Bidan Kita

Home Post Partum Daily Care Kuning/Jaundice Pada Bayi Baru Lahir

Kuning/Jaundice Pada Bayi Baru Lahir

0

Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan pada proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa bayi dapat terjadi gangguan menghisap. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan ASI menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan umpan balik negatif sehingga produksi ASI menurun. Gangguan menyusui pada ibu dapat terjadi preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta), glandular (jaringan kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti reduksi), dan yang paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak efektif).

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Perbedaannya dapat dilihat pada Tabel 1. Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Breastfeeding jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Bayi sehat cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat mempertahankan metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi BFJ. Ibu harus memberikan kesempatan lebih pada bayinya untuk menyusu. Kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi yang terus menerus. ASI akan lebih cepat keluar dengan inisiasi menyusu dini dan rawat gabung.

Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas, beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya BMJ. Breastmilk jaundise diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu–ibu tertentu. Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati oleh peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga menimbulkan BMJ. Faktor terakhir yang diduga sebagai penyebab BMJ adalah peningkatan sirkulasi enterohepatik. Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI, (2) terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta (3) defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

Pedoman terapi sinar pada breastfeeding jaundice dan breastmilk jaundice

The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis untuk tata laksana hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman terapi sinar pada bayi usia gestasi ≥ 35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada bayi cukup bulan yang sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak menganjurkan penghentian ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu formula tidak akan menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi pada bayi cukup bulan sehat.

Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada bayi dengan BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara. Penghentian ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai 18–24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk menegakkan diagnosis.

Persamaannya dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama dalam proses terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi (1) pemantauan jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum, (2) pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari, (3) pemberian air putih, air gula dan formula pengganti tidak diperlukan, (4) pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK, (5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara, (6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar jika terapi lain tidak berhasil, dan (7) pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6 hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau riwayat terjadi BFJ pada anak sebelumnya.

Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau (panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 μW/cm2 per nm (diukur pada kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke permukaan kulit bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer spesifik dari manufaktur unit fototerapi tersebut.

Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus  dihentikan. Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar, akan tetapi terapi sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point dari setiap kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir (umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 μmol/L) maka terapi sinar dapat dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 – 14 mg/dL (239 μmol/L). Untuk bayi dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain yang diterapi sinar di usia dini dan dipulangkan sebelum bayi berusia 3–4 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang bilirubin 24 jam setelah dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk kedua kali dengan hiperbilirubinemia dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi kekambuhan yang signifikan sehingga pemeriksaan ulang bilirubin dilakukan berdasarkan indikasi klinis.

Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada setiap bayi baru lahir cukup bulan dengan BST ≥ 12 mg/dL atau bayi prematur dengan BST ≥ 10 mg/dL tanpa melihat usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau transfusi tukar disesuaikan dengan anjuran AAP. Gartner dan Auerbach merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20 mg/dL pada bayi cukup bulan, maka penting untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan diagnosis BFJ dan BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau sepsis. Terapi sinar dapat dilakukan bila ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ. Batas kadar bilirubin untuk melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada kasus tersebut ( 12 mg/dL.

Tipe ikterus

Tipe ikterus yang umum terjadi :

1. Ikterus fisiologis : paling umum terjadi, ikterus ringan karena fungsi hati yang belum matang pada bayi baru lahir yang menyebabkan proses pengeluaran bilirubin berjalan lambat. Umumnya muncul pada usia 2-4 hari dan menghilang pada usia 1-2 minggu

2. Ikterus prematuritas : umumnya muncul pada bayi prematur karena bayi prematur belum bisa mengeluarkan bilirubin secara efektif. Ikterus pada bayi prematur ditatalaksana pada batas kadar bilirubin yang lebih rendah daripada batas kadar pengobatan bilirubin pada bayi cukup bulan

3. Breastfeeding jaundice: ikterus yang muncul saat bayi ASI tidak mendapat cukup ASI karena kesulitan dalam menyusui atau ASI ibu belum keluar. Ini tidak disebabkan oleh ASI tetapi karena bayi belum mendapat ASI yang cukup

