan bahwa ketakutan/ kecemasan meningkatkan adrenalin dalam tubuh yang menciptakan reaksi fisik dengan mengaktifkan respon melawan/ menghindar.
Ini pengalihan aliran darah dari organ kita ke tungkai. Rahim bukan lah organ seperti jantung, rahim tidak dapat bekerja secara efektif, nyaman dan tanpa rasa sakit saat aliran darah yang mengalir di seluruh bagian ototnya terhambati dan otot kejang. Ketika adrenalin di produksi maka endorfin tidak dapat melakukan tugasnya dan memperlambat pelepasan oksitosin yang diperlukan untuk membantu kemajuan persalinan.
Perlu diketahui bahwa Setiap pikiran kita telah menciptakan sebuah respons secara fisik terdeteksi dalam tubuh. Pernahkah Anda merasa malu oleh seseorang atau sesuatu? Saat anda malu secara otomatis pipi anda akan terlihat memerah. Bahkan beberapa tahun kemudian dengan hanya memikirkan peristiwa memalukan bisa menciptakan respon fisik yang sama di wajah Anda dalam hitungan detik.
Ingatkah Anda ketika Anda diminta untuk mengingat dan menceritakan kembali pengalaman persalinan anda yang traumatik? Setelah anda mengingatnya Anda mungkin langsung merasakan perut anda kencang, mulut kering dan telapak tangan berkeringat hanya dengan berpikir tentang pengalaman persalinan yang lalu yang bagi anda itu adalah hal yang sangat traumatik.
Mengapa proses bersalin menyakitkan hanya terjadi pada manusia? Jika Anda pernah punya anjing atau kucing melahirkan Anda mungkin memperhatikan bahwa mereka mencari suatu lokasi/tempat tersendiri yang bebas dari gangguan, tenang dan biasanya saat bersalin hewan tersebut tidak menunjukkan ketidaknyamanan mereka secara dramatis.
Memahami tujuan nyeri dalam persalinan sangat penting karena ini mampu menaklukkan rasa takut di dalam hati kita. Kutipan di bawah ini diambil dari buku berjudul The Christian Childbirth Handbook yang ditulis oleh Jennifer Vanderlaan yang menyatakan:
Meningkatkan Hormon Endorphin = Manajemen nyeri
“Rasa Sakit atau nyeri, sifatnya adalah panggilan untuk bertindak. Saat melahirkan, rasa sakit atau nyeri memiliki tujuan fisiologis. Meningkatnya intensitas rasa sakit atau ketidaknyamanan meningkatkan produksi Hormon Endorphin pada tubuh Anda. Hormon Endorphin adalah opiat alami yang bertanggung jawab untuk menghilangkan rasa sakit. Mereka juga diproduksi selama proses bercinta. Hormon Endorphin berada pada tingkat puncak ketika proses persalinan inilah yang membantu Anda mampu mengelola rasa sakit dari kontraksi. “