4. Breastmilk jaundice: pada 1-2% bayi ASI ikterus dapat disebabkan karena bahan yang dihasilkan dalam ASI yang menyebabkan kadar bilirubin meningkat. Bahan ini dapat mencegah pengeluaran bilirubin melalui usus. Umumnya mulai usia 3-5 hari dan perlahan-lahan menghilang dalam 3-12 minggu

5. Ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas Rhesus atau ABO) : jika golongan darah bayi berbeda dari ibu maka ibu dapat menghasilkan antibodi yang dapat menghancurkan sel darah merah bayi. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan dapat meningkatkan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus karena ketidakcocokan golongan darah dapat terjadi sejak hari pertama (<24jam). Ketidakcocokan rhesus menyebabkan bentuk paling berat dari ikterus, saat ini dapat dicegah dengan pemberian immunoglobulin rhesus pada ibu dalam 72 jam setelah persalinan untuk mencegah pembentukan antibodi yang dapat membahayakan bayi yang dikandung berikutnya

Kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih lama dari sakit kuning biasa dapat terjadi karena bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Hal ini dapat disebabkan karena  produksi ASI membutuhkan waktu lebih lama daripada biasanya  (tapi jika bayi menyusu dengan baik dalam beberapa hari pertama seharusnya hal ini bukanlah masalah), atau karena kebiasaan di rumah sakit yang membatasi menyusui, atau karena, biasanya, pelekatan bayi tidak baik sehingga bayi tidak mendapatkan cukup ASI yang tersedia. Ketika bayi mendapatkan sedikit ASI, buang air besar cenderung menjadi sedikit dan jarang karena bilirubin yang berada di usus bayi terserap kembali ke dalam darah dan bukannya dibuang saat buang air besar.  Sudah jelas, cara terbaik untuk mencegah “sakit kuning karena tidak mendapat cukup ASI” adalah dengan mulai menyusui dengan benar. Bagaimanapun, yang pasti, pendekatan awal untuk bayi sakit kuning karena tidak mendapatkan cukup ASI bukanlah dengan menghentikan bayi menyusu atau dengan memberinya susu botol. Jika bayi menyusu dengan baik, menyusu lebih sering sudah cukup untuk menurunkan kadar bilirubin, meskipun sebenarnya tak ada yang benar-benar perlu dilakukan. Jika bayi menyusu kurang baik, membantu bayi melekat dengan lebih baik dapat membuat bayi menyusu lebih efektif dan mendapatkan lebih banyak ASI. Menekan payudara agar bayi mendapatkan lebih banyak ASI juga dapat membantu. Jika pelekatan dan penekanan payudara saja tidak berhasil, alat bantu menyusui dapat digunakan untuk memberi tambahan asupan.

Kapan menghubungi dokter

Hubungi dokter Anda segera jika :

· Kuning pada 24 jam pertama

· Kuning menyebar atau menjadi lebih berat

· Bayi Anda menjadi demam

· Jika anak Anda terlihat sakit

Hubungi dokter Anda jika bayi Anda tidak menyusu dengan baik atau Anda merasa bayi Anda tidur terus menerus.

Pada ikterus ringan sampai sedang, dalam 1-2 minggu bayi dapat mengeluarkan bilirubin dengan sendirinya. Pada kadar bilirubin yang tinggi dapat dilakukan fototerapi-pengobatan dengan sinar khusus yang membantu pengeluaran bilirubin dengan memecah bilirubin sehingga lebih mudah dimetabolisme oleh hati bayi. Pemberian ASI/nutrisi lebih sering untuk membantu bayi mengeluarkan bilirubin melalui tinja. Pada kasus sangat berat transfusi tukar merupakan suatu pertimbangan

Bagaimana pengobatan penyakit Jaundice

Jika kadar bilirubin tidak terlalu tinggi biasanya tidak perlu pengobatan. Biasanya dokter menyarankan untuk memberikan ASI lebih sering. Bentuk terapi jaundice ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.

1.Terapi Sinar (fototerapi)

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal.